Silaunya cahaya matahari menembus celah kain gerobak, membangunkan Viola dari tidurnya. Ia mengerjapkan mata, berusaha menyesuaikan diri dengan cahaya yang menyambutnya. Saat melihat suasana di luar, ia menyadari bahwa mereka telah memasuki kawasan Summerland.
Merasakan pergerakan di belakangnya, Albert, sang pedagang yang menemaninya selama perjalanan, menoleh dan bertanya, "Viola, kau sudah bangun?"
"Ah, iya, Paman. Apakah ini sudah masuk kawasan Summerland?" tanya Viola sambil merapikan rambutnya yang sedikit berantakan.
Albert mengangguk. "Benar. Kau ingin turun di mana nanti?"
Viola berpikir sejenak sebelum menjawab, "Aku dengar saat ini Summerland sedang mengadakan festival tahunan. Aku ingin ke sana, Paman."
"Ah, tepat sekali. Sepertinya memang hari ini perayaan festival itu dimulai. Tidak heran sepanjang perjalanan tadi banyak orang berlalu-lalang menuju pusat kota. Baiklah, nanti Paman akan mengantarkanmu ke sana."
"Terima kasih banyak, Paman," ucap Viola tulus.
Sepanjang perjalanan, ia menikmati pemandangan Summerland yang berbeda dari bayangannya. Walaupun dikenal sebagai Negeri Musim Panas, tempat ini tidak tandus atau panas menyengat seperti yang ia kira. Udara terasa hangat, tetapi tidak menyengat seperti musim panas di Bumi. Angin bertiup lembut, membawa aroma bunga yang bermekaran di sepanjang jalan.
Tak lama kemudian, mereka sampai di pusat festival. Kerumunan orang tampak memenuhi jalanan, tawa riang dan suara musik mengalun di udara. Berbagai pedagang menjajakan barang dagangan mereka di tenda-tenda berwarna-warni, menciptakan suasana meriah.
"Nah, kita sudah sampai di tempat festival," ujar Albert sambil menghentikan kereta tak jauh dari keramaian.
Viola turun dari kereta dan menghampiri Albert. "Terima kasih banyak, Paman Albert. Ini sedikit untuk biaya menumpang beberapa hari." Ia mengulurkan beberapa koin emas.
Namun, Albert menolaknya dengan lembut. "Simpan saja, Nak. Paman ikhlas membantumu. Lagi pula, kau pasti akan lebih membutuhkannya nanti."
"Tapi, Paman..." Viola ragu menerima kebaikan itu.
Albert terkekeh. "Sudah, tak apa. Nanti kalau kita bertemu lagi, cukup traktir Paman makan saja."
Viola tersenyum. "Baiklah kalau begitu. Hati-hati di perjalanan, Paman."
Setelah kepergian Albert, Viola berjalan memasuki keramaian festival. Namun, pikirannya dipenuhi kebingungan—apa yang harus ia lakukan sekarang? Ia terlalu asyik berpikir hingga tidak menyadari seseorang berjalan dari arah berlawanan.
Bruk!
Mereka saling bertabrakan. Meski tabrakan itu ringan, Viola tiba-tiba merasakan sakit kepala yang teramat sangat. Seketika, kilasan-kilasan aneh muncul dalam benaknya. Ia melihat gambaran monster menyerang sebuah tempat yang asing baginya, menghancurkan bangunan dan meneror penduduk.
"Hei, kau tak apa? Apakah kau mendengar ucapanku?" suara seorang gadis membangunkannya dari lamunannya.
Kilasan itu menghilang, dan rasa pusingnya pun perlahan mereda. Viola menggelengkan kepala, mencoba mengumpulkan kesadarannya. "Ah, iya. Aku tidak apa-apa."
Ia tanpa sadar bergumam, "Apa mungkin ini yang dimaksud nenek..."
Gadis di depannya menatapnya penasaran. "Eumm, kau tadi bicara apa?"
"Eh, tidak... lupakan saja. Aku hanya ingat nenekku," jawab Viola cepat.
Gadis itu tersenyum. "Oh, begitu? Namaku Serina," ujarnya sambil mengulurkan tangan.
Viola menerima uluran tangan itu. "Aku Viola."
Serina mengamati pakaian Viola dengan penuh minat. "Kau sepertinya bukan dari daerah sini, melihat caramu berpakaian."
Viola menunduk melihat pakaiannya dan tersenyum kecil. "Eumm, aku seorang pengembara."
"Wah, kau beruntung datang tepat saat festival! Kalau begitu, sebagai permintaan maaf karena menabrakmu, aku bisa menjadi pemandumu selama di Summerland," tawar Serina dengan penuh semangat.
"Tidak usah, Serina. Nanti malah merepotkanmu," tolak Viola halus.
Serina mengibaskan tangannya. "Tidak sama sekali! Ayo, kita cari tempat makan. Pasti kau belum makan, kan?"
Sebelum Viola sempat menolak lagi, Serina sudah menarik tangannya. Merasa tidak ada gunanya melawan, Viola akhirnya pasrah. Lagipula, ini bisa menjadi kesempatan untuk menggali informasi lebih dalam tentang Summerland.
Setelah menemukan tempat makan dan mencicipi hidangan khas Summerland, Viola terkejut. Makanan di sini tampak sederhana, tetapi rempah-rempahnya begitu kaya, memberikan cita rasa yang luar biasa.
Namun, ada satu hal yang sejak tadi mengganjal pikirannya.
Ia tidak melihat satu pun tanda-tanda keberadaan sihir di negeri ini. Jika ini dunia fantasi seperti yang sering ia lihat di film, bukankah seharusnya ada piring terbang ke meja pelanggan atau makanan yang tersaji secara magis seperti di "Harry Potter"?
"Serina, bolehkah aku bertanya sesuatu?" tanya Viola, menurunkan suaranya.
"Tentu, tanyakan saja," jawab Serina sambil mengunyah makanannya.
Viola mendekat dan berbisik, "Apakah tidak ada yang menggunakan sihir di negeri ini?"
Serina menatapnya aneh sebelum terkekeh. "Sihir? Bahkan di dunia ini sihir sudah menghilang, mungkin hampir 100 tahun lamanya."
Viola terkejut. "Kenapa bisa begitu?"
Serina mengangkat bahu. "Entahlah. Dulu, empat negeri di dunia ini memiliki permata yang konon menyimpan kekuatan sihir. Tapi tiba-tiba keempatnya menghilang, dan sejak saat itu, sihir pun ikut lenyap. Semua orang tahu cerita ini. Tunggu... kenapa kau tidak tahu? Ini sudah menjadi rahasia umum."
Viola terdiam, merasa terjebak. "Ah... kedua orang tuaku sudah meninggal sejak aku kecil. Aku dibesarkan oleh nenekku dan lebih banyak mengembara sejak usia 12 tahun, jadi aku tidak tahu banyak tentang dunia luar." kilahnya.
Serina terlihat menyesal. "Maaf, aku tidak tahu..."
"Tidak apa-apa," Viola tersenyum. "Aku hanya penasaran. Aku pernah membaca buku tua milik nenekku yang membahas tentang sihir."
Serina mengangguk. "Andai saja sihir masih ada, pelajaran di akademi tidak akan membosankan. Sekarang, kami hanya mempelajari musik, sastra, tanaman, dan ramuan. Ugh, semua itu bukan gayaku."
Viola terkekeh mendengar keluhan Serina. Setelah itu, mereka melanjutkan makan dengan tenang, sesekali Serina bercerita tentang hal-hal menarik di Summerland. Namun, pikiran Viola masih dipenuhi pertanyaan—apakah ada hubungannya antara kilasan aneh yang ia lihat dengan hilangnya sihir di dunia ini?
.
.
.
Yuk kasih vote dan komen!

KAMU SEDANG MEMBACA
The Princes Of The Four Seasons (On Going)
FantasiOn going and on revision. Viola tiba-tiba berada di dunia yang bahkan tidak bisa disebut dengan bumi lagi setelah jatuh dari panggung acara di kampusnya. Terjebak dengan skenario yang tidak bisa dia pahami. Belum lagi dia harus meminta bantuan pada...