Sebenarnya Seokjin bukanlah tipe pria yang suka menyendiri di tempat yang sepi seperti ini. Jika dibandingkan dengan sebuah kedai kopi yang memiliki banyak pengunjung di setiap harinya, maka dirinya akan memilih tempat itu. Lantas mendaratkan bokongnya di bangku paling terbaik, biasanya bangku-bangku seperti itu berada di dalam pojok ruangan ataupun dekat dengan jendela kaca besar berwarna putih atau coklat.
Itu semua sebenarnya tergantung dengan desain eksterior dari kedai kopinya sendiri, sih.
Tetapi sore itu, tatkala Seokjin telah menyelesaikan segala urusan pekerjaannya lebih awal dari biasanya, tubuhnya seolah-olah menyuruh dirinya untuk singgah barang sebentar di atas atap restoran miliknya. Ditemani dengan sekaleng minuman bersoda yang terlihat sangat segar, juga cakrawala yang memamerkan semburat warna jingganya.
Sekelibat memori masa kecilnya dengan sang adik kala itu kembali menyapa ingatannya. Nyatanya Seokjin tidak bisa membohongi dirinya sendiri jika saat ini dirinya tengah merindukan masa-masa itu. Dimana saat dirinya selalu mengajak Lian untuk bermain bersama, sebab mendapati gadis itu yang selalu sendirian dengan beberapa mainan hasil pemberian sang ayah adalah pemandangan yang paling menyakitkan.
Bukannya Seokjin merasa iri, akan tetapi melihat sang adik yang tidak diberikan kebebasan yang sama seperti dirinya adalah suatu hal yang sangat tidak adil. Dia dengan begitu mudah bisa mendapatkan seorang teman yang ia mau, bisa keluar ke sana kemari dengan begitu bebas, asalkan tidak melewati batas. Berbeda jauh dengan adiknya. Gadis manis itu dituntut untuk tetap berada di dalam rumah, bahkan sang ayah memberikannya home schooling yang mana artinya dia hanya bertemu dengan satu guru dan tidak mendapatkan satu seorang teman yang seumuran dengan dirinya. Terkadang jika sedang beruntung, dia diperbolehkan keluar hanya untuk sekedar jalan-jalan — itupun harus sekalian yang jauh.
Untuk itu meskipun selama ini Seokjin telah diberikan kebebasan untuk bermain dimana dan dengan siapa saja yang ia mau, dia lebih memilih untuk menghabiskan separuh waktunya lebih banyak dengan adiknya. Menemani bocah kecil itu belajar sekaligus menjadi teman terbaik.
Akan tetapi, tatkala Seokjin merasakan embusan angin yang melewati wajah rupawannya, ingatannya membawa dirinya untuk kembali menemukan percakapan yang telah ia lakukan tadi pagi bersama dengan sang ibu. Lebih tepatnya itu terjadi saat sebelum dirinya berangkat pergi bekerja, dia menanyakan pertanyaan yang seharusnya sudah ia ketahui jawabannya. Tetapi dia bertanya kembali guna untuk memastikan semuanya bahwa—mungkin saja ada yang tidak diketahui oleh dirinya atau ibunya yang selama ini telah sengaja membohongi dirinya.
“Ibu, apakah Ibu selama ini mempunyai adik?”
Seokjin benar-benar mengingat dengan jelas bagaimana reaksi wajah ibunya di detik itu juga. Dia mendadak merasakan otaknya yang dungu saat indra pendengarannya menerima suara tawa dari sang ibu yang terdengar cukup keras, seperti benar-benar telah mengejek dirinya akibat pertanyaan tidak masuk akal yang telah ia ajukan.
“Kenapa kau menanyakan hal yang selama ini sudah kau ketahui sendiri jawabannya? Nenekmu hanya melahirkan satu seorang putri, Seokjin. Dan itu adalah ibu sendiri. Tidak ada seorang kakak ataupun adik yang ibu miliki.”
“Jangan membohongiku, Ibu.”
“Siapa yang membohongimu? Kenyataannya memang seperti itu. Jika kau tidak percaya, kau bisa bertanya langsung pada ayahmu. Lagipula, kenapa kau tiba-tiba menanyakan hal konyol yang sama sekali tidak masuk akal?”
Pagi tadi, mana mungkin Seokjin akan langsung memberikan jawabannya pada sang ibu. Banyak hal yang selama ini telah ia lewati secara tidak sadar. Tentang kenapa selama ini sang ayah tidak pernah bercerita pada dirinya perihal Lian yang pernah melakukan percobaan bunuh diri saat gadis itu masih berada di Spanyol, kemudian hal apa yang selama ini telah diketahui oleh Jaehyeon, juga sikap aneh dari sang adik yang berbicara seolah-olah selama ini ibunya mempunyai adik.
KAMU SEDANG MEMBACA
Acatalepsy | PJM
FanficJimin dan Lian memiliki pandangan jalan hidup, serta kisah masing-masing yang sangat jauh berbeda dan saling bertolak belakang. Jimin tidak pernah mengira jika dirinya yang selama ini telah dipertemukan dengan Lian adalah sebuah berkat sekaligus mis...