Perasaanku mirip dinosaurus di mesin pencarian. Cuma bisa lari di tempat, nggak berani lari ke kamu.
--to someone out there
YCD--DIYANATA--
Mereka melakukannya lagi. Iya, mereka. Kak Digta dan tunangan Bang Aska. Entah apa yang terjadi di antara mereka. Aku merasa ada sesuatu lebih dari hubungan calon ipar. Apa pun itu, akan menjadi urusan Bang Aska--kakak pertamaku--nanti.
Aku cuma kasihan kalau Bang Aska belum mengetahui kelakuan adik dan tunangannya di belakang. Walau sikap Bang Aska setiap kami papasan seperti bertemu musuh, di ingatan masa kecil aku pernah dekat dengannya.
Malu aku pada Bagas. Di dalam lemari itu pasti dia mengintip keanehan keluargaku. Aku ingin bangun, mengusir dua orang ini. Namun, nyaliku belum sanggup menghadapi amarah Kak Digta di kemudian hari.
Akhirnya mereka pergi setelah mendengar lenguhanku yang pura-pura. Pintu ditutup dan lampu kamar dimatikan. Bagas perlahan keluar dari tempat persembunyian.
"Mereka kakak kamu?" bisiknya.
Selama beberapa menit dalam situasi genting tadi aku mempersiapkan jawaban. "Iya."
"Oh gitu ...." Bagas mengangguk tidak jelas. Dia mengusap tengkuk. Mendadak gestur tubuhnya canggung.
Aku mengeluarkan selimut dari dalam lemari. Membawanya ke atas sofa dekat jendela kamar. Sekilas aku melihat para penjaga di halaman rumah sedang berpatroli. Ketika salah seorang menyorot senter ke arah jendela, sontak aku menunduk. Bikin deg-degan saja.
"Ada apa?" Bagas ikutan kaget. Mukanya yang terkena cahaya lampu dari luar lucu juga.
"Bukan apa-apa. Para penjaga lagi patroli."
"Baru kunjungan diam-diam, aku setegang ini. Nggak kebayang kalau aku suatu hari nanti bawa Mama dan Papa ke sini buat lamar kamu."
Aku cuma senyum. Satu bantal dari tempat tidur aku berikan ke Bagas. Yang terakhir, aku mengunci pintu. Bahaya kalau tiba-tiba ada anggota keluarga masuk dan melihat ada seorang pemuda tidur di kamarku.
"Kenapa?" Heran, Bagas masih berdiri di tempat yang sama sambil memeluk bantal.
"Are you sure about this?"
"Yakin soal apa, sih, Gas? Tidur kok pakai keyakinan segala. Sana tidur. Aku ada kelas pagi. Besok kita keluar bareng dari rumah ini. Argan yang bakal mengurus cara supaya kamu bisa keluar dari rumah aku."
"But, I don't think so--"
"Plis, Gas. Berhenti bicara pakai Inggris saat sama aku. I'm your girlfriend, pacar kamu, Gas. Dulu kamu nggak gitu. Kita ngobrol pakai bahasa Sunda biasa aja. Sekarang aku ngerasa kehilangan, nggak kenal kamu lagi."
Bagas mendesah. Mendaratkan diri di sofa, masih dengan memeluk bantal.
"Maaf," katanya. "Mungkin gaya bicara aku kebawa lingkungan. But--uhm tapi, aku tetap Bagas yang sama kayak yang dulu kamu kenal kok."
"Dulu ... perasaanku mirip dinosaurus di mesin pencarian. Cuma bisa lari di tempat, nggak berani lari ke kamu."
Bagas menyeletuk, "Azeeek." Tawanya diredam bantal. "Kamu, ih. Bisa-bisanya lagi gini gombal. Kebanyakan gaul sama Argan, nih. Jomblonya kelamaan itu anak. Kenapa juga bawa-bawa dinosaurus."
"Aku ... nggak gombal. Itu memang isi hati aku. Dino nama anak anjing hadiah dari Ayah."
"Serius kamu ngasih nama Dino?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Break The Rules [End]
General FictionBagas dapat melihat masa depan setelah menerima kalung keramat pemberian Diyana. Ia sering mendapatkan mimpi-mimpi aneh. Terutama mengenai hal yang berhubungan dengan keselamatan sang kekasih. Berlomba dengan waktu Bagas harus bisa menghindarkan Diy...