Capítulo 4

460 61 32
                                    

Komen yuk gais. Aku pengen kenalan sama kalian.

Sejauh ini, ceritanya masih ngebosenin, ya?

Ketukan sepatunya terdengar seiring dengan jari telunjuknya yang berulang kali mengetuk meja secara gelisah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ketukan sepatunya terdengar seiring dengan jari telunjuknya yang berulang kali mengetuk meja secara gelisah. Kepala Jimin tertunduk bersama dengan gigi atasnya yang kini tengah menggigiti bibir dalamnya tanpa henti, seolah-olah itu sudah menjadi kebiasaan tatkala kepalanya dipenuhi dengan banyak nama; Kim Lian.

Bayangan gadis itu hadir begitu saja tanpa permisi terlebih dahulu, singgah di dalam otaknya dan itu semua benar-benar menyiksa Jimin teramat luar biasa. Ini bukan tentang Lian yang kemarin bersikap aneh saat berada di atas jembatan Sungai Han. Sebab lebih dari itu, ini tentang kedatangan seorang pria yang waktu itu pernah Jimin lihat kemudian usir kedatangannya saat beberapa penjaga pun juga melakukan hal yang sama seperti dirinya.

Kalau tidak salah pria itu mengaku bahwa dirinya bernama Kim Seokjin, yang katanya berstatus menjadi seorang kakak bagi Kim Lian.

Siapapun yang mendengarnya, mungkin akan berpikir bahwa Kim Seokjin adalah pria yang tidak waras. Itu sebabnya kenapa ia diusir karena selama ini, Lian memberitahu pada beberapa orang bahwa dirinya sama sekali tidak pernah mempunyai seorang kakak.

Jadi sebenarnya, siapa yang tidak waras?

Kepala Jimin mengadah setelah belasan menit yang lalu ia hanya bisa menunduk. Pintu ruangan Lian sedari tadi masih tertutup, dan di dalam sana masih terdapat Seokjin yang Jimin tidak tahu pria bertubuh tinggi itu tengah melakukan apa saja bersama dengan sang atasan. Bahkan kaca bening yang biasanya bisa dibuat untuk melihat apa saja yang tengah terjadi di dalam sana, kini sama sekali tak bisa gunakan fungsinya sebab Lian memilih untuk menutupnya dengan menggunakan gorden tebal berwarna biru gelap. Sialan sekali! Jimin bukannya berpikir yang tidak-tidak, sebab dirinya hanya mengkhawatirkan Lian.

Sementara di dalam sana terlihat presensi Seokjin yang sedari tak henti-hentinya mencari bahan pembicaraan untuk dirinya agar bisa menetap lebih lama lagi bersama dengan sang adik meskipun beberapa kali sempat mendapatkan pengusiran yang tidak mengenakkan. Oh ayolah, tentu saja Seokjin tidak akan masalah dengan itu semua.

"Lian, apa kau ingat saat kita berdua dulu—"

Kalimat Seokjin terhenti bukan karena keinginannya sendiri, melainkan karena suara Lian yang menghentikan semuanya. "Seokjin, tidak bisakah kau berhenti dan lebih baik pulang saja? Kepalaku benar-benar pusing karena sedari tadi harus mendengar suaramu yang bahkan sama sekali tak enak didengar."

Bukannya tersinggung, Seokjin malah tertawa dengan suara yang terdengar seperti sedang dibuat-buat dan itu jelas membuat perasaan Lian bertambah kian makin kesal bukan main, sampai-sampai ia ingin sekali memotong kedua gendang telinganya saja jika ia benar-benar bisa melakukan hal itu untuk dirinya sendiri.

"Tinggal meminum obat saja apa susahnya, sih? Kenapa harus repot-repot pakai mengusirku segala? Aku akan pulang ketika aku ingin."

"Kau tidak lihat jika saat ini aku sedang tidak ingin melihat wajahmu?"

Acatalepsy | PJMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang