"Kata anda tadi, anda mencari perlindungan. Apa anda sedang diburu?"
"Bagaimana anda tahu?" Nora bertanya heran.
Penasihat Kim tersenyum kecil, "Kami menunggu anggota kerajaan kembali selama dua puluh tahun. Setelah perang, Ratu yang kabur tidak terdengar kabarnya lagi. Tapi melihat anda di sini, saya senang Ratu berhasil melahirkan anda dengan aman. Bagaimana keadaan beliau?"
"Jika kamu bertanya tentang Ratu, aku tidak tahu. Tapi kalau ibuku... Bibi bilang ibu meninggal saat melahirkanku."
Penasihat Kim sudah menduga itu sejak pertama kali bertemu Nora, tapi tetap saja merasa sedih atas beritanya.
"Saya ikut berduka, Putri."
"Tidak, tidak apa apa. Aku baik baik saja tinggal dengan bibiku selama ini."
Nora mulai bercerita, "Tapi beberapa hari yang lalu, sekelompok pemburu bakat pikiran datang ke desaku. Karena khawatir, bibi menyuruhku pergi ke istana. Awalnya aku juga bingung kenapa harus ke istana. Tapi tidak ada waktu yang cukup untuk bertanya pada bibi."
"Sekarang anda mengerti alasannya?" tanya Penasihat Kim.
Nora mengangguk kecil. Menunduk melihat kakinya yang berjalan ragu.
"Tuan Putri, sejak awal Raja jatuh sakit, beliau tahu kalau akan ada ancaman setelah beliau wafat. Karena itu istana mengasingkan diri, menunggu anda kembali bersama sang Ratu, karena anda tidak aman di luar sana."
"Seseorang yang tidak terima atas kekalahan kerajaannya mungkin sedang memburu anda di luar sana. Saya sedikit terkejut kalau masih ada pemburu keji yang mencari manusia berbakat pikiran. Padahal mereka sudah cukup jarang ada di dunia ini."
Penasihat Kim tersenyum simpul, "Tapi saya bersyukur anda tiba di sini tepat waktu. Jika anda sang pemilik bakat pikiran ditangkap, Kerajaan tidak hanya kehilangan seorang berbakat, tapi juga penerus terakhir takhta."
"Jujur saja, Tuan Penasihat, aku masih ragu apa aku benar seorang Putri. Rasanya terlalu tiba-tiba." Nora memainkan jarinya gelisah.
"Benar. Saya mengerti. Beberapa waktu lalu saya mengirim surat untuk mengingatkan bibi anda—yang sebenarnya salah satu prajurit terbaik yang ada di pemerintahan Desa Litore, tapi keluar jauh sebelum Ratu kabur. Beliau teman baik Ratu. Apa anda mendapatkannya, Putri?"
"Surat dengan amplop coklat? Itu anda yang mengirimnya, Tuan?"
Penasihat Kim mengangguk, "Secara harafiah, saya hanya mengutus seorang prajurit. Tapi dia belum kembali juga sampai sekarang. Saya baru saja berniat mengirim surat lagi sebelum batas waktu sihir ini habis."
"Apa yang terjadi jika istana terlihat?"
"Tidak akan ada tempat sembunyi untuk anda lagi, Putri Nora. Yang ada, anda harus siap dengan perang kedua jika istana diserbu."
Nora bergidik ngeri, "Bagaimana dengan sekarang? Aku harus apa? Tidak ada pelarian lagi setelah ulang tahunku."
"Siapa bilang? Saya mengumpamakan jika anda tidak pulang dan kami ketahuan tidak punya pemimpin. Jika seperti ini, kami siap melayani anda, Yang Mulia." Penasihat Kim menunduk kecil.
"Jangan begini, Tuan, aku merasa tidak terlalu nyaman. Tapi aku tidak punya apa apa sebagai pemimpin kalian. Aku tidak siap menjadi pemimpin."
"Raja juga tidak siap menjadi pemimpin saat sendirian. Tapi ada Ratu di sana, menemani beliau menjadi pemimpin. Sama seperti anda, yang punya kelima pemuda itu untuk menemani anda," jelas Penasihat Kim.
"Anda juga punya kelebihan dalam bidang pikiran. Bukannya anda sudah cukup kuat? Lagipula jika dilihat lagi, teman teman anda sangat kuat. Terutama lelaki dari Kerajaan Timur."
Nora mengangkat alis bingung, "Siapa?"
"Hm, saya tidak tahu namanya. Tapi lelaki yang menyuruh anda memanggil mereka jika terjadi sesuatu yang saya maksud."
Nora berpikir sejenak. Memutar memorinya dan mengingat nama Choi Yeonjun.
"Yeonjun?" tanyanya.
Penasihat Kim mengangguk, "Jadi itu namanya. Keluarga Yeonjun adalah bagian dari keluarga Kerajaan Timur. Tapi karena konflik lama, mereka keluar dari silsilah kerajaan. Meski begitu, Yeonjun punya hubungan darah dengan keluarga kerajaan."
"Yeonjun keluarga kerajaan? Sungguh? Dia tidak mengatakan apapun soal itu. Apa dia menyembunyikannya dari kami?" Nora mulai sibuk bermonolog, terlalu syok dengan berita ini.
"Atau mungkin dia sama seperti anda, tidak tahu tentang keluarganya."
"Ah..." Nora mengangguk mengerti. Bisa jadi, batinnya.
"Ini adalah kamar tidur utama di istana. Tempat ini satu-satunya tempat bersihir besar dan dijaga karena Raja wafat di sini." Penasihat Kim membukakan pintu besar di depan Nora.
Gadis itu diam melihat apa yang ada di depannya. Nora sangat ingat tempat ini. Tempat yang sama persis seperti yang ada di mimpinya.
Bedanya, sekarang terlihat lebih rapi dan terawat. Tanpa bercak darah dan dampak perkelahian.
"Yang Mulia Raja juga mengalahkan musuh di kamar ini. Sampai kerajaan pemberontak akhirnya berada di bawah kekuasaan kerajaan ini dengan kontrak kerjasama selamanya."
"Kerajaan kecil yang sekarang menjadi Kota Primus?" tanya Nora memastikan.
"Benar. Pemberontakan memang terjadi di sana, tapi delapan belas tahun terakhir pemberontakan sudah padam, mereka sibuk membangun perekonomian, yang bagusnya Kota Primus sudah seperti pusat kegiatan kerajaan."
"Meski begitu, saya yakin ada orang orang yang masih memberontak, membentuk gerakan diam-diam untuk mencari keluarga kerajaan. Karena itu saya bilang, anda tidak aman di luar sana."
"Lalu, aku harus apa?" tanya Nora, melangkahkan kaki dengan ragu masuk ke kamar tidur Raja. Mereka familiar seketika.
"Terserah keputusan anda, Yang Mulia. Tapi jika saya boleh menyarankan, melawan saat diserang adalah keputusan dengan resiko rendah saat ini. Selama dua puluh tahun kami sudah bersiap untuk menjaga kerajaan, jadi saat ada gerakan menyerang, melawan adalah pilihan anda."
Nora berpikir sejenak, duduk di atas ranjang yang ternyata sangat empuk itu. Kemudian menatap Penasihat Kim yang setia menunggu di ambang pintu.
Setelah diam beberapa saat, Nora memutuskan, "Tuan Penasihat, lakukan yang menurutmu paling baik untuk sekarang. Aku masih harus banyak belajar."
Penasihat Kim tersenyum kebapakan, mengangguk mengerti, "Terima kasih, Yang Mulia."
"Apa itu artinya waktu kita hanya dua minggu? Ulang tahunku dua minggu lagi," tanya Nora.
"Benar. Ada rencana, Putri?"
"Apakah anda mau membantu saya mempelajari semua hal yang perlu saya ketahui? Setelah itu mungkin kita bisa bersiap?" usul Nora.
"Baik, Yang Mulia. Sebelum bekerja, saya akan memanggilkan pelayan untuk membantu anda bersiap. Anda sudah menempuh perjalanan yang sangat panjang, bukan begitu?"
Nora tersenyum simpul, mengangguk menyetujui. Ya, dia sudah melewati jalan yang panjang dengan kejutan kejutan tidak masuk akal. Dia lelah, tapi setidaknya kali ini dia merasa kadar keamanannya naik walau sedikit.
Nora memandang lukisan Raja dan Ratu di atas tempat tidur mereka. Mengamati wajah ayah dan ibu kandungnya hingga puas.
"Apa aku benar benar anakmu, Yang Mulia?" gumam Nora ragu.
⋇⋆✦⋆⋇
"Kita akan kemana, Tuan Besar?"
"Ke area Istana."
-tbc-
KAMU SEDANG MEMBACA
Ours - TXT [✔]
Fanfiction[ғᴀɴᴛᴀsʏ - ᴀᴄᴛɪᴏɴ] "Hahaha, coba kalau bisa!" "Hei?" "Tidak!" "Kenapa jadi seperti ini?" "Aku takut." "Kembali, kumohon." "Maaf." "Aku hitung sampai tiga, kita kabur." Lari! Lari sekuat tenaga! Sampai kamu cukup siap untuk menghadapinya. Waktu yang...