INSECURITY 8

71 8 1
                                    

"Setelah mengenalmu yang selalu terlintas diotaku adalah kamu. Tak pernah sekalipun terlupa barang sedetik di dalam kalbu, memporak - porandakan hati tanpa minta diundang untuk bertamu." - Anstasya Ilianova.

Langit mulai gelap. Senja pergi menghilang digantikan malam. Namun, sepertinya belum ada tanda - tanda akan ada kemajuan di sini. Ya! Rafael sedang berada di dalam mobil, menunggu kendaraan yang ada di depanya itu bergerak barang sesenti. Cowok itu harus terjebak macet selama berjam - jam akibat keteledorannya sendiri.

Tadi ketika bel pulang sekolah telah berbunyi, bukannya pulang Rafael justru lebih memilih menghabiskan waktunya untuk bermain basket dilapangan sekolah. Seperti kebiasaan cowok SMA pada umumnya, bermain sebentar sebelum akhirnya memutuskan untuk pulang. Tapi bukan itu maksud Rafael.

Cowok itu hanya ingin meringankan beban pikiran dengan melampiaskan semua itu pada tubuhnya. Mencoba membuat fisiknya lelah hingga tidak ingat apa yang tengah terjadi padanya. Namun sayang, sepertinya keputusan yang telah ia ambil tidaklah tepat.

Lihat saja dirinya sekarang, terjebak macet karena pulang terlalu larut dijam sibuk seperti ini. SUNGGUH KONYOL! Baru kali ini Rafael merasa sangat kalut hingga tidak bisa berpikir dengan benar. Kemana perginya Rafael cowok sempurna dengan segala kecerdasannya? Sepertinya sedang hibernasi karena terlalu sering berpikir.

Rafael menyenderkan kepalanya lelah, namun tatapan matanya masih tertuju kearah jalanan, tangannya juga tetap diam menggenggam setir kuat. Selang beberapa detik terdengar dering ponsel dari arah dashboard. Rafael melirik nama si penelfon sebentar.

Wina is calling...

Merasa tak tertarik, Rafael hanya diam di tempat tidak merespon. Terlihat sekali terlalu malas untuk bicara. Barang hanya sedetik. Lama ponselnya berdiring hingga tiga kali, akhirnya Rafael memutuskan untuk menjawab panggilan itu.

"Halo?" ucapnya datar.

"Halo kak El?" Terdengar suara Wina yang terlihat girang karena telfonnya dijawab oleh sang pujaan hati.

"Kenapa?" Tanya Rafael terlampau cuek. Tidak ingin perbincangan ini berlangsung untuk waktu yang lama.

"Hmmm... itu kakak udah sembuh apa belum?" Tanya Wina malu - malu. Sepertinya gadis itu kurang peka terhadap situasi yang sedang terjadi. Apalagi suasana hati cowok yang sedang ditelfonya.

"Udah," jawab Rafael singkat.

"Ohh gitu kakak udah di rumahkan? Aku pengin jenguk kakak," kata Wina pelan, terlampau lirih. Malu mengutarakan kata "khawatir" di depan Rafael.

"Nggak usah," tolak Rafael cepat.

"Loh kenapa? Kakak lagi nggak di rumah?" Tanya Wina bingung. Kemudian tidak sengaja ia mendengar suara kelakson mobil dari ponselnya. "Oh kakak belum sampe di rumah ya? Nggak papa kok. Aku bisa nunggu," lanjut gadis itu semangat.

"Nggak perlu Win," ucap Rafael tegas.

"Tapi aku pengin," ujar Wina setengah merengek. Siapa sangka cewek baik nan dewasa seperti Wina bisa juga bersikap manja jika sudah jatuh cinta. Rafael mendengus pelan. MEREPOTKAN!

"Gue nggak pengin," jawabnya ketus.

"Oh gitu. Ya udah maaf ya kak ganggu," kata Wina sedih. Kini cewek itu baru sadar bila Rafael sedang enggan untuk bicara padanya. Terlihat sekali dari cara cowok itu menjawab, sangatlah dingin, cuek, plus ketus. Well walapun memang seringnya kaya gitu.

Tidak terdengar lagi suara dari lawan bicaranya, Rafael memilih untuk memencet tombol merah tanda selesai. Tanpa rasa bersalah cowok itu menutup telfon begitu saja. Tidak perlu buang - buang tenaga dan waktu untuk mengucap sepatah kata maupun salam penutup, merupakan ciri khas dari seoran Rafael Gibranata Wijaya.

INSECURITYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang