Ch • 2 || Sayap, Curiga & Badai

393 25 2
                                    

Multimedia: Iris Dakota
=======================
Author's Pov

"Ada yang ingin kalian tanyakan?" Tanya Lauren.

Saat ini mereka sedang berada di kandang para pegasus, dari warna putih hingga ungu pun ada.

"Disini cuman Pegasus dan Peri ya yang punya sayap?" Tanya Iris sambil mengelus sayap seekor pegasus berwarna biru.

"Kalian seharus nya mempunyai sayap, mungkin belum waktu nya." Jawab Lauren.

Grace menoleh lalu bertanya. "Kalau kamu Lau?" Lauren tersenyum kecut.

"Ya." Jawab nya singkat membuat yang lain penasaran.

"Liat dong!" Pinta Irene semangat sambil membayangkan sayap putih besar bak malaikat.

Lauren menggeleng lalu pergi begitu saja meninggalkan mereka. "Aku ada urusan, kalian disini dulu." Pamit nya.

"Dia kenapa?" Tanya Stevem bingung.

Seekor unicorn yang lewat menghela nafas lalu tersenyum. "Memang nya kalian bertanya apa?" Tanya unicorn itu membuat mereka terlonjak kaget, tidak terbiasa mendengar seekor kuda berbicara.

"Aku hanya meminta nya memperlihatkan sayap milik nya." Jawab Irene.

Unicorn itu tersenyum maklum. "Pantas saja." Ucap unicorn berwarna putih itu.

"Kenapa?" Tanya Zane.

"Pertama, perkenalkan nama ku Loulu. Sayap milik Lauren adalah sayap tercantik yang pernah ada.

Berwarna putih keperakan, dengan sayap tajam dan kristal yang bertebaran jika dia mengepakan nya. Bercahaya jika terkena sinar matahari, dapat membuat tornado jika di kepakan, dapat terbang menembus badai." Jelas Loulu.

Jordan bertanya dengan nada tidak mengerti. "Lalu kenapa dia gak mau memperlihatkan sayap nya?" Loulu tersenyum kecil.

"Lauren dari kecil selalu terbang kemana pun dia pergi, jarang sekali kaki nya menyentuh tanah.

Bagi Lauren sayap milik nya adalah segala nya. Sumber kekuatan juga terdapat dari sayap.

Kalian pasti sudah tahu bahwa kekuatan milik Laura tidak sebesar milik kakak kembar nya.

Iri dan dengki menjadi kesialan bagi Lauren, karena iri suatu malam Laura membawa sebuah pedang. Lalu dia memanggil Lauren ke atap.

Malas berjalan, Lauren mengepakan sayap nya, begitu dia melewati sebuah lorong Laura memotong sayap bagian kiri nya.

Lolongan kesakitan dan isak tangis Lauren membelah malam, darah segar menderas dari punggung nya.

Sejak saat itu dia tidak pernah mengeluarkan sayap nya, dia sudah tidak bisa terbang dan..."

"Sudah selesai cerita nya Loulu?" Potong Lauren dingin.

Loulu langsung menunduk meminta maaf, yang lain membeku kaget.

Lauren menghela nafas. "Ah sudahlah, kalian sudah terlanjur tahu." Jeda Lauren pasrah. "Aku harap lain kali kamu harus tahu kapan akan mengerem mulut mu Lou." Lanjut nya.

Loulu mengangguk menyesal.

= Our Dream in One Games =

"Steven..." Jeda Rudolf. "Sepertinya dia menyukai cucu ku." Canda nya.

"Dia lumayan ganteng." Timpal Johan sambil terkekeh.

Rafi mengusap wajah nya gusar. "Bukan itu!"

Johan dan Rudolf tergelak.

"Baiklah, kita serius. Sedikit mencurigakan, reaksi nya dari yang lain berbeda dan juga masa lalu nya yang kurang meyakinkan. Itu membuat nya semakin  mencurigakan." Rudolf menjelaskan.

Rafi dan Johan mangut-mangut. "Memang reaksi nya seperti apa?" Tanya Johan.

Rudolf memutar bola mata nya lalu menjitak kepala Johan gemas.

"Cari tahu sendiri!" Ketus Rafi.

= Our Dream in One Games =

Angin menerbangkan semua barang yang berada di luar. Hujan deras membasahi tanah, petir menghiasi langit.

Sudah sekitar beberapa tahun Tranquila tidak di guyur hujan, jika musim hujan datang, perang pun akan datang.

Itulah yang biasa di ramalkan para penyihir dan peramal.

Rafi sebagai pangeran penerus sang raja, mengurus seluruh kota dan istana. Tempat mengungsi, hingga hewan-hewan yang harus masuk ke kandang, ia yang mengurus.

Rafi masuk ke dalam ruang makan dengan keadaan basah kuyup. Tetesan air hujan menetes dari rambut nya.

Dia duduk di sebelah sepupu nya--Lauren.

"Dimana Iris?" Tanya Rafi setelah menyapu seluruh ruangan.

"Dia di kamar." Jawab Irene.

Suara petir mengejutkan mereka. Tiba-tiba seluruh penerangan mati, mereka memekik kaget.

"Seperti nya ada yang sengaja mematikan seluruh lampu dan obor." Tebak Johan.

"Rafi." Panggil Lauren dengan suara bergetar.

"Iris... dia takut petir dan gelap.." Lanjut nya setengah berbisik.

Tanpa babibu Rafi bangkit dan berlari keluar ruang makan dalam kegelapan. Dia mengepakan sayap putih besar nya menelusuri koridor.

Kamar Iris berada di lantai lima istana, sayap Rafi yang bercahaya menuntun nya untuk terbang.

Dia terbang menembus jendela lalu turun di balkon kamar Iris. Dengan pelan Rafi membuka pintu balkon itu, di sapu nya setiap sudut kamar itu.

Iris sedang berjongkok ketakutan sambil menutup kedua telinga nya. Tubuh Iris bergetar sangat hebat.

"Iris..." Panggil Rafi lembut.

Iris dengan pelan mendongkak, tanpa di duga oleh Rafi, Iris memeluk cowok itu. Tubuh Iris bergetar, kulit gadis itu pucat.

Tubuh Rafi menegang kaget. Dengan ragu Rafi membalas memeluk Iris.

Iris pasti tidak sadar bahwa yang di peluk nya adalah Rafi.

" Just close your eyes

The sun is going down

You'll be alright

No one can hurt you now

Come morning light

You and I'll be safe and sound

Don't you dare look out your window, darling,

Everything's on fire

The war outside our door keeps raging on

Hold on to this lullaby

Even when music's gone
Gone

Just close your eyes

The sun is going down

You'll be alright

No one can hurt you now

Come morning light

You and I'll be safe and sound" Rafi memeluk Iris semakin erat.

Tubuh Iris berhenti bergemetar, air mata nya berhenti mengalir.

Dia merasa aman, nyaman dan... senang?

= Our Dream in One Games = TBC =

[TFF•1] Our Dream In One GamesWhere stories live. Discover now