INSECURITY 2

124 16 4
                                    

" Hal yang palingku benci, memiliki masa depan dengan orang yang tidak kucintai."
-Rafael Gibranata Wijaya.


"Gimana calon tunangan lo bro?" Tanya Tegar pada sahabatnya yang sedang asik bermain billyard dengan teman - teman yang lain.

Rafael yang ditanya demikian melirik tajam pada lawan bicaranya." Nggak tau gue belum ketemu. Kemaren gue kabur." Jawabnya ketus. Kemudian memilih memfokuskan kembali pandangannya untuk membidik bola.

"Gila! Emang nyokap lo nggak ngamuk?!" Ucap Dimas, ikut dalam perbincangan mereka. Ia tidak habis pikir dengan Rafael yang berani nekat kabur dari janji temu dengan calon tunangannya. Karena Dimas tahu Rafael dididik oleh keluarga yang keras, terutama sang ayah.

Rafael menghentikan permainannya kemudian menatap sahabatnya dengan pandangan yang tajam menusuk. Mereka yang dipandang demikian hanya bisa menghela nafas pasrah, tahu pasti sifat Rafael yang tidak mau dibantah. Apalagi ini menyangkut hal yang sensitive yaitu keluarga.

"Gue nggak peduli. Lagian yang minta dijodohin juga siapa?!" Kata Rafael pedas. Kemudian cowok itu berjalan tegap lalu duduk di sofa yang tersedia disana. Kedua tangannya mengusap wajah gusar. Lalu mengangkat kedua kakinya ke atas meja dan merebahkan kepalanya di sofa dengan tatapan dingin ke atas, manatap langit - langit rumah.

"El, kita ngerti lo nggak suka dengan ikatan ini. Tapi seenggaknya lo hargai Wina, kasihan dia. Wina juga pasti nggak mau dijodohin, sama kaya lo. Tapi mau gimana lagi itu udah jadi keputusan keluarga, jadi seenggaknya jangan sakitin dia. Wina itu cewek baik - baik Man!" Kata Danu, menepuk pundak Rafael pelan. Ia tahu seberapa frustasinya Rafael yang hidupnya harus diatur oleh keluarga, bahkan masalah hati sekalipun.

Rafael mendengus mendengar perkataan Danu, ia memilih diam dari pada kepalanya bertambah pusing. Rasanya beban dipundaknya sudah sangat berat. Yang ia butuhkan sekarang adalah beristirahat, menjaga raganya agar tidak ambruk.

Rafael Gibranata Wijaya anak tunggal dari pengusaha ternama di Indonesia, Bramantio Wijaya dan istrinya Elizabeth Noor. Rafael memiliki fisik yang luar biasa tampan dengan badan tinggi tegap, bahu lebar, dan ototnya yang liat membuat lelaki itu terlihat sangat maskulin. Jangan lupakan wajahnya yang kebule - bulean, dengan bola mata biru laut dan sebuah lesung pipit disebelah kiri membuat dirinya terlihat sempurna. Rafael hidup bergelimang harta, apa pun yang ia mau pasti ia dapatkan. Jadi tidak heran dengan sifatnya yang tak mau dibantah dan keras kepala.

Tapi sayang segala kesempurnaannya itu, hanya angin lalu, tiada arti. Ketika ia memiliki banyak kesempatan untuk memilih, nyatanya sedari awal ia tidak memiliki hak untuk itu. Yang harus ia lakukan hanya, patuh, patuh, dan patuh.

Kebebasannya akan sesuatu seakan dikekang. Segala sesuatu untuk masa depannya seakan telah ditentukan.

"Kenapa gue harus dijodohin si?" Ucap Rafael menggerutu pelan.

"Namanya juga orang tua pasti pengin yang terbaik buat anaknya." Kata Danu menimpali. Mencoba menenangkan sahabatnya itu.

Dari arah samping, datanglah Dimas dengan sekaleng cola ditangannya. Menyodorkan minum itu untuk Rafael. "Ya udah El trima aja napa? Wina itu cantik, pinter, baik lagi. Kurang apa coba? Kalo gue jadi lo udah gue apelin tiap hari."

"Yeee curut itu si mau lo! Emang Winanya mau sama situ? Yang ada baru kenalan udah kabur kali liat tingkah absurd lo!" Kata Tegar sewot, kemudian ia menjitak kepala Dimas untuk menyadarkan cowok itu. Kalau dibiarin takut tambah gila.

INSECURITYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang