Pink carnations carry the greatest significance, beginning with the belief that they first appeared on earth from the Virgin Mary's tears – making them the symbol of a mother's undying love.
"Jeno-ya, sarapan dulu."
Jeno yang tengah duduk pada kursi tamu untuk memakai sepatunya itu tak seperti biasanya. Tak banyak bicara, apalagi untuk sekadar bersenda gurau dengan ibunya. Biasanya jika ibunya memanggil seperti itu, Jeno pasti akan langsung bersemangat dan menyantap masakan ibunya dengan lahap.
Tapi, beberapa waktu ini berbeda.
Sudah dua minggu sejak kepergian Miu dari dunia ini. Sejak saat itu pula Jeno perlahan-lahan mulai berubah.
"Tidak usah, bu. Aku makan nanti saja," balas Jeno singkat.
Ibunya pun terlihat kecewa, tapi Jeno bahkan tak berniat untuk sekadar melirik keadaaan ibunya. Wanita itu hanya terdiam dari tempatnya berdiri. Kakinya tak bergerak, tak tahu akan apa yang harus ia lakukan.
Padahal selama ini Jeno tidak pernah melewatkan sarapannya. Meskipun harus dikejar waktu supaya tidak terlambat atau ketika hanya berdiam di rumah, apapun keadaannya ia akan tetap makan di rumah.
"Aku pamit, bu."
Ya, Jeno pergi begitu saja. Hanya kata 'pamit' yang ia katakan sebagai salam perpisahan sementara untuk ibunya itu. Tak ada senyum cerahnya yang seperti bulan sabit karena tidak sabar memulai hari atau wajah lesunya ketika mengantuk setelah semalaman bermain game dan hanya tidur beberapa jam.
Ibunya pun hanya bisa menatapi Jeno dengan tatapan yang sulit diartikan. Antara khawatir dan juga sedih. Jeno memang sudah bukanlah anak kecil, ia sudah tumbuh menjadi lelaki dewasa. Namun, ibunya berharap bahwa dewasa bukan berarti menyimpan masalahmu sendiri dan tak membaginya dengan orang terdekat.
Saat malam, Jeno pun berubah.
Jeno selalu pulang larut. Entah apa yang ia lakukan sampai tidak sempat juga untuk makan malam di rumah. Sejak itu, tidak pernah Jeno menginjakan kakinya di rumah sebelum pukul dua belas malam.
Ibunya khawatir. Setiap malam ia memilih untuk menunggu Jeno pulang pada sofa ruang tamu. Lagi pula mana bisa ia beristirahat sebelum ia melihat putra semata wayangnya sampai.
Sembari menjahit pakaian-pakaian dengan tangan, akhirnya penantiannya hari ini selesai Beliau mendengar suara pagar depan digeser perlahan. Saat itu tak terasa jam dinding sudah tertuju pada angka dua. Malam ini rupanya Jeno pulang cukup larut dibanding malam-malam sebelumnya.
"Jeno? Sudah pulang, nak?"
Ibunya itu pun bangun dari duduknya dan menghampiri Jeno. Wajah anaknya terlihat begitu lelah, seakan ada beban besar yang tertumpu pada bahunya. Ketika berada di depannya, aroma minuman keras menguar dari mulut Jeno. Ibunya pun mengusap lengan anaknya itu dengan lembut.
KAMU SEDANG MEMBACA
il mio fiore [NOMIN ; Lee Jeno x Na Jaemin]
FanfictionJeno kabur ke Seoul saat tahu bunganya yang indah itu akan dinikahi orang lain. Setelah 3 tahun kemudian ia kembali untuk memulai hidup baru dan ia mendapat kabar kalau Jaemin sudah bercerai. Tapi ternyata Jeno kalah sebelum bertempur. Sayangnya sek...