Capítulo 8

412 52 12
                                    

Rasanya sudah lama tidak seperti ini.

Maksudnya, Seokjin sudah lama tidak duduk berdua dalam keadaan tenang seperti ini dengan sang adik. Tenang dalam artian; tidak ada pengusiran sama sekali seperti yang sudah-sudah.

Padahal jika diingat kembali setelah kejadian makan malam waktu itu, Seokjin mengira jika dirinya mungkin tidak akan pernah bisa lagi bertemu dengan adiknya. Tetapi ketika dirinya mencoba untuk menelpon Lian dan meminta untuk bertemu, gadis manis itu menyetujuinya dan langsung datang ke tempat yang sudah dijanjikan.

Masih tidak ada konversasi baru yang terjadi setelah Seokjin putuskan untuk menjelaskan semua kesalahpahaman yang terjadi pada acara makan malam waktu itu. Dia mengundang Lian bukan karena meminta gadis itu untuk bekerja sama dengan perusahaan milik sang ayah. Tetapi, itu karena dia ingin membuat semuanya kembali menjadi hangat, alias menyatu—barangkali sepertinya itu tidak akan pernah bisa terjadi.

Kenapa? Karena itu sangat mustahil.

Dan tahu respon seperti apa yang Lian berikan untuk penjelasan yang telah Seokjin lakukan?

“Aku tidak membutuhkan penjelasan itu, Seokjin. Aku hanya tahu tentang siapa sebenarnya kalian di mataku.”

Memang terdengar biasa saja, tetapi justru Seokjin malah merasakan nuraninya yang mendadak diserang oleh rasa takut yang tidak diketahui oleh dirinya sendiri.

Sampai di detik ini pun, Seokjin masih mempertahankan bibirnya yang sedari tadi tidak bisa digerakkan. Seperti terkunci rapat-rapat dan di sisi lain, kedua netranya hanya tertuju pada wajah Lian yang terlihat begitu damai ketika gadis itu sedari tadi tak putuskan irisnya dari orang-orang yang tengah berlalu-lalang ke sana kemari seperti sibuk dengan tujuannya sendiri.

Dari sini Seokjin bisa menyadari bahwa dirinya masih bisa menemukan jiwa adiknya yang dulu—dulu sekali, ketika keduanya masih sama-sama kecil. Kendati Jaehyeon pernah bilang bahwa jiwa gadis Kim yang dulu telah lama mati; jatuh tenggelam.

Ah, Seokjin. Boleh aku minta tolong?”

Saat itu Seokjin mendadak mengerjapkan kedua matanya kala dirinya melihat Lian yang secara tiba-tiba menoleh ke arah dirinya.

“Minta tolong? Tumben sekali. Rupanya hari ini adikku yang manis benar-benar menunjukkan sikap baiknya pada diriku, ya.”

Seokjin memang suka bergurau. Tetapi kalimatnya barusan seperti ia tengah memberitahu pada dirinya sendiri bahwa sang adik hari ini sama sekali tidak menunjukkan sikap ketus terhadap dirinya.

“Tolong beritahu pada Ibu Gayoon bahwa aku tidak suka ketika adiknya menemuiku secara tiba-tiba. Kemarin, dia benar-benar sangat menggangguku.”

Tunggu dulu—Seokjin mengerjap bingung, alias tidak mengerti dengan jalan pembicaraan ini. Baru saja dia akan mengeluarkan suaranya untuk bertanya, Lian sudah terlebih dahulu memutuskan untuk berdiri seraya mengecek arloji yang melingkar cantik di pergelangan tangan kirinya.

“Aku akan kembali ke kantor. Ingat ya, Seokjin. Kau harus bilang pada Ibu Gayoon bahwa aku tidak suka ketika adiknya menemuiku secara tiba-tiba.”

Maka selanjutnya, tatkala Seokjin melihat kepergian Lian yang menjauh begitu saja dari sudut pandangnya, otaknya benar-benar mencoba untuk mencerna semua ini. Meyakinkan diri sendiri bahwa barusan saja, kedua telinganya mungkin telah salah dengar.

Adik?

***

Sudah tujuh kali Jimin bolak-balik keluar masuk ke dalam ruangan kerja Lian hanya untuk mencari keberadaan gadis itu, tetapi apa yang ia lakukan tidak membuahkan hasil sama sekali. Yang ada dirinya malah mengundang beberapa kernyitan dari para karyawan yang tidak sengaja temukan dirinya keluar masuk seperti orang yang tengah kebingungan—dan yeah, memang dirinya sedang kebingungan, sih.

Acatalepsy | PJMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang