Fahri pov
Permainan ini dimulai kembali, gadis manja itu ternyata kembali ke dalam hidupku. Bisa dipastikan, selama dua tahun ini kami akan terus bersama.
Siapa sangka, setelah pertemuanku dengan Haina, dia akan menjadi teman sekelasku bahkan duduk di sebelahku.
"Bu, bisa tidak bangku yang lain?" tanya Haina pada bu Arlina, guru mapel ppkn kami yang saat itu tengah mengajar di kelas.
Sangat membuang waktu jika melihat dua wanita itu bernegosiasi di depan kelas. Buku yang aku baca saja masih banyak yang belum tuntas.
"Senang?" tanya seorang cewek yang tak lain dan tak bukan adalah Haina, ia duduk di sampingku, di kursi yang kosong di sebelahku, tepatnya di samping jendela.
Aku tak menghiraukannya, Haina jika diladeni, pasti urusannya tidak pernah selesai. Mulut gadis itu sungguh luar binasa sejak kecil.
"Hai Haina, aku Fanista. Wah-wah, kamu saudaranya ketos, ya? Aku hampir aja salah paham tadi pagi." Jelas Fanista yang duduk di belakang Haina.
Setelah itu, aku tak menghiraukan keduanya lagi. Bisa-bisanya mereka berbicara sedangkan guru tengah menjelaskan di depan.
"Fahri, bisa pinjam buku catatanmu nggak?" tanya Anton menyelinap ke sampingku.
Kebiasaanku, hanya memberikan tanpa harus melihat ke arah orang yang meminta.
"Idih, triplek banget." Suara itu kecil namun terdengar jelas di telingaku.
Aku menghela napas panjang, sembari mendengar penjelasan dari bu Arlina. Cewek ini benar-benar mengganggu konsentrasiku belajar, dari tadi banyak bicara tapi dengan nada yang rendah.
"Triplek, ya triplek..." kata-kata terakhir yang dikeluarkannya benar-benar mengganggu, bukannya meminta maaf, dia malah terkekeh pelan. Jelas-jelas aku manusia dibilang triplek.
"Siapa yang tahu kapan BPUPKI dibentuk?" tanya bu Arlina setelah menjelaskan panjang lebar.
Aku mengacungkan tangan, bukan untuk menjawab tetapi mewakilkan gadis licik yang duduk di sampingku ini.
"Haina katanya tahu, bu." Mata Haina tampak melotot, ia terdiam. Mungkin di dalam hati ia mengumpat.
"Dasar, eh triplek. Mana aku tahu..." Bisik Haina ketika bu Arlina menyuruhnya berdiri.
Haina berdiri di bangkunya, gelagapan? Pasti. Ia awalnya melihat ke arahku memberikan kode agar aku mau memberitahunya.
"Haina?" panggil bu Arlina kembali.
"Mm, anu bu--"
Kulihat arloji yang melingkar di tangan kiriku, jam istirahat ternyata sudah 10 menit yang lalu. Tapi mengapa belum ada bunyi bel? Tampaknya bel sedang rusak.
"Anu bu--"
Bukan karena rasa kasihanku pada Haina, tapi aku sudah berjanji pada Frisca untuk membantunya di perpustakaan saat jam istirahat nanti.
"Bu, kita sudah lewat jam istirahat 10 menit yang lalu." Jelasku berdiri.
Bu Arlina dan murid yang lain tampak melihat ke jam mereka masing-masing. Kebetulan juga jam di kelasku mati dari sebulan yang lalu.
"Oh iya, kalian jangan lupa ganti baterai jamnya. Kan, jadi kelewat. Kalau gitu, pelajaran hari ini sampai disini, ya. Oh iya, buat Haina nanti tanggal berdiri BPUPKI minggu depan, ya." Kalimat terakhir bu Arlina tampaknya membuat Haina makin kesal padaku.
Sebelum cewek itu menyerocos panjang, aku berlalu dari hadapannya ketika bu Reni telah keluar.
"Ingin bermain? Ayo." batinku saat keluar dari kelas.
KAMU SEDANG MEMBACA
I, You and He
Roman pour AdolescentsKeduanya adalah sahabat kecil yang terpisah saat masuk SMA dan kembali bertemu ketika Haina pindah ke SMA yang ditempati saudara kembarnya dengan alasan tertentu. Mirisnya, ia sekelas dengan si Fahri yang notabene ketua kelas super cuek dan sangat m...