33. Tentang Penjaga

62 13 0
                                    

Kenyataan tidak berhak mengurung mimpi yang bebas.

--DIYANATA--

Mereka mengatakan aku sangat beruntung bisa terbangun dari koma. Kecelakaan yang membuatku berada di ujung maut ternyata menimbulkan ketakjuban.

Cidera yang aku alami amat parah. Harapan hidupku kecil. Suatu hari tiba-tiba aku membuka mata seperti telah dirasuki mantra pembangkit dari penyihir baik. Seseorang yang duduk sibuk dengan ponselnya  tersentak. Tatapannya beradu denganku. Dia Argan, adiknya Reski. Terhitung dari aku dirawat di rumah sakit, Argan menggantikan tugas kakaknya sebagai penjaga.

Argan bukan orang terlatih dalam hal bodyguard seperti Reski. Jika sedari kecil Reski rajin berlatih ilmu bela diri dan digembleng untuk menjagaku, maka Argan hidupnya normal seperti anak lelaki pada umumnya. Argan tidak dipusingkan dengan bagaimana caranya supaya aku tetap aman terlindungi. Argan hanya tahu senang-senang, bukan perih di punggung akibat pecutan ayah sendiri jika terjadi sesuatu padaku. Sebab kesalahanku adalah salah pengajaku.

Reski telah mengalami banyak hal. Aku merasa sangat berdosa hubungan asmaranya juga kandas oleh tindakan kekanakanku. Kami dekat sejak kecil. Jadi rasanya sangat kehilangan ketika perhatian Reski terbagi. Aku cemburu dan membuat pacarnya pergi.

Akibatnya semalaman aku menangis. Untuk pertama kalinya Reski melampiaskan amarahnya di depanku. Ia mengatakan isi pikirannya selama berada di sampingku. Bahwa aku tidak lebih dari gangguan baginya. Hidup Reski terkekang karena Diyana.

Itu menjadi tonggak awal keberanian menghubungi Ayah kembali. Aku mau pulang ke rumahnya asal tidak ada lagi seorang penjaga.

Ayah menolak permintaan soal menghilangkan penjaga. Semua anaknya memiliki minimal satu penjaga. Beliau sulit membiarkan aku tanpa pengawasan seseorang.

Entah apa yang terjadi mendadak Reski datang dan memelukku. Ia menyesal telah membuat sahabatnya ketakutan. Padahal dia tidak salah! Marahnya Reski wajar, tapi dia tetap meminta maaf.

Reski pamit akan tinggal bersama ibunya di luar pulau. Firasatku bilang aku penyebab kepergian Reski.

Rasa bersalah terus tumbuh. Dari tunas menjadi sesuatu berakar kuat. Aku ingin menebus kesalahan, tetapi bingung harus berbuat apa. Kuasa Ayah membentengi aku dari Reski. Kita hilang komunikasi.

Sekarang situasi sulit kembali lagi. Kali ini aku rasa akan menjadi sesuatu yang bisa disesalkan seumur hidup. Aku tidak ingin kehilangan Bagas. Sudah cukup sahabat terbaikku Reski yang hilang kabar. Sebelum hal buruk kembali terjadi, aku harus bisa mengambil cikal-bakal penyesalku. Kalung itu yang berada di tangan Bagas.

"Anak-anak pada ngobrolin kejutan ulang tahun di Jopanra. Lo dimasukin ke grup?"

"Kapan?" tanyaku lesu.

Aku belum pernah merayakan ulang tahun teman dalam kelompok besar begitu. Dari dulu temanku paling banyak dua orang. Pasti seru bisa gabung membuat kejutan.

"Aku enggak tahu mereka mengundang aku ke grup. Ayah masih menyita HP-ku."

Tempo hari aku mencoba kabur dari rumah saat penggantian shift jaga para petugas keamanan rumah. Aku berhasil melewati gerbang. Namun belum sampai gerbang komplek, Bu Lili menangkapku. Alhasil Ayah menyita semua alat komunikasi dari tanganku. Siapa pun yang berani meminjamkan, akan kena hukum. Argan juga dihukum akibat membantu aku kabur.

"Apa masih perih?" Melihat Argan meringis setiap bergerak di kursi malas aku ikut meringis.

Punggungnya luka-luka. Dia menjerit kesakitan waktu aku memukulnya tanpa sengaja. Ternyata Argan punya luka yang dulu pernah aku lihat di punggung Reski.

Break The Rules [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang