Serumah?!

21 4 2
                                    

Haina pov

Aku, Reza dan Fahri kini sudah duduk di ruang tamu. Di depan kami bertiga ada mama dan pak Tam.

"Kamu nggak bohong sama mama kan Reza? Haina?" Tanya mama menatap kami berdua bagai tatapan elang.

Aku terdiam begitu juga Reza, ia malah menyenggol lenganku agar angkat bicara.

"Kok aku sih?" Bisikku pada Reza.

"Semuanya kan aku lakuin buat kamu juga." Jawab Reza juga berbisik.

"Kok jadi bisik-bisik sih?!" mama mendobrak meja membuat kami bertiga kaget.

"Fahri... Maafin tante ya," mama kembali anggun, mungkin karena tak enak dengan Fahri.

Fahri mengangguk tersenyum, "tidak apa-apa te, Fahri juga minta maaf."

"Mama tanya, jawab dong. Kalian berdua nggak bisu kan?" Gila damagenya, masa mama bilang anaknya sendiri bisu sih astaga.

Aku yang tadinya menunduk mulai mendongak, ini salahku, benar kata Reza dia hanya membantu, apalagi Fahri dia malah tidak tahu apa-apa.

"Aku yang salah ma, maaf." Ucapku mengakui kesalahan.

"Terus yang tadi siapa?" Tanya mama.

"Dia..."

"Kak Adit te, kemarin Fahri sengaja ajak kak Adit supaya ikut kita jalan. Maafkan Fahri te, nggak izin dulu." Aku kaget begitu juga Reza, wtf Fahri ngomong begitu? Padahal dia sangat tidak suka jika ada yang berbohong apalagi sampai berurusan dengan orang yang lebih tua.

Mama sedikit menarik napas kemudian ia mengangguk tersenyum pada Fahri. "Yaudah tante maafin"

Aku dan Reza saling pandang, siapa yang terima coba? Sama anak sendiri galaknya minta ampun.

Fahri mengalihkan pandangan ke arahku dan Reza, tidak ada yang bisa di tebak dari wajah triplek itu. Sulit ditafsirkan tuh orang bahagia atau kesal.

"Tapi Fahri ada satu syarat," perkataan mama membuat kami serius melihat ke arahnya. "Besok tante sama om kan pergi ke Surabaya, ada hal yang harus diurus disana, kurang lebih seminggu gitu bisa jadi sebulan."

"Terus?" Dalam hati aku bertanya.

"Tante pengen kamu nginep disini selama tante sama om di Surabaya, tolong jaga Haina ya." Kata mama, begitu ucapannya selesai aku langsung membantah.

"Kan ada Reza ma"

Si Reza cuman ketawa-ketiwi, kampret nih anak... Dia mah enak, mereka berdua sama-sama cowok, aku sendiri cewek sama bibi.

Mama menggeleng "Gimana Fahri?"

Fahri mengangguk dengan wajahnya yang tanpa beban sedikit pun.

Aku berdiri, sebelum pergi kuhentakkan kaki, au ah ngambek sama mama, aku udah besar juga nggak perlu di jagain. Sesampainya aku di kamar kuhempaskan tubuhku di atas ranjang kemudian menatap cermin yang menempel di lemari.

Cukup lama aku memandangi diriku.

Aku mulai sadar

Aku bukan anak kecil lagi...

Ku ambil foto masa kecilku dan Fahri ketika kami sedang akur-akurnya. Fahri kecil sangat menggemaskan, kata mama bukan kataku. Wajahnya itu loh yang bikin mama hampir jadiin Fahri anak angkat.

"Mama... Sedikit-sedikit Fahri, aku pergi harus sama Fahri, padahal Fahri bukan siapa-siapa aku." Aku mengacak rambutku kasar sembari menunjuk-nunjuk wajah tripleknya Fahri yang ada di foto.

"Kamu tuh ya Fahri ngeselin banget, masa mama minta apa aja dikasih? Jadi guru privat aku, nginep di rumah aku. Atau jangan-jangan kamu suka ya sama aku?" Aku memanyunkan bibir tipisku, nggak mungkin.

"Haina"

Panggilan itu mengejutkanku, sontak aku yang tadinya baring dengan posisi kepala berada di samping ranjang duduk dan melempar bantal ke arah dua lelaki yang berada di ambang pintu.

Kok aku bisa lupa sih nutup pintu.

"Punya tata krama nggak sih? Main masuk-masuk aja ke kamar cewek." Omelku.

"Punyalah, kamu kan saudaraku." Reza masuk merebahkan dirinya di sampingku.

"Dia" tunjukku pada Fahri yang masih berdiri dengan tatapan yah kayak patung hidup.

"Sensi amat sih, mama tadi nyuruh aku bawa Fahri lihat-lihat rumah kita." Jelas Reza.

Aku mendelik, "yaudah sana... Aku mau tidur."

"Ih jorok mandi dulu," Cetus Fahri.

"Nggak mandi aku masih cantik, biarin." Gumamku menariknya hingga ke ambang pintu.

"Dan kamu, jangan pernah masuk kesini." Titahku pada Fahri.

"Siapa juga yang mau masuk kamar cewek jorok, lihat tuh berantakan amat." Tunjuk Reza dengan dagunya.

Ya oke, kamarku emang berantakan sekarang.

"Yaudah sana." Aku menutup pintu kamar keras.

Fahri udah aku gituin masih aja mau bertahan nginep disini, kebal banget sih tuh orang.

***

Fahri pov

Tante Hira dan om Arkala sudah berangkat kurang lebih 10 menit yang lalu tetapi tuh bocah nggak keluar-keluar dari kamar.

"Haina masih tidur?" Tanyaku pada Reza.

Reza mengidikkan bahu, "dia emang pemalas jadi harap maklum."

Aku dan Reza kini sedang duduk di ruang tamu sembari menonton televisi, kebetulan hari ini libur.

Seperti biasa, aku tak ambil pusing gadis itu mau ngapain aja asalkan jangan sampai kelewat batas.

"Reza..." teriakan menggema dari atas.

Reza tetap makan snack yang ada di atas meja begitu juga aku.

"Budeg apa gimana sih?"

Reza memandang ke atas, sepertinya tuh orang udah masuk ke kamarnya lagi.

"Maaf ya, rada-rada stres emang begitu." Ucap Reza padaku.

"Hmm" gumamku.

Terkadang kesal juga mendengar mereka bertengkar masalah sepele, aku paling benci keributan, tapi dari kecil entah kenapa teman yang dekat sekali denganku hanya mereka berdua, yang lain kebanyakan tak kuat akan sikapku.

"Reza, earphonku kamu apain sampai nggak bisa dipakai lagi?" Pekik gadis itu lagi tetapi yang ini suaranya terdengar dekat sekali.

"Apasih Adek kembaran?" Reza malah balik bertanya.

Haina melemparkan earphonnya di hadapan Reza, "kamu apain?"

"Perasaan tadi malem bagus-bagus aja, kamu tindih kali." Jawab Reza santai.

"Bodo amatlah"

"Dih sensi banget, dari kemaren marah-marah terus... Pms ya?"

"Nyenye"

Aku melihat ke belakang, tepatnya ke arah Haina. Baru aja lihat udah di bentak sama cewek itu, emang benar kayaknya lagi pms.

"Apa liat-liat?!"

Aku menarik napas pelan dan menghembuskannya, kalau dijawab nggak ada ujung-ujungnya pasti.

Salam literasi

Jangan lupa vote dan komen yaa

Piw lop u🌠

I, You and HeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang