Aku menghela napas berat. "Kenapa si Fahri ada disini? Pasti mama yang undang, ih mama bikin aku badmood aja."
Aku tak peduli dengan orang yang kini tengah duduk di sampingku, entah apa yang mereka rencanakan sampai aku tidak diizinkan jalan dengan kak Bintang.
"Ajari saja ya, Haina biasanya manja... Jadi maafkan," kata yang barusan keluar dari mulut mama membuatku menatapnya bagaikan tatapan elang.
Mama menyeringai lebar, setelah itu pergi. "Apa-apaan ini?! Jadi aku ditinggal berdua gitu sama si triplek? Nggak takut apa anaknya diapa-apain... Tingkahnya nggak jauh beda lagi kayak Reza, astagfirullah kenapa mulutku gaada akhlak ngatain nyokap sendiri?"
Fahri mengeluarkan beberapa buku dan menaruhnya di atas meja. Ketika tatapannya beralih ke arahku, aku membuang muka.
"Tante menyuruhku untuk menjadi guru les privatmu sementara waktu sampai nilaimu tinggi, jam 9 nanti aku ada kerjaan di kafe, jadi cepat mana bukumu?" Aku terdiam, tak berkomentar sedikit pun. Tapi kalian tahu sekarang pukul berapa? Masih pukul 19:30, wah jangankan belajar 1 jam, aku mengulang materi 15 menit aja udah ngantuk.
"Kamu kok setuju sama permintaan mama sih?" Tanyaku kesal.
Ia menatapku datar, benar-benar kayak nggak bernyawa tu wajah, "tante telah banyak menolongku, lagipula ini nggak gratis."
Aku mengehentakkan kaki sebelum beranjak pergi, si triplek itu rakus banget sih, masa gaji di kafe nggak cukup buat dia, sampai cari pekerjaan paruh waktu begini.
Ketika di lantai atas, aku tak sengaja melihat si Reza sedang baring enak-enakan di atas tempat tidurnya yang empuk terus main ponsel, ketawa-ketawa lagi.
"Ih nggak adil, masa aku disuruh belajar sedangkan Reza nggak sih, kesel banget, aku mau jalan aja sampai nggak diizinkan," keluhku.
Kalau ada Fahri mama pasti begitu, padahal selain dia kan udah banyak temen cowokku main ke rumah. Responnya pasti selalu ke Fahri, dan masuk sekolah baru aja karena ada Fahri buat jagain. Nggak ngerti sama jalan pikiran nyokap sendiri, malahan sekarang Fahri jadi guru privatku dengan bayaran.
"50? Dasar bodoh," ucapnya memukul kepalaku dengan pulpen, tenang udah biasa diginiin kalau Fahri yang ngajar.
"Itu tinggi," bantahku, matematika 50 aja udah syukurnya alhamdulillah banget.
Fahri mengambil pulpen dan mulai menyoret angka atas jawaban soal yang salah. Ia menjelaskan secara runtun, malahan dari dasarnya karena aku tak mengerti sama sekali.
Yang benar saja, belum sampai satu jam mataku udah ngantuk berat. Kepalaku terangguk-angguk, mataku kadang tertutup kadang terbuka, si triplek juga bangunin kalau ada kesempatanku buat tidur sambil duduk.
"Paham?" Tanya Fahri akhirnya.
Paham apa astaga? Dari tadi aku mah cuma ngangguk-ngangguk doang biar kayak memperhatikan gitu.
"Kamu paham nggak sih?" Tanya Fahri lagi, mukanya tetap begitu aja. Datarrrrr.
Aku menggeleng tersenyum, si triplek tampak menghela napas panjang, semoga aja dia nggak betah ya allah. Ia melihat jam yang melingkar di pergelangan tangannya.
"Aku pergi mau ke kafe dulu, kamu lanjutin ntar aku kesini lagi." Eh mau ngapain lagi? Masa belajar lagi sih, nggak ah, bengkak nih otak. Batinku.
"Jangan, aku... Aku" terlintas pikiran jahat di benakku "aku sakit perut, soalnya lagi dateng."
Fahri melongos, mungkin ia berpikir maksud dari kata datang itu.

KAMU SEDANG MEMBACA
I, You and He
Teen FictionKeduanya adalah sahabat kecil yang terpisah saat masuk SMA dan kembali bertemu ketika Haina pindah ke SMA yang ditempati saudara kembarnya dengan alasan tertentu. Mirisnya, ia sekelas dengan si Fahri yang notabene ketua kelas super cuek dan sangat m...