11

38 5 0
                                    

Menyalahkan diri sendiri bukanlah sebuah solusi ketika tak ada satupun yang bisa kamu hakimi.

Nabastala murung. Seakan telah kompromi terlebih dahulu. Awan kelabu yang ia tunjukan seperti representasi perasaan seorang lelaki bisu. Mungkin hatinya membuat lisannya kaku. Atau mungkin menurutnya tak ada telinga yang sedia mendengar keluh. Perihal isi kepala yang gaduh juga rasa yang tak lagi utuh.

Mata sayu itu masih memandangi kardus  yang kini tak ada isinya setelah ia habiskan sendirian. Benar-benar sendirian. Ia memilih melewatkan jatah makan siang dan malam agar bisa menghilangkan kue itu dari pandangannya. Dengan harapan hal itu bisa membuatnya melupakan kejadian beberapa hari lalu.

Sayangnya, penyesalan tetap menghampirinya, ia menghantui lelaki itu dengan merasuki kardus yang masih tersimpan rapi diatas meja. Jadi, kardusnya juga harus aku makan?

DRRTT DRRTTT

Suara notifikasi itu mengetuk lamunannya. Sunyinya malam, membuat gelombang suara lebih cepat merambat ke daun telinga. Perlahan tangan kanannya menjangkau ponsel yang kini layarnya memancarkan cahaya.

Sindy Rahayu
Aku bingung harus ngirim permintaan maaf atau justru nerima kata-kata itu dari kamu. Kalo ini semua memang bukan salahku, yaa aku tetep mau minta maaf. Katanya kamu sedih banget ya? Maaf udah bikin kamu sedih.

Rahangnya mengeras, menunjukan urat-urat kekesalannya. Genggaman pada ponsel itu semakin kuat. Beberapa kali ia menelan ludahnya.

Siapa yang pantas aku salahkan, ndy?

Perlahan ia meregangkan semua yang semula terasa tegang. Lelaki itu berusaha menguatkan diri sendiri. Seperti kata Bunda, semuanya pasti berlalu.

...

Jam kosong. Jam pelajaran yang paling disukai anak sekolahan. Tapi waktu tak pernah bisa kosong. Irama setiap detiknya selalu konstan mengiringi segala kehidupan diatas mayapada yang penuh bohong. Juga menemani tatapan kosong Amanda pada tempat duduk yang sudah hampir sepekan kosong.

Tok tok tok

Ketua OSIS yang kebetulan berada paling dekat dengan pintu masuk-pun membuka pintu.

"Eh kang, punten.  Ini saya ketitipan amanah kata bu Santi."

"Ada perlu apa?" jawabnya ketus.

"Mau-eumm-itu kang."

"Mau apa?"

"Teh man-"

"Beli teh manis mah ke warung ibu. Akang mah ga jualan!" Rama memegang gagang pintu, berniat menutupnya.

BRAKK!

Lelaki yang bernama Basith menahan pintu itu dengan telapak tangannya agar tetap terbuka. Tak terlalu kencang, tapi terdengar ia sedikit meringis kesakitan.

"Eh-kang-kang bentar atuh. Bukan teh maniss!!"

"Terus?"

"Teh Manda, kang. Itu disuruh latihan ngedadak sekarang. Bukan teh manis ih akang mah aya-aya wae!"

"Ohhh."

Hening

"Ya-yaudah, bentar."

Dilepasnya genggaman pada gagang pintu yang mulai berkarat itu. Ia membalikan badan lalu menghampiri Amanda yang masih setia memandangi sebuah bangku.

"Kata Basith." sapanya.

"Disuruh latihan?"

Kedua bahunya naik, tanda tak tahu, tak mau tahu.

"None of my bussiness~." sambungnya.

GriyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang