8. Kamu Pilih Siapa?

126 23 34
                                    

Semua pesan gue juga belum dibaca, cuma centang dua. Padahal dia online. Jadi, gue udah nggak penting nih?

--to someone out there
YCD


--BAGASKARA

Gas, anter ke rumah Bu Widya, yuk? Nganterin tugas nih, gue telat ngumpulin.”

Pagi itu Tiara menelpon. Dari tragedi perampokan kosannya, kami jadi lebih dekat. Seperti ada ikatan tak kasat mata. Senang nggak senang gue berada di situasi ini. Tentu, adanya Diyana cukup mengganjal setiap kali gue jalan atau tertawa bersama Tiara. Gue brengsek juga ya ternyata. Sering gue mencibir diri sendiri begitu. Tapi nggak pernah kapok. Besoknya pasti terulang lagi. 

Waktu Argan memberi kabar Diyana keracunan makanan, gue nggak jadi ke Bandung. Selain karena tiba-tiba Tiara menghubungi gue sambil nangis karena kosannya kerampokan, Argan juga mengabari kondisi Diyana membaik. Meskipun ke Bandung juga nggak bisa nengok Diyana, bapaknya pacar gue itu balik dari luar negeri mendengar anaknya hampir dibunuh sama udang. Hubungan kami harus dirahasiakan. Kurang ngerti politik konglomerat bagaimana, jadi gue iya-iya saja.

Sialan si udang.

Dua hari ini Diyana nggak mengangkat telpon gue. Tumben-tumbenan. Biasanya dia yang rajin telpon. Semua pesan gue juga belum dibaca, cuma centang dua. Padahal dia online. Jadi, gue udah nggak penting nih? Dia hanya keracunan makanan, ‘kan? Bukan struk? Masa menyisihkan waktu dua menit untuk balas chat gue bilang dia ok aja nggak bisa?

“Jangan-jangan Diyana punya pacar baru, Gas.” Si Iman mengompori.

“Diem lo kecoa terbang.”

Gue menghubungi Argan, itu orang malah bilang, “Nggak tahu. Elu kan pacarnya.”

Serba salah deh jadi orang ganteng.

Nggak lama Argan mengirim pesan video. Rekaman tiga menit Diyana lagi main sama anjing berbulu lebat warna putih. Katanya hadiah dari bapaknya atas kesembuhannya. Lama nggak bertemu, dia tambah manis. Rambut Diyana lebih panjang dari terakhir gue ingat. Jadi iri sama anjingnya bisa pelukan sama Diyana pagi-pagi.

Dilihat dari video itu sih Diyana terlihat sehat. Gue bisa tidur siang ini setelah semalaman terjaga takut bermimpi buruk tentang Diyana. Tapi pertanyaan Argan bikin gue terbangun lagi.

Argan :
Lo jalan sama Tiara?

Cuma sebaris kalimat itu gue kehilangan nafsu tidur. Jangan-jangan Diyana mengabaikan gue karena dia tahu akhir-akhir ini gue lagi dekat sama Tiara? Walau bagaimana pun dia tahu dari dulu gue suka sama Tiara. Kalau Diyana mikir macam-macam, gimana? Kalau dia minta putus? Iya sih gue mau kita putus. Tapi ... sayang ah, masa putus. Susah-susah mendapatkannya cuma dinikmati sebentar rasanya bodoh.

Argan :
Gw liat dari instastory Tiara, kalian joget-joget bareng

Pasti waktu di konser dome kampus. Haduh! Tiara kan hidupnya sosial media banget. Apapun kegiatannya dia posting. Setahu gue Diyana nggak punya akun intagram, tapi bisa jadi dia diam-diam punya fake account, ‘kan? Yang memantau pergerakkan gue di sini. Kalau Argan yang cerita tidak mungkin, walau bagaimana pun kita lumayan kenal lama, ya ... dari bocahlah. Prinsip kita  sesama bro jangan menusuk. Kalau ada apa-apa sama hubungan gue dan Diyana, paling Argan hanya menegur.

Bagas :
Ho’oh

Mau mengelak pun keburu ketahuan belangnya. Akui saja. Eh, respon Argan malah bikin gue ketar-ketir. Ini orang sengaja kayaknya.

Argan :
Grup rame tuh ngomongin lo

Sampai segitunya? Gue nggak tahu-menahu soal hot topic di grup angkatan. Sudah dari lama left dari kumpulan orang-orang yang mengaku kaya itu. Gue dan Diyana juga sepakat mengganti nomor supaya kehidupan baru kami nggak diganggu mereka.

Bagas :
Diy ga tau soal ini kan?

Argan :
G

Syukurlah. Yang gue khawatirkan hanya kesehatan Diyana. Dia nggak kuat bertahan di bawah tekanan, apalagi sampai terkejut. Makanya, gue jarang memberi dia surprise takut pingsan. Hati kecil gue yang lain bilang, “Alasan lo aja Bambank!”

Haha. Jadi ketawa sendiri.

Rasa penasaran menggiring jempol membuka satu aplikasi. Sesuai dugaan, banyak yang direct message. Sebagian besar teman-teman SMA, ada juga teman kampus sama kakak tingkatan. Gara-gara Tiara nih gue jadi viral.

***

“Kenapa?”

Entah berapa lama gue main ponsel sampai ketiduran. Sekarang yang ada di hadapan mata luasnya padang rumput, ilalang kecoklatan yang melambai-lambai, juga seorang gadis berpakaian serba hitam. Dia selalu hadir setiap gue memikirkan seseorang sebelum tidur.

“Kamu pasti lagi kangen Diyana ya makanya kamu terdampar di sini?”

Agak aneh mendengar refleksi Diyana menyebut nama Diyana sebagai orang lain.

Gue mengembuskan napas lesu, rumput liar jadi korban mutilasi jemari. “Mungkin iya, mungkin enggak.”

“Kenapa bisa gitu? Kamu aneh, masa tidak yakin sama perasaan sendiri,” kekehnya lembut, matanya menyipit mirip bulat sabit.

“Cantik.” Seketika gue terperangah.

“Hm?” Dia mengerjap bingung. Sepertinya suara gue kurang jelas. “Kamu bicara apa barusan?”

“Hah? Oh—e-enggak, enggak. Hehe.”

Jantung ..., jantung .... Ini hanya mimpi. Jangan sampai terbawa suasanalah. Tapi serius, bertemu Mawar dalam mimpi jadi rindu Diyana di dunia nyata.

Iya, gue manggil cewek mirip Diyana ini dengan sebutan Mawar. Itu juga dapat izin dari Diyana sendiri. Biar nggak disangka terobsesi sama pacar sampai terbawa mimpi, singkat cerita gue membagi pengalaman bertemu sosok Diyana dari alam lain. Diyana memberi saran nama sosok mirip dirinya itu Mawar. Waktu itu gue kira dia bercanda, soalnya lagi booming pembongkaran kelicikan para pedagang makanan yang dicampur boraks namanya sering disamarkan sebagai Mawar.

Iya, biar gampang diingat,” katanya. Diyana memang no ribet.

“Mau cerita?”

Binar di matanya itu Diyana sekali. Jujur, sabar, baik hati, menghindari pertentangan, pasti dia bakal ngalah. Hal-hal yang menjadi alasan gue menyukai Diyana. Kalau ditanya apa kurangnya Diyana, jawabannya cuma satu; kurang percaya diri.

Dia selalu merasa ada orang lain yang lebih layak bersanding sama gue. Padahal yang ngajak pacaran kan gue ya? Bukan atas paksaan dia. Harusnya dia bangga bisa pacaran sama cowok seganteng, sekeren, sekece Bagaskara Rasydi. Bukannya menyembunyikan hubungan kita dari orang-orang. Iya, gue ngerti keluarganya bukan kalangan biasa. Mungkin bakal ada pertentangan kalau mengetahui anak mereka pacaran sama rakyat apaan tuh seperti aku. Awas saja, kalau tiba-tiba Diyana ngasih kabar dia dijodohkan sama sahabat bapaknya demi bisnis. Benaran gue bakal ajak Diyana kawin lari.

Nah, kan, labil. Terdengar cinta mati sama Diyana, tapi main-main sama cewek lain di belakang. Manusia memang serakah.

“Sebenarnya aku lagi dekat sama cewek lain,” aku gue. Sepintas, kilat antusias Mawar meredup. Dia cepat mengubahnya lagi dengan seulas senyuman. “Dia cewek yang pernah nolak gue, War.”

Bicara blak-blakan soal politik perselingkuhan ini pada sosok yang mirip pacar gue rasanya seperti bicara sama orangnya langsung. Deg-degan sekaligus pasrah menerima tamparan kapan saja. Sepanjang gue bercerita, Mawar mendengarkan tanpa menyela. Gue harap ketika suatu saat nanti harus jujur pada Diyana, siatuasinya bisa setenang ini.

Tapi ... apa gue siap melihat Diyana menangis?

Semua kegelisahan gue tumpah dari dalam kendi menyisakan tetes-tetes kesakitan. Kenapa yang gue rasakan sakit bukan lega? Memberi waktu untuk mengambil napas. Gue terkaget tanpa sadar mengusap air mata yang tiba-tiba mengalir.

“Jadi, kamu memilih siapa?” tanya Mawar belum bisa terjawab sampai pertemuan kita yang entah ke berapa.

--YCD--
[Makasii udah dukung cerita ini :)
See you...]

Break The Rules [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang