(๑˙Duabelas❥˙๑)

9.4K 950 61
                                    

'Tak ada kala dalam tumbuhnya rasa. Karna ia tumbuh begitu saja,'

🌹 🌹 🌹

[Cinlok]

Pesawat sudah take off sejak dua jam yang lalu. Hanya ada keheningan antara Allin dan Kenta sejak kejadian tadi pagi.

Kenta yang menghindari dan Allin yang tak mau mengganggu. Bahkan kini Kenta memejamkan matanya dengan earphone yang menutup rapat kedua telinganya.

Allin pun mencoba untuk tidur juga. Walaupun tanpa sepengetahuan Allin, Kenta sebenarnya tak tidur, pria itu hanya memejamkan mata.

ლ ❥ ლ

Akhirnya mereka sampai juga di Indonesia. Allin membuang nafasnya lega. Udara malam membuatnya merasa segar. Memang bagaimanapun negara asal adalah yang terbaik.

Saat berjalan menuju mobil jemputan, Kenta terlihat merintih kecil. Allin yang melihat pria itu menginjak paku hingga menancap menembus sepatunya hingga kulitnya, langsung mendekati pria itu.

"Astaga pelan-pelan!" Pekik Allin merasa nyeri sendiri saat Kenta tengah menarik paku itu keluar. Sang sopir menjemput yang ikut berjalan di belakang pun terlihat khawatir. "Ya ampun, gapapa, Den?!"

Terlihat darah membaluti paku yang sudah Kenta buang ke tempat sampah.

Kenta kembali berjalan tanpa memperdulikan lukanya. Malah Allin dan sang Sopir yang menganga nyeri. Membayangkan bagaimana perihnya itu saat berjalan.

Saat di mobil, keheningan kembali mengitari suasana mereka. Tak sengaja Allin mendengar rintih kecil Kenta saat pria itu tengah melepas sepatunya dan mengganti dengan sendal. Terlihat di bagian ibu jarinya yang tadi sempat tertancap paku.

Tanpa berkata sepatah kata pun Allin menarik kaki Kenta hingga pria itu yang tak siap terkejut.

"Pak? Sedia kotak P3K gak?" Tanya Allin yang disahuti sang Sopir. "Ada, Non.." Pria paruh baya itu mengambilnya dari box mobil depan dan menyodorkannya pada Allin.

"Eh, eh mau apa?! Gausah." Tolak Kenta dan menarik kakinya tapi Allin tahan.

"Allin ini calon dokter. Gak mungkin biarin pasien kayak kamu gitu aja," ujar Allin yang membuat Kenta mendengus geli.

"Emangnya ada dokter kayak lo?" Ledek Kenta membuat Allin menautkan alisnya kesal. "A-Ada kok! Tunggu aja,"

"Yaudah, gausah. Gue bukan kelinci percobaan lo, lo kan belom jadi dokter." Ujar Kenta ketus.

Allin malah tak acuh dan sibuk mencari kapas basah untuk membersihkan darah Kenta terlebih dahulu.

Kenta pun membuang nafasnya dan menyerah. Baiklah, ia akan memberi kesempatan melihat kerja calon dokter kecil ini. Awas saja jika tidak benar, Kenta akan memakannya hidup-hidup.

Allin beralih mengambil obat merah saat luka Kenta sudah bersih. Ia mengolesnya pelan-pelan menggunakan cotton bud dengan teliti dan hati-hati hingga Kenta benar-benar tak merasa perih sama sekali. Sangat lumayan walaupun untuk hal dasar seperti ini.

"Sakit?" Tanya Allin dengan wajah imutnya menatap Kenta. Sampai-sampai pria itu sempat terdiam sebentar. Kenta menggeleng singkat membuat Allin tersenyum lalu kembali mengambil sesuatu di kotak putih tersebut. Yup, sebuah handsaplast.

Selesai.

Allin terlihat bangga sendiri telah menyelesaikannya dengan rapih. Tanpa sadar Kenta ikut tersenyum saat senyum Allin mengembang.

Saat sadar, Kenta langsung mengganti mimik wajahnya. Shit, mengapa Kenta jadi begini.

Kenta tak ingat sudah berapa kali dirinya tersenyum hari ini. Dan pula alasan tersenyumnya aneh. Hanya sebatas melihat senyum gadis di sampingnya ini.

Sadar Kenta, batinnya mencoba menepis.

ლ ❥ ლ

Allin berjalan santai sambil bersenandung riang saat memasuki kelas.

Baru saja tubuhnya muncul di dalam kelas, seseorang langsung memeluknya terpekik. "Astaga, gue kangen woy!" Pekik Jellina membuat Allin memejamkan matanya saking tingginya suara Jellina. Bahkan beberapa siswa dan siswi yang ada di kelas sedikit kaget melihat Jellina yang biasanya tak banyak bicara jadi se-ekspresif itu. Sangat tak terduga.

"Gimana?! Oma gue baik dan asik'an?!" Tanyanya riang. Allin terkekeh lalu mengangguk. "Oma kamu baik banget."

"Iya dong, kan mirip cucunya." Pedenya membuat Allin terkekeh.

"Ka-" baru ingin mengucap Kenta dengan sebutan 'Kak'. Tapi ia baru ingat, Kenta melarangnya untuk memakai embel-embel itu. "Kenta gimana? Tadi malem dia kena paku dalem banget loh. Pasti walaupun lukanya kering masih nyeri banget." Tanya Allin khawatir.

Jellina yang tak sadar dengan panggilan Allin yang berbeda dan malah fokus dengan wajah khawatir Allin memasang wajah menyebalkannya. "Cie.. Perhatian amat sih, ketinggalan cerita berapa episode nih gue?" goda Jellina membuat Allin terbelalak malu.

"A-Apa sih, gak ada apa-apa sama sekali kok!" Gugupnya.

"Gak ada apa-apa kok tapi panik, hm?" Belum puas menggoda Allin, Jellina kembali menggodanya. "Wah, cinlok ya lo?!"

Allin menggeleng cepat. "Enggak, Jel!!" Jawab Allin cepat.

"Haha, yaudah santai. Cinta juga gapapa kok. Gue setuju kalo Abang gue sama lo mah," goda Jellina tak ada habisnya.

"Ih, apaan sih, Jel. Kantin, yuk?" Ajak Allin menarik Jellina keluar.

"Cie, ngalihin, haha."

"Ish, Enggak Jel.. Kamu kenapa sih?!"

"Hahahha,"

Brukk!-

"Aw!" Seorang gadis terjatuh saat tertabrak Allin. Jellina juga ikut terkejut.

"Astaga, maafin Allin, yah.." Allin menyodorkan tangannya membantu gadis itu bangun. Tapi tepat saat melihat wajah yang sangat tak asing itu, mata Allin membulat.

"Kayla?"

ლ ❥ ლ

Hayo ngaku siapa yang lupa sama Kayla, wkwkwk~ Cek chapter satu yaaa!!

ABOUT KENTA [Telah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang