INSECURITY 3

93 13 6
                                    

"Diam bukan berarti tak berusaha,bisa jadi diamnya kita memilki 1001 arti yang lebih bermakna."- Anastasya Ilianova


Setelah menempuh perjalanan hampir satu jam, akhirnya Asya dan kedua orang tuanya sampai di kediaman Tante Ajeng. Di sana mereka langsung disambut oleh keluarga besar yang sudah berkumpul. Terlihat para tamu yang sudah berdatangan.

Acara anniversary pernikahan tantenya ini memang dibuat lebih meriah dari tahun sebelumnya, mengingat hari ini adalah perayaan pernikahan mereka yang ke-20 tahun.

Asya berusaha membaur dengan sepupu – sepupunya yang sudah lama tidak bertemu, kebanyakan dari mereka sudah menikah atau sedang kuliah. Tidak ada yang sepantaran dengannya, itulah sebabnya Asya sedikit enggan kumpul keluarga, karena tidak ada teman yang bisa diajak ngobrol. Biasanya ia hanya diam mendengarkan, atau menjawab pertanyaan dari keluarga bila ditanya, jika tidak maka ia akan lebih banyak diam.

"Sya gimana sekolahnya? Lancar nggak?" Tanya Henry kakak sepupunya.

Henry ini sepupu yang paling tampan menurutnya, mengingat ada darah Jerman mengalir dalam cowok itu. Henry juga sepupu yang paling dekat dengan Asya, usianya pun tidak beda jauh, hanya beda empat tahun. Sekarang Henry sedang melanjutkan pendidikannya di salah satu universitas ternama di Indonesia.

"Ya biasa aja si kak, gitu – gitu aja. Nothing special."

Asya selalu merasa nyaman bila bercerita dengan Henry. Selain dengan Bundanya Henry adalah tempatnya mencurahkan isi hati. Mereka sudah dekat sedari kecil, jadi tidak heran bila Asya sudah menganggapnya kakak sendiri, lebih dari sekedar sepupu. Henry yang memiliki sifat pengertian membuat ia merasa lega bila sudah bercerita dengannya. Berbeda cerita dengan Saras atau Riesya, bukannya memberi jalan keluar, justru yang ada membawa petaka .

"Makanya keluar rumah dong dek! Masa hidupnya mau di kamar aja?" Gurau Henry.

Asya menghela nafasnya pelan, merasa jengah. Dimanapun ia berada yang selalu di bahas oleh orang pasti kelakuannya yang hanya mendekam di kamar. Nggak ada topic lain apa? Memang udah nyaman, terus harus apa dong?

"Kan Asya emang nyamannya di rumah." Kata Asya cemberut.

"Ya tapi kan kamu tetap butuh sosialisasi sama orang lain."

"Di sekolah juga udah sosialisasi sama temen." Jawab Asya polos.

"Huuh.... ya udahlah terserah kamu aja." Pasrah Henry, tahu pasti adik sepupunya ini bila sudah menyangkut kamar tidak bisa diganggu gugat.

Henry heran, sebenarnya di kamar itu ada apa? Mengingat usia Asya yang seharusnya sedang suka bermain keluar dengan teman sebayanya. Yang satu ini justru mendekam seperti dalam penjara di kamar.

Asya tersenyum senang, merasa menang. Kemudian ia menolehkan pandangannya ke samping. Terlihat Tante Ajeng dan suaminya yang sudah menawan dengan baju batik seragam nan elegan. Senyum bahagia terpancar dari wajah keduanya, Asya yang melihatpun ikut tersenyum bahagia.

"Hei sayang, ponakan tante!" Tante Ajeng menyapanya, kemudian memeluknya erat."Ya ampun, Asya kamu udah tambah besar aja!"

"Hehe, ya iya dong tante masa Asya di suruh kecil aja, kasian Ayah sama Bunda dong yang ngrawat."

"Masyaallah, tante pangling lho sama kamu. Cantik banget!" Puji Tante Ajeng. Asya hanya tersenyum kikuk menanggapi.

Walaupun banyak pujian yang ia dengar tapi entah kenapa ia masih merasa minder dan tidak PD bila bertemu banyak orang. Sekarang saja ia sudah merasa risih karena sedari tadi sudah banyak pasang mata yang meliriknya.

INSECURITYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang