Ketika asmaku kambuh

34 9 8
                                    

Reza pov

"Reza," panggil Frisca ketika aku tengah memilih buku di perpustakaan, "tadi Pak Gulam menyuruhku untuk mengadakan rapat osis setelah istirahat nanti, katanya sih mau bahas buat lomba 17 Agustus," lanjutnya.

Wajar nggak aku sedikit kaget? Lomba yang seperti apa pas 17 Agustus buat anak SMA? Lomba makan kerupuk? Atau kelereng?

"Kok bengong? Jadi, kamu umumin nanti, ya."

Aku mengangguk cepat, setelah itu Frisca pergi membawa beberapa buku yang dipeluknya. Segera mungkin aku berlari ke ruangan yang memang khusus untuk mengumumkan hal-hal penting di sekolah, beginilah pekerjaanku sebagai ketua osis, mengumumkan, memimpin rapat, pokoknya udah pede-pede gitulah kalau diliatin banyak orang, yang pastinya terkenal dan banyak yang suka dong, tapi aku nggak fuckboy, ya.

Setelah mengumumkan, bel istirahat pun berbunyi, tahu-tahu aja ni bel kalau kita mau rapat. Aku menutup pintu ruangan, kenapa dadaku agak sesak, ya? Ini selalu terjadi, tapi bukan karena aku memiliki gejala penyakit. Pikiranku langsung pada saudara kembarku, dia kan, sakit asma? Bagaimana keadaan Haina, ya? Penyakit asmanya makin parah begitu, kenapa mama nggak sekolahin dia di rumah aja sih?

"Reza, aku cariin dimana-dimana teh, ternyata kamu disini." Ucap Adit teman dekatku, napasnya tersengal, dia memang asli orang sunda. Apaan sih, nggak jelas banget.

"Kamu kenapa? Cariin dimana-mana? Siapa yang suruh cari?" Aku merangkul pundaknya, teman ya teman... Kita nggak gay, ya_-.

Adit melepasnya, "malah becanda, serius aku mah, adek kamu tadi aku lihat tersungkur di lapangan. Pingsan dia teh, pingsan."

"Hah... Lapangan mana? Sekarang dia dimana?" Sekarang giliran aku yang cemas, ini yang aku malasin kalau satu sekolah sama kembaran.

"Tadi aku lihat dia teh jatuh di lapangan dekat perpustakaan, terus si siapa sih temen datar kamu itu namanya?"

"Fahri?" Tanyaku disertai anggukan Adit.

"Nah dia, lari gitu langsung gendong adikmu, kayaknya mereka di UKS." Adit menebak-nebak, ya bener sih kalau sakit pasti ke UKS dong.

Aku segera berlari menuju UKS, sia*nya di tengah perjalanan aku menabrak Ibu Syahrini, namanya bukan Syahrini tapi gayanya itu loh yang mirip.

"Kamu kenapa, Reza? Kalau jalan hati-hati dong," pesannya lembut.

"Maaf, bu, maaf. Reza buru-buru," sebelum Bu Syahrini bertindak, aku kembali melangkah.

Akhirnya sampai, aku mengatur napas sebelum masuk. Benar saja, ketika membuka pintu UKS, aku melihat saudara lemahku, eh maksudnya saudara kembarku terbaring tak berdaya dengan bantuan oksigen, sudah biasa sih jadi nggak khawatir bener. Dasar saudara laknat.

"Eh, Fahri..." aku baru menyadari jika di pojok ruangan Fahri sedang duduk manis dengan buku tebal di tangannya. Ia menatapku datar, ah udah biasa lihat wajah tuh orang, "kenapa bisa kambuh lagi, ya?" Sengaja aku bertanya supaya nggak canggung-canggung bener.

"Tadi aku lihat dia lari," Fahri beranjak, "kamu udah ada, aku mau pergi dulu, masih ada urusan," lanjutnya.

"Oke, terima kasih, ya."

Sebelum pergi Fahri tampak melihat Haina terlebih dahulu, entah apa yang dipikirkannya sekarang.

Ponselku tiba-tiba berdering, pesan dari Frisca,

Frisca : Kamu dimana? Kita nungguin nih_-

Astaga, bagaimana aku bisa lupa kalau ada rapat sekarang. Haina belum bangun lagi, Fahri kan belum lama keluar dari sini, aku minta bantuan Fahri saja. Kebetulan suster di UKS dan sebagian guru sedang menghadiri seminar di Universitas Indonesia.

I, You and HeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang