Haina pov
Aku mengambil beberapa snack dari lemari, kebetulan Reza membeli banyak makanan untukku. Kubawa beberapa snack dan minuman soda di depan televisi.
Beberapa menit yang lalu si Fahri baru saja pulang, entah darimana. Pandangan kami beradu saat ia menaiki anak tangga.
Aku membuka snack rasa rumput laut, ini adalah hari ke-3 datang bulan menghampiriku. Perutku sudah agak mendingan sekarang, alhamdulillah berkat obat yang diberikan Fahri tadi malam.
"Gimana? Ampuh?" Tanya Fahri tiba-tiba duduk di sampingku membawa beberapa buku.
"Enggak tuh, masih aja nyeri nih perut." Jawabku, padahal gara-gara obat itu perutku agak mendingan.
Fahri mengangguk, ia membuka bukunya dan mulai membaca. Astaga di luar dugaan, aku kira bakal ngomong gini "iya besok, aku bakal coba cariin obat lagi yang ampuh."
Emang the best Fahri, wajar saja nama panjangnya ada Einsten. Jadi rada-rada mirip gitu.
"Mau"
Fahri menggeleng, "di snack itu dapat menyebabkan masalah kulit seperti ruam pada kulit dan timbulnya jerawat."
"Et buset dah, ini cuman snack doang." Timpalku, menurutku si Fahri terlalu alai.
"Terus, dapat meningkatkan resiko tekanan darah dan penyakit jantung karena mengandung natrium yang tinggi jika dikonsumsi secara berlebihan." Lanjutnya lagi dengan wajah yang tetap tenang.
Aku melongo, snack rumput lautku di kata-katain sama dia, aku nggak terima.
"Tapi aku pernah baca, kalau makan rumput laut, berat badan tetap ideal kok." Sanggahku tak mau kalah, gini-gini sebelum makan aku lihat mbah google dulu.
"Itu rumput laut, ini yang kamu makan snack-nya bego." Setelah bilang begitu si triplek beranjak dan naik ke atas masuk ke dalam kamar.
"Oh shit, gila banget... Dia bilang aku bego, ah mana duli, nih snack enak banget dari omongannya tadi. Lagipula dia udah tahu kesukaanku dari kecil memang snack rumput laut." Gerutuku dalam hati.
***
Sekarang jam sudah menunjukkan tepat jam 12 malam. Si Reza juga belum datang-datang, kemana dia? Padahal tadi bilangnya pergi sebentar ke aku.
"Reza mana?" Tanyaku bingung, asli tuh kembaran nggak ada nongol-nongol dari tadi.
"Dia bilang ada urusan mendadak tadi," jawab Fahri tanpa lepas dari catatannya.
Fahri kerjaannya belajar mulu, iya sih pinter, tapi kalau IQ kelebihan kan bisa buat orang jadi idiot. Aku duduk di tempat tidurnya, kebetulan kamar tamu sekarang yang ia pakai.
"Tanyain lagi, udah jam berapa ini belum pulang-pulang." Cemasku, ya wajar kan cemas saudara sendiri.
Fahri mememberikan ponselnya padaku, ia menunjukkan pesan chatnya dengan si Reza.
Fahri : Kapan pulang?
Reza : Tidur aja dulu, ada urusan mendadak ini.
Fahri : Urusan?
Reza : Tadi pas di jalan ada tabrak lari, seumuran kita soalnya pakai baju seragam SMA. Sekarang aku lagi di Rumah Sakit, nggak bisa ninggalin karena aku saksi mata.
Fahri : Aku susul ya
Reza : Nggak usah, jaga aja Haina di rumah. Kembaranku itu liar.
Njir liar
Fahri : Oke
Reza : Orangnya lagi di UGD, doa aja nggak terjadi apa-apa.
Fahri : Y
"Kok nggak langsung chat aku sih." Geramku, apa gunanya dia nyimpen nomor kontakku kalau gitu.
"Kamu kan orangnya histeris," sambar Fahri. Suaranya kecil banget tapi terdengar jelas di telingaku.
Oke fine, tapi aku nggak alai-alai banget kayak dia. Rumput lautku aja di kata-katain sama dia.
"Au ah mau tidur," aku beranjak, masih berdiri belum pergi.
Fahri mengidikkan bahu tak mempedulikan reaksiku, ia tampak lebih enak dengan dunianya.
"Belajar apasih?" Tanyaku penasaran.
Ia memperlihatkan rumus-rumus matematika yang ia catat tepat di depan wajahku, di depan mataku malah.
"Ih biasa aja kali!" hardikku merampas buku yang ia tunjukkan barusan.
"Itu cuman rumus dasar, sini!"
"Bentar"
Aku melihat dari halaman satu hingga akhir, astaga dia bilang rumus dasar? Ini materinya aja kayak langka gitu, tau setengah di awal doang, yang akhir aku nggak tau.
"Sini"
"Ini... Ih nggak minat banget aku sama catatan begitu." Jelasku dengan intonasi yang kubuat mirip-miripin sama dia.
"Dih"
"Iri bilang bos." Ucapku disertai dengan woah layaknya orang-orang yang di tiktok.
Ia menatapku ngeri, aku tertawa. Lucu banget tuh muka Einsten, upps maksudnya triplek.
"Fahri, sini kuajarin main tiktok." Entah mengapa otakku tiba-tiba pengen banget lihat si Fahri gerak-gerak anak tiktok.
Aku mengakui kalau si Fahri ini udah punya wajah yang... Ya gans dikitlah wkwk, kalau diajak buat konten tiktok pasti bakal hits banget.
"ENGGAK!"
"Ayolah, sekali aja." Pintaku menarik kerah bajunya.
"Enggak!"
"Boleh dong, cuman sekali aja masa nggak boleh sih."
"Enggak!"
"Please banget, kamu itu salah satu cogan yang terkubur dari sosmed. Akun ig aja kamu nggak punya," Yah kan muji jadinya, terbang tuh anak.
"Aku cogan?"
Astaga pengen ngakak, pertanyaan macam apa itu? Mukanya datar lagi pas nanya, aku cogan?
Tawaku lepas saat ia makin memandangiku aneh, ih bener lucu banget nih orang.
"Nggak!"
"Yah iya... Aku nggak ketawa lagi, serius deh." Rengekku.
"Nggak!"
Good job ngambekan, yaudah lihat aja nih aku nggak dapet, suatu saat nanti dapet kamu... Lihat aja, ketagihan pasti.
Salam literasi
Ngetiknya nggak banyak maaf yo lagi ad kesibukan di real life:v
Jangan lupa tinggalkan vote dan komen readers yg baik hati:3
Uwuu baca terus ya
KAMU SEDANG MEMBACA
I, You and He
Teen FictionKeduanya adalah sahabat kecil yang terpisah saat masuk SMA dan kembali bertemu ketika Haina pindah ke SMA yang ditempati saudara kembarnya dengan alasan tertentu. Mirisnya, ia sekelas dengan si Fahri yang notabene ketua kelas super cuek dan sangat m...