"Dasar pendek." Bisik Pangeran Arion tepat di telingaku.
Bodoh, apa yang kupikirkan tadi? Bisa-bisanya aku malah terpaku. Dasar Viola!
Pangeran Arion menyerahkan scarf-ku sambil berkata, "Ibu menyuruhmu untuk bersiap."
Kemudian, tanpa peringatan, dia menepuk kepalaku dengan santai, menampilkan senyum mengejek yang begitu menyebalkan. Cih, Arion sialan, ternyata dia hanya mengerjaiku.
Masih dengan rasa kesal dan malu, Viola sama sekali tidak mau berbicara dengan Arion sejak kejadian tadi sore.
Saat ini, mereka berdua berada di kamar yang telah disediakan oleh Ratu Farensa.
"Kau ini kenapa sih, Vio? Sejak tadi Pangeran Arion mencarimu," tanya Serina sambil menatap heran.
"Biarkan saja, jangan ditanggapi. Aku malas bertemu dengannya," jawab Viola dengan nada kesal.
Mungkin mereka bertengkar lagi, batin Serina.
"Yasudah kalau begitu, ayo ke tempat perjamuan. Jangan sampai kita telat. Kau tahu, tadi sore tamu dari kerajaan lain datang. Ah, rugi kau melewatkan momen bertemu pangeran-pangeran tampan." Serina menarik tangan Viola, menyeretnya keluar dari kamar.
Saat mereka sampai di depan aula perjamuan, langkah Viola seketika terhenti ketika menyadari kehadiran rombongan Daryan, Arion, Rezvan, dan Jeisson yang berada tepat di belakang mereka.
Viola yang memang tidak ingin berurusan dengan Arion mempercepat langkahnya, membuat Serina hanya bisa mengikuti tanpa banyak bertanya.
"Hei, Nona Viola, kenapa langkahmu seperti sedang dikejar setan?" suara Arion terdengar jelas, menghentikan langkah mereka berdua.
Viola menarik napas dalam-dalam sebelum berbalik, menampilkan senyum yang jelas-jelas dipaksakan. "Iya, Pangeran. Nampaknya di sekitar danau tadi saya melihat setan, sehingga saya jadi takut dan berjalan dengan cepat."
"Benarkah?" tanya Daryan, sedikit tertarik.
"Iya, Pangeran. Bahkan saat ini, setan itu sedang berada di samping Pangeran."
Fyi, selain Arion, yang berdiri di samping Daryan adalah Jeisson. Sontak, pangeran muda itu menampilkan ekspresi 'Hei, aku terlihat seperti setan?'
Viola yang baru sadar akan ucapannya segera memperbaiki kata-katanya. "Ah, maaf. Maksud saya adalah-" ia menunjuk Arion dengan gaya bangsawan yang dibuat-buat, menampilkan senyum manis yang jelas hanya pura-pura.
"Hei, kau ini ternyata pendendam, ya." Arion mendekatinya dengan ekspresi jahil.
"Oh, aku tahu. Jangan-jangan kau berharap aku ci-mmphh!" Arion belum sempat menyelesaikan kalimatnya, karena Viola dengan sigap membungkam mulutnya dengan tangan.
"Ci apa, Arion?" tanya Jeisson penuh rasa ingin tahu.
Menyadari tindakannya, Viola segera menarik tangannya dari mulut Arion. "Maksud Pangeran Arion, dia ingin cilok." Jawabnya cepat, berharap bisa mengalihkan perhatian semua orang.
"Cilok?" Daryan, Rezvan, dan Jeisson mengulang kata itu bersamaan, bahkan Arion pun tampak bingung.
"Cilok itu makanan dari tepung, Pangeran. Tadi sore, Pangeran Arion bilang ingin dibuatkan cilok." Jawab Viola dengan percaya diri.
Tatapan tajam pun ia layangkan ke arah Arion, seolah berkata, 'Kau mati jika bicara macam-macam lagi.'
Namun bukannya takut, Arion malah tersenyum jahil. "Baik, kalau begitu besok kau buatkan cilok untuk kami semua."
Viola hanya bisa mendengus kesal dan mendecak pelan sebelum berjalan menuju aula perjamuan bersama yang lain.
Begitu mereka tiba, aula sudah dipenuhi para tamu undangan dari berbagai kerajaan. Viola dan Serina diberi tempat duduk dekat dengan dua Pangeran dari Summerland.
Suasana semakin ramai ketika pengawal pintu masuk mengumumkan kedatangan keluarga dari negeri Autumnland. Raja dan Ratu Autumnland berjalan beriringan, diikuti oleh putra mereka, Pangeran Julius, yang terkenal dengan keramahan serta senyum menularnya.
Tak lama kemudian, suasana aula berubah menjadi lebih tegang. Keluarga dari Winterland datang.
Aura dingin menyelimuti ruangan ketika Raja Winterland memasuki aula, wajahnya tetap datar dan tak terbaca. Dua pangerannya, Pangeran Elvano dan Pangeran Xavier, berjalan di sampingnya, wajah mereka sama dinginnya.
"Lihatlah, Pangeran Winterland sangat tampan, tapi berwajah kaku tanpa ekspresi," bisik Serina pada Viola.
"Benar, apa mungkin karena mereka tinggal di Winterland, jadi wajah dan aura mereka sedingin tempat tinggalnya?"
Viola mengatakannya agak keras, tanpa menyadari bahwa Xavier cukup dekat untuk mendengar. Pangeran itu pun menoleh dengan tatapan tajam, menatap Viola sebentar sebelum kembali berjalan.
Viola langsung menahan napas dan menunduk. Ia merutuki dirinya sendiri dalam hati.
Arion, yang duduk di sampingnya, menyaksikan kejadian itu dengan tawa tertahan. "Bukankah Winterland memang dingin, Viola?" ujarnya santai.
Daryan, yang menyadari tingkah adiknya, menyenggol bahunya dan berdesis pelan. "Arion."
Akhirnya, acara perjamuan dimulai dengan beberapa hiburan sebelum berlanjut ke sesi makan-makan.
Viola pikir acara akan selesai setelah makan, tetapi ternyata masih ada sesi basa-basi dari para raja dan ratu. Mereka bertanya tentang kondisi kerajaan masing-masing, kendala pemerintahan, dan berbagai hal lain.
Sampai akhirnya, Ratu Grace dari Springland melontarkan sebuah pertanyaan yang membuat semua orang di meja itu terdiam.
"Apakah kedua gadis yang duduk di samping Pangeran Arion itu adalah calon dari Pangeran Daryan dan Pangeran Arion, Farensa?"
Viola dan Serina yang tengah menyesap minuman langsung tersedak bersamaan.
Farensa tertawa kecil sebelum menjawab, "Semoga saja begitu, Grace."
Kini giliran Daryan dan Arion yang tersedak mendengar jawaban ibu mereka.

KAMU SEDANG MEMBACA
The Princes Of The Four Seasons (On Going)
ФэнтезиOn going and on revision. Viola tiba-tiba berada di dunia yang bahkan tidak bisa disebut dengan bumi lagi setelah jatuh dari panggung acara di kampusnya. Terjebak dengan skenario yang tidak bisa dia pahami. Belum lagi dia harus meminta bantuan pada...