Chapter 18

5.2K 269 37
                                    

Selamat membaca readers nim-!

































"Wah, saya tidak menyangka masakan anda sangat lezat! Kapten sangat beruntung bisa memiliki anda" Puji Jimin kala ia selesai menyantap makan siangnya. Jin yang sedang menyuapi Hyungki menoleh ke arah Jimin karna mendengar pujian yang telah dilontarkan olehnya. "Jangan terlalu formal denganku, panggil saja aku hyung" Jin menatap bergantian pada Suga dan Jimin "Baiklah, hyung" Balas Jimin. Suga telah menyelesaikan makannya sejak tadi, ia hanya sibuk mengamati Jin yang tengah menyuapi Hyungki dengan telaten sambil menimpali percakapan ringan di antara Jin juga Jimin. Setelah dirasa cukup, Suga pun bersuara.

"Hyung, kurasa ini sudah waktunya kami pamit" Jin hanya mengernyitkan dahi "Pamit? Kalian akan menetap di sini, mansion ini memiliki banyak kamar kosong yang tentunya dapat kalian gunakan" Tutur Jin, Jimin dan Suga telah menampakkan ekspresi kaget. "Ayolah, bukankah suamiku menugaskan kalian untuk menjaga keponakannya? Kalian tidak perlu kembali ke kantor pusat. Karna Hyungki berada di sini, kalian juga harus menjaganya di rumah ini" Lanjutnya.

"Tapi—" Perkataan Suga terpotong dengan indahnya kala lidah manis nan tajam milik Jin kembali bekerja sama dengan bilah bibirnya.

"Aish! Kenapa suamiku mempekerjakan orang yang tidak bisa diandalkan"

"Hyung, kita akan tinggal di sini dan terus menjaga Hyungki sepanjang waktu. Aku jamin, kami sangat bisa kau andalkan" Ujar Jimin meyakinkan.


















***




















"Welcome to Swiss, Jungkook. Long time no see" Sambutan hangat yang Hanbin berikan kala Jungkook telah tiba di ruangannya. Jungkook tersenyum manis lalu menjabat tangan Hanbin sembari berujar 'terimakasih atas sambutannya'

Hanbin pun mempersilahkan Jungkook untuk duduk di sofa yabf tersedia. Mereka duduk bersebelahan.
"So, apa yang membuatmu ingin menemuiku, manis?" Ucap Hanbin to the point setelah menyesap kopi yang telah dihidangkan oleh sekretarisnya. Jungkook meletakkan cangkir tehnya dengan begitu elegant. Sungguh pribadi yang sangat anggun. Jungkook mulai duduk sedikit mengarah ke Hanbin. Matanya yang lembut kini menatap sang teman yang mungkin sudah cukup banyak membantu. "Aku membutuhkan bantuanmu. Perusahaanku diambang kehancuran, entah apa yang membuat para collegaku menarik semua sahamnya. Kini aku sedang menjalankan perjalanan bisnis untuk menarik beberapa investor lainnya. Aku sangat berharap padamu, Hanbin" Jelas Jungkook yang setiap perkataannya didengar dengan seksama oleh lawan bicaranya. Hanbin hanya menganggukkan kepalanya, tanda ia paham.

"Klo begitu, aku bisa membantumu"

Oh, tidak. Terbesit rasa keraguan yang entah sejak kapan telah iya rasakan.

























***












"Sial. Dia ingin bermain denganku rupanya" Seringai dari bibirnya terpatri untuk beberapa saat kala ia sedang memakan sarapannya dengan sebuah earphone yang terpasang indah di salah satu bagian telinganya. Ia melahap sarapannya dengan begitu tenang, sembari mencerna setiap kata yang ia dengar dari earphonenya. Tangan, mulut, serta telinganya, semua bekerja sama dengan apik. Tidak lupa dengan otaknya yang terus merancang rencana-rencana yang harus ia lakukan ke depannya.

'The game begin, Mr. Hanbin' Batinnya.
































***















FLASHBACK.

"Ancaman untukmu, jangan pernah berurusan dengan Mr. Jungkook"

Dahi Hanbin mengerut, menukikkan kedua alisnya. Ia memang pandai, tapi entah mengapa ucapan pemuda itu sangat tidak bisa ia proses dengan baik. "Apa maksudmu?" Tanya Hanbin. Orang tersebut menautkan kedua tangannya di dada, sembari membenahi kaca mata hitamnya.

"Mudah saja. Ikuti perkataanku maka hidupmu akan tenang" Jelasnya.

"Kenapa aku harus melakukannya?"

"Karna jika kau tidak mengikuti kemauanku, kau dalam masalah besar" Hanbin ingin membantah lagi, namun pemuda tersebut telah keluar begitu saja dari ruangannya. Hanbin meraung menggaruk kepalanya yang tidak gatal sama sekali, hanya melampiaskan emosi abstraknya.



























***

Bintang mulai memecah menyebar memenuhi setiap sudut langit Swiss.
Menyugukan pemandangan yang sangat amat menenangkan.
Terlihat seorang pria baru saja membersihkan dirinya di sebuah apartement mewah. Menjadi pengusaha sukses tidak menjadikannya orang yang malas. Ia terus saja menggunakan waktunya bersama sang teman sejati yaitu laptopnya. Ditemani secangkir kopi panas yang asapnya terus saja mengepul, ia memainkan jarinya di atas keyboard. Memfokuskan kedua matanya pada angka juga memahami detail dari setiap kalimat. Ya, sangat teliti. Kesimpulan yang nyata.

DORRR!

PRANKKK!

Sebuah peluru menembus jendela tepat di depannya, dan peluru tersebut menghantam laptop kerja yang berisikan file-file penting bernilaikan jutaan hingga miliar dollar. Damn it!

Ia tidak bersuara. Wajahnya pucat seketika dan tangannya bergetar hebat, menandakan bahwa ia tengah dilanda ketakutan yang sangat besar.
Ia memundurkan kursinya perlahan, segera berlari menuju nakas di sebelah tempat tidurnya untuk merogoh ponselnya. Segera ia menghubungi sebuah kontak untuk melaporkan kejadian yang menimpanya. Pikirannya sangatlah kacau.

Tidak sampai di situ. Belasan batu sebesar genggaman tangan, diarahkan untuk mengenai dirinya. Ia segera keluar dari apartementnya, menuju lobi yang menurutnya adalah tempat teraman.

"Tuan Hanbin, apa anda tidak apa apa? Aku mendengar suara tembakan dan kaca pecah. Yang lain mungkin tidak terganggu karena setiap ruangan kedap suara" Seorang penjaga mendekatinya.
"Ya, aku tidak apa. Aku sudah menelpon polisi dan mereka akan segera datang" Hanbin mencoba setenang mungkin. Ini sangat menakutkan. Untuk pertama kali dalam hidupnya, kejadian ini sangat amat mengejutkan.

























Hayo hayo..
Kenapa itu Mr. Hanbin?
Ada yang tau?
komen dong biar seru!

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 01, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

미안해, 정국 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang