Bagian 2

109 16 3
                                    

Hari ini akhirnya tiba. Viola telah berkemas dengan beberapa pakaian pemberian Maggie, juga ramuan-ramuan yang mungkin berguna di perjalanannya nanti. Semua sudah siap, hanya tinggal menunggu rombongan pedagang yang akan dimintai tumpangan menuju Summerland.

"Viola, jangan pernah lupakan pesan-pesan dari nenek. Itu semua demi kebaikanmu sendiri," ujar Maggie, suaranya sarat dengan kehangatan sekaligus kekhawatiran.

"Iya, Nek. Viola akan mengingatnya," balas Viola, mencoba meyakinkan Maggie bahwa ia akan baik-baik saja.

"Bagus." Maggie menghela napas, menatap cucunya lekat-lekat. "Setelah kau berjalan menjauh dari pelataran ini, rumah ini akan otomatis menghilang. Jaga dirimu baik-baik, Nenek berharap kebaikan selalu menyertaimu."

Viola terdiam sejenak sebelum akhirnya membalas pelukan Maggie. Kepergian ini terasa lebih berat daripada yang ia bayangkan.

Beberapa saat kemudian, suara derap kuda dan roda gerobak yang berputar di atas tanah terdengar semakin mendekat. Rombongan pedagang yang mereka tunggu akhirnya tiba. Tanpa membuang waktu, Viola berlari kecil mendekati mereka, memberikan pelukan terakhir kepada Maggie sebelum berpisah.

"Paman!" seru Viola setengah berteriak, melambaikan tangan ke arah rombongan pedagang.

Salah satu dari mereka menghentikan kendaraannya dan menatap Viola dengan ramah. "Ada yang bisa kami bantu, Nak?"

Viola mengangguk cepat. "Ah, sebelumnya perkenalkan, namaku Viola. Aku seorang pengembara yang tersesat dan ingin pergi ke Summerland. Bolehkah aku meminta tumpangan?"

Pedagang itu, yang belakangan Viola ketahui bernama Albert, mengelus dagunya sebelum menjawab, "Maaf, Nak, tapi tempat yang tersisa hanya di gerobak belakang, bersama sayuran. Apa kau tidak keberatan?"

"Tak apa, Paman. Terima kasih banyak atas bantuannya!" ujar Viola dengan semangat.

Saat ia berjalan menuju gerobak, pandangannya kembali ke tempat di mana rumah Maggie berada. Namun, seperti yang dikatakan Maggie, rumah itu telah lenyap seakan tidak pernah ada. Hanya hamparan tanah kosong yang tersisa. Dengan napas panjang, Viola menguatkan tekadnya dan naik ke gerobak.

Perjalanan ternyata lebih panjang dari yang Viola perkirakan. Jika awalnya ia berpikir hanya butuh satu atau dua hari, kenyataannya mereka baru akan sampai setelah lima hari perjalanan. Itu berarti tinggal dua hari lagi sebelum ia tiba di Summerland, karena mereka sudah menempuh tiga hari perjalanan sejauh ini.

Beruntung, Albert adalah pria baik hati dan ramah. Ia tak hanya memberinya tempat di gerobak, tetapi juga memastikan Viola tidak kelaparan dengan berbagi makanan dengannya. Meski duduk di antara sayuran bukanlah hal yang nyaman, Viola tetap bersyukur.

Di tempat lain, tepatnya di Summerland, persiapan festival telah mencapai tahap akhir. Hanya tinggal beberapa detail kecil yang perlu diselesaikan sebelum perayaan berlangsung dalam dua hari.

"Yakk, Arion! Kau mengambil makananku lagi!" seru seorang pria berusia 24 tahun dengan wajah kesal kepada seorang pemuda yang lebih muda darinya.

Pemuda yang dipanggil Arion hanya terkekeh sambil menjulurkan lidah. "Jangan terus menerus meneriakiku, Kak Daryan. Kau itu sudah tua. Aku takut sebelum kau menikah, keriput di wajahmu semakin berkembang."

"Yak! Bocah! Sini kau!" bentak Daryan, langsung bangkit untuk mengejar adiknya.

Ya, mereka adalah dua pangeran dari Summerland, kakak beradik yang gemar bertengkar, tetapi saling menyayangi.

"Hei, kalian berdua ini sudah besar, masih saja suka bertengkar. Sini, lebih baik kalian memijat Nenek saja," ujar seorang perempuan tua yang baru saja datang.

Arion langsung mundur selangkah dan berseru, "Ah, maaf, Nek! Ini semua salah Kak Daryan, jadi biar dia saja yang memijat!"

"Yakkk! Arion, sini kau!" Daryan buru-buru mengejar adiknya, tetapi Arion lebih cepat kabur.

FYI, mereka berdua punya trauma soal memijat Nenek mereka. Pasalnya, kalau sudah mulai, durasinya bisa sampai dua jam. Mana tahan mereka!

Setelah berkeliling mencari Arion, Daryan akhirnya menemukannya di taman belakang, sedang bercengkerama dengan Raja dan Ratu Summerland—orang tua mereka.

"Yak, bocah! Sini kau!" teriak Daryan, masih kesal karena diejek keriput.

Sang ratu, Farensa, hanya menggeleng dan menengahi, "Daryan, sudahlah. Adikmu memang jahil, jangan kau ladeni."

"Tapi, Ibu! Dia semakin kurang ajar padaku!" adu Daryan dengan nada putus asa.

Arion hanya terkikik. "Lah, bukannya benar? Kalau sering ngomel-ngomel, itu cepat tua dan keriput."

Daryan sudah siap membalas, tetapi suara berat ayah mereka, Raja Devan, menghentikan perdebatan. "Sudah! Ayah pusing mendengar kalian ribut setiap hari. Yang terpenting, dua hari lagi saat festival berlangsung, jangan coba-coba membuat ulah. Jangan buat malu Ayah di hadapan tamu dari kerajaan lain."

"Baik, Ayah," jawab kedua pangeran serempak. Namun, senyum misterius yang tersungging di wajah mereka membuat Raja dan Ratu Summerland hanya bisa menggeleng pasrah.

Festival besar semakin dekat, dan di sisi lain, perjalanan Viola juga semakin mendekati tujuannya. Petualangan baru akan segera dimulai.
.
.
.
.
Yuk kasih vote dan komen setelah membaca.

The Princes Of The Four Seasons (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang