The Edge of 7teen | 01

801 106 18
                                    

10 tahun kemudian—

          Seandainya saja kalau semuanya berubah dari sepuluh tahun yang lalu. Saat umur mereka masih tujuh tahun, saat dimana mereka duduk di bawah bulan dan bintang yang jelas tampak sangat berbeda terangnya.

Namun semuanya terlihat sama. Taehyun tetap menjadi anak laki-laki yang lahir lebih dulu daripada Hueningkai. Ia tetap menjadi kakak untuknya. Tetap menjalani pagi seperti biasanya, dengan segelas air putih yang ada di sampingnya.

"Susunya habis Taehyun, terakhir sudah tertuang di gelas Huening. Hari ini kamu minum air putih ya" katanya. Wanita itu menuang susu ke dalam gelas anak bungsunya yang sedang menatap Taehyun iba.

"Sejak kapan aku pernah minta susu," gumam Taehyun berharap agar Mamanya tahu karena dia ingin sekali saja di perhatikan. Tapi sayangnya suara Taehyun mungkin terlalu kecil dalam suasana yang hening, Mama tidak dapat mendengarnya atau memang beliau sengaja tidak ingin menanggapi.

Dari dulu Taehyun pun bahkan di perlakukan seperti tidak terlihat. Tidak ada yang bisa di lakukan nya kecuali mengalah.

          Hueningkai menggeser gelas berisi susu miliknya kepada Taehyun dengan perlahan. Mulutnya tidak bisa mengatakan sebuah kalimat indah yang selalu ia tulis di buku, ia hanya bisa tersenyum, berekspresi wajah, dan menggunakan bahasa isyarat.

Hueningkai itu sangat tenang dan hening, tidak ada suara selain hatinya yang selalu berteriak, 'jangan perlakukan kakakku seperti itu!' namun meski kalimat itu di ucapkan berkali-kali dengan bahasa isyarat olehnya, kedua orang tuanya tidak akan mau mengerti kalimat isyarat yang itu. Tetap, Taehyun di perlakukan seperti tidak terlihat.

Taehyun tersenyum miris melihat adiknya. Sejujurnya Taehyun sangat sayang pada Hueningkai. Terlepas ia merasa kasihan, ia bahkan selalu berjanji pada dirinya sendiri untuk melindungi adik bungsunya itu. Apa yang membuatnya sakit, Taehyun pasti akan merasakan sakit.

"Makasih, nggak usah.." jawab Taehyun menggeser gelas milik Hueningkai kembali padanya.

"Nggak  apa-apa  minum  aja.  Milikku  kan  milikmu  juga" Hueningkai menggunakan bahasa isyarat mengatakannya sambil mengunyah roti.

"Kai! Kalau makan tidak boleh berkomunikasi.." sahut pria tua yang tidak terlalu tua itu setelah mematikan ponselnya.

"Maaf  pa.."  Hueningkai menunduk setelah itu.

***

10 Minggu lebih awal—

             Hueningkai merogoh saku seragamnya sambil mengisyaratkan bilang 'tunggu' kepada kakak penjaga kasir. Penjaga kasir itu tahu kalau Hueningkai tidak bisa berbicara ia tersenyum dan mengangguk.

Tapi Hueningkai tidak kunjung menemukan uang di saku maupun dalam tasnya. Sementara sudah ada seseorang dibelakang menunggu nya menyelesaikan transaksi kepada kasir.

"Udah biar gue aja yang bayar.. Kak ini sekalian ya!" kata Samantha cewek yang pakai seragam sama seperti Kai. Samantha namanya, sudah ada name tag di seragamnya rupanya. Hueningkai tersenyum kikuk dan merasa tidak enak padanya.

Setelah keluar dari mini market Hueningkai mengucapkan terima kasih dengan bahasa isyarat kemudian membungkuk.

Samantha tersenyum sederhana namun masih terlihat manis di mata Kai. Kemudian mengucapkan kalimat "sama-sama" dalam bahasa isyarat. Samantha tahu bahasa isyarat rupanya, Kai tidak pernah menduga akan bertemu orang seperti Samantha. Dia terlihat terkejut melihat Samantha.

"Kamu  bisa  bahasa  isyarat ?" tanya Kai berusaha menggunakan bahasa isyarat sebaik mungkin ketika mengatakannya.

Samantha mengangguk, "Bunda gue juga sama kayak lo" katanya.

Sibling ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang