1. Memangnya Dia Siapa?

471 44 35
                                    

Harusnya aku lapor polisi, pencurian dan pemaksaan perasaan masuknya pelanggaran hukum juga, ‘kan? Sial, aku suka caranya menjebak. Halus.

--to someone out there
YouCan’tDie

Sebagian jiwaku tertinggal di sana, di alam mimpi tidak berkesudahan. Dunia nyata lebih mengerikan aku rasa. Aku ingin terus bermimpi saja. Di depan mata, pantulan cermin memperlihatkan aku mengusap dada. Bukan refleksi untuk menyatakan kesabaran tiada akhir, walau benar adanya. Melainkan rasa kehilangan. Entah apa, aku lupa.

Dalam mimpi yang bercampur potongan ingatan masa kecilku. Ada anak perempuan, wanita dewasa, dan kalung mawar hitam bergaris perak. Belakangan aku ketahui kalung itu warisan keluarga Ayah. Benda turun-temurun, keramat, tidak boleh jatuh ke tangan orang lain, tapi sekarang berada di tangan seorang pangeran paska maut hampir mencabutku dari bumi. Namanya Bagaskara Rasydi, pemuda berbintang Taurus. Dia mengancam tidak akan mengembalikan kalung itu jika aku menolak jadi pacarnya.

Gila memang. Harusnya aku lapor polisi, pencurian dan pemaksaan perasaan masuknya pelanggaran hukum juga, ‘kan? Sial, aku suka caranya menjebak. Halus.

Singkat cerita kami menjalin hubungan sebagai kekasih, alih-alih menagih janji meneambalikan kalungku, aku memintanya untuk menyimpan kalung itu baik-baik sebagai jaminan. Bahwa aku akan selalu merindukan dia dan dia tidak boleh macam-macam dengan perempuan lain selama menempuh pendidikan di luar kota. Impas.

Ayah tahunya kalung itu hilang karena kecelakaan dua tahun lalu. Jika ayah mengetahui dan kabarnya sampai pada Kakek Jawa, aku kurang yakin Bagas masih bisa melihat hari esok. Kakek Jawa terkenal dengan seribu pengawal berbaju hitam. Aku belum pernah melihatnya, tapi gosipnya begitu.

Sejujurnya aku tidak begitu mengerti silsilah keluarga Kakek Jawa. Yang aku tahu, pemegang kalung itu hanya keturunan terpilih yang punya unsur kata “Ata” dalam namanya. Aku punya unsur itu, makanya aku penasaran dengan kekuatan magis pusaka keluarga Kakek Jawa.

Pasalnya Bagas selalu menceritakan hal aneh, tentang mimpi buruknya mengenai diriku selalu menjadi kenyataan. Terkadang aku kasihan dia tidak bisa tidur karena takut bermimpi buruk lagi. Mungkin karena itu pula, ikatan hubungan kami dimulai. Entah bagaimana kerjanya yang jelas dia akan mengetahui setiap hal menyakitkan yang akan menimpaku.

Jadinya dia paranoid, sedikit-sedikit khawatir. Ulahku juga karena sering jatuh, sakit dan menangis.

***

“Selamat pagi, Non. Sarapan dan mobil untuk berangkat kuliah sudah siap.”

Kehidupanku kini penuh aturan, sebelumnya hanya ada kebebasan tinggal di desa bersama Tante Thalita—adiknya Bunda. Seperti kisah Timun Mas pada usia 17 tahun dijemput raksasa dari dua petani tua. Aku juga diambil paksa Ayah dari Tante Thalita. Ayah akan memimpin masa depanku. Katanya orang tua lebih tahu. Aku harus masuk kampus sesuai pilihannya, jurusan pilihannya, ini-itu pilihannya. Peranku di sini sebagai boneka putri-putrian.

Di balik pintu kamar ini, pelayan berseragam ala hotel berseliweran antara dapur dan ruang makan. Monoton, hitam-putih, abu-abu, terkadang apron cokelat polos. Mereka sedang mempersiapkan sarapan pagi, yang tidak istimewa menurutku jika hanya dinikmati sendiri.

“Non, sarapannya?” Seorang wanita bersanggul memperingatku.

Aku menghela napas, menatap panjangnya meja makan. Kursinya aku hitung ada 12. Hanya aku di sana. Orang-orang itu kurang peka, bukannya menemani aku makan malah berdiri di belakangku seperti robot.

Setiap pagi rumah sibuk begini. Di bawah tangga, di ruang tamu, di mana-mana mereka mengelap lantai sampai bisa dipakai bercermin. Para tukang di taman depan rumah memotong rumput, sebagian lagi di halaman belakang membersihkan kolam renang dari daun-daun yang gugur. Mereka terlihat sangat menikmati pekerjaannya.

Break The Rules [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang