Chapter 8

19 6 1
                                    


Seminggu berlalu, sejak terpilihnya Aqila dan teman-temannya menjadi pengurus MPK. Tiga hari yang lalu MPK mengadakan pemilihan ketua dan wakil ketua MPK yang baru. Lestari dan Dzaki terpilih untuk mengemban amanat menjadi ketua dan wakil ketua MPK periode tahun ini.

Setelah pemilihan dilakukan, mereka semua mengadakan perkumpulan untuk membahas Struktur Organisasi mereka serta Kepanitiaan untuk pemilihan pengurus OSIS yang baru.

Aqila tidak menyangka bahwa ia kembali akan dipercaya untuk mengemban amana sebagai Bendahara, walaupun kali ini ia hanya sebagai wakil Bendahara, tetapi tetap saja ini adalah sebuah amanah yang harus ia jalani.

Pengalamannya sebagai Bendahara sejak di Organisasi MTs serta Pondok Pesantrennya dulu mengantarkan ia kembali menjadi seorang Bendahara di Sekolahnya yang sekarang.

Hari ini MPK mengadakan acara pertamanya, yaitu seleksi kepengurusan OSIS yang baru. Banyak siswa yang antusias mengikuti kegiatan kali ini, meskipun tidak sebanyak ketika pemilihan pengurus MPK minggu lalu.

Seperti yang pernah Althaf katakan, ia tidak akan mengikuti kepengurusan MPK untuk tahun ini, namun ia akan mengikuti kepengurusan OSIS, terbukti ketika ia menjalani tes demi tes untuk dinyatakan layak bahwa ia menjadi salah satu dari pengurus OSIS yang baru.

Aqila yang mendapat tugas mencatat pengeluaran dan pemasukkan keuangan untuk acara ini, ia belum mendapatkan tugas baru. Karena tugasnya sudah selesai ia memutuskan keluar dari ruangan untuk mencari angin sore yang menyenangkan.

Disaat Aqila menikmati semilir angin, ia merasakan bahwa ada seseorang yang berdiri disampingnya dengan jarak kurang lebih satu meter.

Aqila melihat siapa yang berdiri disampingnya, betapa terkejutnya Aqila ketika mengetahui bahwa itu adalah Rafka. Rafka Azka Putra lelaki yang menarik perhatian Aqila setelah Althaf.

Aqila merasakan jantungnga kembali berdetak abnormal dan pipinya terasa panas, ia membuang muka agar terlihat biasa saja dekat dengan Rafka.

Aqila ingin menyapa Rafka, tetapi suaranya serasa terkunci ditenggorokkannya. Jantungnya yang masih berdetak abnormal membuatnya sulit untuk berkonsentrasi sekaligus mencari topik pembicaraan.

Ia melihat kembali Rafka bertepatan dengan Rafka yabg melihatnya sambil tersenyum ramah kepada Aqila. Ia jadi salah tingkah dibuatnya.

"Hai..." ucap Aqila gugup setelah berusaha mencari kata yang tepat, dan keluar hanya kata "hai" saja tidak ada yang lain.

Rafka menganggukkan kepala seraya tersenyum menanggapi sapaan Aqila.

"Ka-kamu Rafka kan?" Aqila masih berusaha untuk berbicara dengan Rafka, karena ini adalah hal yang sulit dilakukan sebelumnya.

"Iya, aku Rafka" jawabnya sambil tersenyum, "salam kenal" sambil mngulurkan tangannya untuk berjabat tangan. "Nama kamu siapa?" Tambahnya kembali.

Aqila menangkupkan tangannya di depan dada, "Aqila, namaku Aqila" jawabnya.

"Ah ya maaf Qila" ucap Rafka sambil menarik tangannya kembali.

"Tidak apa kok" jawab Aqila sambil tersenyum.

"Ah ya kamu dari kelas 10 MIA 2 kan?" Tanya Rafka yang kali ini memainkan ponselnya, sepertinya ia sedang melihat gambar hasil potretnya barusan.

Kebetulan Rafka diberi amanah sebagai Pantia dibagian Pubdekdok (Publikasi Dekorasi dan Dokumentasi).

"Iya, kok tau?" jawab Aqila penasaran, karena baru kali ini mereka berbincang.

Rafka menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal, ia terlihat kikuk ketika mendapat pertanyaan dari Aqila. "Denger pas kemarin kumpul MPK" jawab Rafka terlihat malu.

Mendengar jawaban dari Rafka membuat Aqila tersenyum membali, ternyata Rafka Rafka memang termasuk cowok yang pelit kalo ngobrol, ia harus ekstra sabar ketika bersosialisasi dengan Rafka. Saat ini Aqila sudah kembali seperti biasa, ia sudah bisa mengendalikan detak jantungnya, "Oh iya kamu lulusan dari MTs Al-Anfal kan?" Ketika Aqila teringat sesuatu.

"Iya, kamu tau?" Rafka sangat heran mendengarnya, karena tidak semua orang tau sekolah asalnya.

"Aqila punya temen yang pernah sekolah disana, Aqila juga kenal Yusuf katanya temen kamu juga" Aqila langsung menutup mulutnya ketika nama Yusuf keluar dari mulutnya.

Rafka penasaran bagaimana Aqila bisa tau banyak tentangnya, sekolah tempatnya menimba ilmu waktu itu tidak terlalu banyak diketahui banya orang daerah sini, ia hanya menganggukkan kepala kemudian menatap ponselnya kembali.

Melihat reaksi Rafka membuat Aqila bersyukur ternyata Rafka tidak kepo seperti dirinya.

"Kamu kenal sama Yusuf dari mana?" Pertanyaan itu seketika membuat senyum Aqila luntur dalam sekejap. Ia harus mencari jawaban yang pas, jangan sampai ia ketahuan bahwa selama ini ia mencari informasi Rafka dari teman-temannya.

Aqila tidak sengaja bertemu dengan Yusuf ketika ia berkunjung untuk menemui Gurunya di Pondok Pesantren Al-Jauharotul Qur'an tempatnya menimba ilmu agama ketika MTs. Ia tidak sendiri datang kesana, Aqila ditemani Haifa dan Nazla. Mereka menginap satu malam disana sebelum kembali lagi untuk bersekolah seperti biasanya.

"Oh itu, kan Aqila punya temen yang satu sekolah sama Yusuf, terus Yusuf juga kan sekarang mondok di pesantren Aqila dulu menimba ilmu" jawab Aqila jujur, karena ia tidak pandai untuk berbohong.

Rafka hanya menganggukkan kepalanya kembali. Membuat Aqila kesal dan bersyukur dalam satu waktu.

Bagaimana ia tidak kesal jika respon yang diberikan Rafka hanya anggukan kepala saja. Ia juga berayukur karena Rafka tidak kepo seperti dirinya yang selalu ingin tau banyak hal yang mengenai dirinya.

Aqila menghembuskan napasnya gusar, ternyata memang susah untuk bisa berkomunikasi dengan Rafka.

Ia kembali menikmati angin sore sambil menunggu semua acara selesai.

"Aqila.... Aqila.... Qila" panggil seseorang dari ujung koridor lantai dua tempat Aqila dan Rafka berdiri saat ini.

Aqila sudah tau siapa yang memanggilnya saat ini. "Iya kenapa Nazira?" Jawab Aqila

Nazira berhenti sekitar tiga meter di depan Aqila, ketika ia melihat Rafka berdiri disamping Aqila dengan jarang kerang lebih satu meter. Ia tersenyum menggoda Aqila, jelas Aqila tau maksud dari senyuman itu.

"Kenapa?" Ulang Aqila, karena Nazira tidak menjawab pertanyaannya.

Nazira ingat maksud dan tujuannya saat ini adalah untuk mengajak Aqila kembali masuk ke ruangan, karena acara sebentar lagi akan selesai, "Aqila mari kita beres-beres, bentar lagi kita pulang" Nazira langsung menarik lengan Aqila tanpa menunggu jawaban darinya.

"Pelan-pelan Naz!" Ucap Aqila berusaha menyamakan langkah Nazira.

Sepertinya Aqila harus bersabar karena Nazira tidak mendengarkannya, Nazira tetap melangkahkan kakinya bahkan ia menambah kecepatan langkahnya, sehingga membuat Aqila semakin kesulitan untuk menyamakan langkahnya.

Mereka terus berjalan hingga sampai di ruangan, yang ternyata di dalam tidak terdapat siapa-siapa. Membuat Aqila kesal bukan main, ternyata ia dikerjai oleh Nazira.

Ia menatap Nazira yang tengah menatapnya dengan pandangan yang memang sulit untuk Aqila pahami.

Kali ini nyali Aqila menciut ketika melihat tatapan Nazira, ia tadinya ingin memarahi Nazira karena sudah menariknya pergi begitu saja dari hadapan Rafka tanpa pamit terlebih dahulu dan pastinya tanpa persetujuan darinya.

Aqila gugup melihat tatapan yang diberikan Nazira, karena tidak seperti biasanya Nazira menatapnya seperti itu.

"Ka-kamu ke-kenapa liatin Aqila kayak gitu?"

//*/^__^/*//

Alhamdulillah Bisa Publis lagi hari ini :)
Setelah beberapa hari di sibukkan dengan kegiatan PAT :)

Jangan lupa kasih vote+komentnya ya!:)

Crumbs of Heart (WoL)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang