Jalan bareng

18 5 3
                                    

Haina pov

Aku menatap Reza dari kejauhan yang kini tengah berbicara dengan Fahri. Semalam rencana kami berhasil, mama mengizinkanku pergi bersama Reza dan Fahri.

Padahal kami akan pergi berempat, aku dengan kak Adit sedangkan Reza bersama Fahri.

"Gimana? Apa kata Fahri?" Tanyaku sangat penasaran.

Reza tersenyum "gampang kali, dia katanya mau karena mama yang minta."

"Eh gila, kapan mama minta sama dia?" Aku mencubit perutnya pelan.

Reza mengidikkan bahunya, dalam hati ia mengumpat "nih anak, udah dibantuin terima kasih kek apa kek."

Aku tertawa kecil melihat wajah Reza yang tiba-tiba berubah. "Udah yuk pulang."

"Aku mau rapat, kamu duluan aja pulang siap-siap sana." Astaga tumben banget Reza perhatian begitu sama kembarannya.

"Ada angin apa kamu begini sama aku, pasti gegara makan bakso tadi ya? Mamangnya kasih apa coba?" Aku tertawa sembari menarik rambutnya yang mulai panjang.

"Eh udah di kasih hati minta jantung, sana pulang duluan. Aku telat nih mau rapat osis."

"Rapat mulu"

"Biarin"

"Nyenyenye" aku berlari ketika Reza ingin menjitakku, baik banget saudaraku hari ini pengen terbang jadinya.

Aku harus siap-siap nih, kak Adit im comiiing.

***

Aku merapikan rambutku yang terurai bebas, gila aku sekarang kayak ratu aja di antara 3 laki-laki.

"Fahri, temanin aku ke toilet sebentar yuk." Ajak Reza.

Reza mengedipkan sebelah matanya padaku, pengen peluk Reza rasanya, senengnya minta ampun.

Fahri menatapku datar, astaga hampir ketahuan. "Kenapa?"

Ia menggeleng, astaga hampir saja ketahuan, untung Reza langsung menarik tangannya pergi.

Alhasil kini tinggal aku dan kak Adit. Bisa dirasakan betapa berbunganya hatiku saat ini. Dag dig dug duarr.

"Ayo kesana," kata kak Adit membuatku salting.

"Eh i-iya kak" kak Adit tiba-tiba mengenggam tanganku yang dingin.

"Kok dingin?" Aku tertawa, bukan cuma tangan yang dingin, nih hati kalau bisa ngomong pasti bilang tuh ke orangnya 'kak Adit aku udah nggak kuat'.

Kak Adit menarik tanganku pelan kesana kemari, dia membelikanku es krim juga hodie berwarna army. Bzzt aku nggak matre ya, ya kalau di kasih masa nggak diterima.

Tak terasa sudah lebih dari 15 menit aku dan kak Adit jalan bersama, tanpa dua nyamuk itu.

"Reza sama satu orang lelaki itu mana?" Tanya kak Adit bingung.

Aku mengerutkan dahi, kenapa kak Adit pakai cari mereka segala? Oh iya lupa, kak Adit kan tidak tahu rencanaku dan Reza.

"Tuhkan bener Haina" aku kaget saat seorang wanita paruh baya menyentuh pundakku.

"Mama"

Mama mengerutkan kening, ia tampak rapi dengan baju bak emak-emak sosialita. Di sampingnya sudah ada pak Tam yang membawa barang-barang belanjaan.

"Mama kamu Haina?" Tanya kak Adit tersenyum.

Aku mengangguk disertai senyum hambar.

Gila... Wajah mama udah berubah lagi pas kak Adit salaman sama mama. Aku tersenyum memohon pada mama, gawat kalau mama marahin kak Adit.

"Mama tunggu di rumah ya." Kata mama akhirnya membuat jantungku semakin berdetak kencang.

"Kenapa?" Tanya kak Adit melihatku cemas.

"Aku pulang duluan ya, kak."

Belum sempat kak Adit menjawab aku sudah pergi duluan mengejar mama yang sudah berada di parkiran mobil.

"Ma..." panggilku.

Mama bukannya menjawab malah masuk ke dalam mobil, dan melajukannya meninggalkan lahan parkir.

"Mampus deh, pasti mama marah banget"

Tiba-tiba ponselku berbunyi, panggilan masuk dari kembaran laknat.

> Kamu ketahuan? Ih gimana sih, mama barusan kirim sms sama aku suruh pulang sekarang bawa kamu dan Fahri.

< Ih mampus, tadi pas di lobi ketemu mama... Dia lihat aku bareng kak Adit.

> Yaudah, kamu dimana sekarang?

< Aku ada di parkiran nih

Telepon diputuskan sepihak, aku mondar-mandir kesana kemari, tanganku gemetaran, lemes banget kalau mama udah marah begini. Tak lama kemudian Reza datang bersama Fahri.

"Ih kamu goblok banget sih," Reza menjitak jidatku.

"Sakit anjir, mana kutahu kalau yang manggil tadi mama." Jawabku mengerutkan dahi.

"Udah ah masuk ke mobil cepet" Reza menarik tanganku, sepertinya dia marah sekali.

"Reza, jangan kasar begitu." Fahri melepas genggaman tangan Reza dari pergelangan tanganku.

Reza terdiam begitu juga aku, eh tumben nih orang.

"Iya iya, maaf dek." Reza menepuk pipiku pelan kemudian membukakan pintu mobil.

"Kenapa bisa ketahuan sih?" Tanya Reza masih kesal sesekali melihat ke arahku yang duduk di sampingnya.

"Fokus aja nyetir." Jawabku ketus.

"Nanti gimana bilang mama, masa kita bohong lagi."

"Ya mau tak mau"

"Kamu yang ngomong sama mama"

"Kamu jugalah"

"Kamu! Yang buat salah siapa?"

"Yang buat rencana siapa?"

"Udah udah..." Fahri menengahi, sepertinya dia sebal mendengar pertengkaran kami. "Kalian berdua yang harus ngomong!"

Aku berpikir lagi, oh iya artinya Fahri bisa saja menyelamatkan kita berdua dari amukan mama.

"Fahri tolongin kita dong" aku melihat ke belakang memohon padanya dengan muka memelas.

"Bilang sama mama kalau yang ngajak kak Adit itu kamu"

"Gila" sanggah Reza. "Nggak mikir perasaan orang banget sih? Bukan saudaraku ini."

"Siapa juga yang mau saudaraan sama kamu, kembaran nggak diuntung." Balasku.

"Udahlah anjir, iya aku bakal ngomong sama tante nanti. Udah turunin aku disini biar aku naik angkot aja."

Fahri marah, astaga kok aku ngakak.

"Nggak, iya kita bakal diem." Reza melirikku sebentar lalu fokus lagi ke depan.

Jadi sunyi deh mobil, aku berusaha menahan tawa biar nggak pecah. Lucu tuh anak kalau udah marah.

Salam literasi

Maaf kelamaan update:)

Jangan lupa tinggalkan vote dan komen yaa

Always readers ya, kuusahain buat up

I, You and HeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang