14. Sejak kapan?

19 1 0
                                    

🍁🍁🍁

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🍁🍁🍁

Meysha berjengkit kaget saat seseorang menepuk pundaknya. “Haish...Kaget tau ga sih!”

“Ngapain sendirian disini?” tanya Feri yang tadi menepuk pundak Meysha. ”Gue kira tadi kunti lagi nyamar jadi lu.”

“Nyari angin, kunti mau nyamar kayak gue juga susah, Fer. Butuh kunti yang pro”

Feri memilih duduk di kayu lapuk, sebelah Meysha. “Iya tau kok gue. Yang bikin heboh gara – gara nyasar mah beda.” Feri mengingat bagaimana panik nya Kak Adam dan semua panitia saat Rafa menelpon dan mengabarkan bahwa dia dan Meysha tersesat. Game langsung di hentikan dan fokus mencari Meysha dan Rafa di dalam labirin. Dengan bantuan penjaga labirin tentu nya.

Meysha mengendurkan bahu nya malas. “Please deh, ga usah di inget – inget. Malu kalo denger.” Meysha menatap ponselnya lagi. Berharap ada balasan daru sana. Meysha menggeser duduk nya menghadap Feri. “Lu sendiri ngapain disini?” tanya nya.

Feri menatap ke arah belakang Meysha.  Terdapat beberapa pepohonan sedang, tetapi Meysha bisa melihat dari celah terdapat warkop kecil disana. “Biasa, cowok.”

Meysha mengganguk mengerti. Cowok dan rokok susah dipisahkan.             “Oh.. disana ada apa aja selain rokok?” Meysha bertanya lagi masih dengan menatap celah pohon yang menampakkan beberapa lelaki dan perempuan disana. Merokok atau hanya sekedar nongkrong.

“Mie rebus, pisang goreng, sama kopi. Pengen kesana?” tawar Feri.

“Boleh.”

“Ya udah ayok.”

Mereka berjalan bersisian menuju warkop mini di ujung sana. Meysha butuh sesuatu untuk menghilangkan sejenak keresahan hatinya. Begitu banyak pertanyaan di kepalanya yang belum terjawab.

“Mey,”panggil Feri. “Gimana rasanya nyasar bareng Rafa.” Menyenggol lengan Meysha dengan nada yang menyebal kan bagi Meysha.

Meysha mendengus sebal. “Nyebelin sih sobat lu. Kok betah sih sama dia, heran gue.”

“Jangan salah, gitu – gitu baik kok aslinya. Cuma ya gitu agak bodo amatan.”

“Bodo amatan?” Meysha tertawa. Menjadi pembela Cinta, hanya karena tidak mau ada salah paham dengan nya masuk kategori bodo amatan?
“Lebih tepatnya sok peduli,” sanggahnya dengan penekanan.

Alis Feri menukik sebelah. Ini yang dibicarakan Rafa? Sohib nya yang kaku itu? Ada masalah apa kok Meysha kayak dendam gitu.

“Lah kenapa? Kok lu tiba – tiba ada pikiran Rafa kayak gitu.” Tanya Feri binggung. “Gue yang udah deket dari SMA ga ada tuh sifat fia kayak gitu,” lanjutnya.

“Kurang dalem berarti persohiban lu sama dia.”

Feri berhenti sejenak, “Ga ngerti gue. Langsung jelasin aja deh tuh anak kenapa.”

“Gue mau nanya satu hal dulu.” Meysha juga ikut berhenti.

“Apa?”

Meysha menatap lekat Feri.“Rafa udah punya pacar?”

“Belom lah. Deket sama cewek aja jarang,” jawab Feri cepat.

Meysha mengganguk mengerti dengan nada prihatin. “Oh, friendzone ternyata.”

Feri menyerngit. “Friend zone? Rafa sama siapa?”

“Cinta.”

“Pffttt...” feri menahan tawa nya lalu lanjut berbicara, “Rafa mah ga suka sama Cinta. Yang ada just friend bukan friendzone jatohnya.”

Meysha memukul punggung Feri, “Gue serius Fer! Tadi gue berantem gara – gara Cinta pas di labirin karena dia tuh sok tahu. Dia bela Cinta di depan siapa aja gue ga masalah. Tapi jangan di depan gue.”

Feri semakin binggung, “Ada masalah apa emangnya  sama Cinta? Kayaknya dia baik gitu, kok bisa ada yang ga suka sama dia. Heran gue.”

Meysha berdecih. “Salah. Ternyata sama aja,” dengan suara pelan hampir tidak terdengar.

“Hah? Ngomong apa, Mey? Bener kan Cinta baik.”

Meysha tersenyum pahit. Cukup dia dan Rafa saja yang berperang dingin. Dia tidak ingin menambah orang lagi. Biarkan dirinnya yang mengetahui nya untuk sekarang. Mungkin jika semua sudah lebih jelas hitam atau putihnya tidak abu – abu seperti sekarang.

“Gue sebenernya kasian sama Cinta, tapi semenjak gue pernah ngeliat dia keluar dari gedung apartement jam 4 pagi.” Feri memberi jeda sebentar, “Pikiran gue mulai soudzon sama dia, gue tau dia kekurangan secara finance. Dan gue pikir di jaman sekarang semua hal dilakukan untuk uang. Tapi...ketika gue liat dia di kampus gue rasa dia pasti bukan kayak gitu. Terlalu baik.”
Jantung Meysha berhenti dalam beberapa detik. Menahan nafas. Tidak memperkirakan bahwa kalimat ini yang lolos dari mulut Feri.

“Kapan? Dimana?” desak Meysha.

“tiga minggu yang lalu di apartement PM.”

“Siapa yang lu liat disana selain Cinta, ceritain semua ke gue secara detail.”
Feri menenangkan Meysha yang terlihat sedikit menyeramkan. Dengan mata mendelik ke arahnya dan tangan yang dikepal kuat. “Mey, itu gue pasti salah liat doang. Buktinya di hari berikut nya gue kesana lagi di jam yang sama Cinta ngga ada. Mungkin gue kebayang waktu abis belajar bareng sama dia jadi orang lain gue pikir Cinta.”

“Jawab aja! Dan ceritain detailnya ke gue. Sekarang.” Ucap Meysha penuh penekanan.

SEREINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang