Capítulo 10

312 41 10
                                    

Rasanya sulit sekali bagi Lian untuk memfokuskan dirinya pada beberapa pekerjaan yang belum selesai. Sorot mata tajamnya memang menatap tepat ke arah layar tablet yang menunjukkan beberapa hasil laporan pekerjaan dari pegawainya, tetapi otak kecilnya benar-benar tidak bisa fokus pada benda yang layarnya ia geser-geser tersebut menggunakan stylus pen yang ada di genggaman tangan kanannya.

Bayangan wajah Jimin bersama suaranya yang mengatakan bahwa pria tersebut serius mencintainya benar-benar mengikis habis kewarasannya. Lian merasa bahwa kali ini dirinya benar-benar sudah gila lantaran terus saja memikirkan Jimin yang seharusnya tidak perlu ia pikirkan. Bagaimana bisa si Sialan itu merangsek masuk ke dalam otaknya kemudian ganggui hari-hari sibuknya seperti ini?

Lian benar-benar tak habis pikir. Terlebih lagi pada dirinya yang tadi pagi tak sengaja temukan Jimin bersama senyum semanis permen kapas yang pria itu tunjukkan pada dirinya, oh astaga! Semua itu apa maksudnya, sih? Dia benar-benar membenci Jimin yang seenak jidatnya mengumbar senyum ke arah dirinya.

Sekonyong-konyong Lian merubah pandangan kedua irisnya menjadi ke arah pintu yang barusan saja telah dibuka setelah tadi sempat diketuk. Mendapati presensi Jimin yang kini berjalan menuju ke arah dirinya dengan membawa beberapa dokumen yang ada di tangan kanannya, pun tak lupa dengan pesona wajahnya yang makin hari kian membuat jam-jam kerja Lian semakin berantakan.

"Li, aku datang ke sini untuk meminta tanda tanganmu." katanya sambil menyerahkan beberapa dokumen tersebut.

"Begitukah caramu meminta tanda tangan pada atasanmu?"

Jimin dibuat terperangah. Terlebih lagi ketika Lian yang hanya melirik dirinya sekilas, kemudian membuang wajahnya ke arah sudut lain tanpa menerima beberapa dokumen yang bahkan masih melekat di telapak tangan kanannya.

Hei, sebentar. Apakah ada yang salah dengan dirinya? Mengapa Lian mengabaikannya?

"Suasana hatimu buruk? Kenapa mengabaikanku? Apa kau sedang datang bulan?"

Untuk kalimat yang terakhir itu sontak berhasil membuat Lian menolehkan kepalanya untuk menghadap penuh ke arah Jimin dengan wajah yang mengumpat kesal bukan main. Datang bulan? Astaga, bisa-bisanya pria itu menyebutnya datang bulan sementara sedari tadi presensinya benar-benar membuat diri Lian semakin tidak karuan.

"Datang bulan apa? Berhenti berbicara yang tidak-tidak!" sambil masih memasang raut wajah kesal, Lian langsung menyambar berkas-berkas yang sedari tadi masih ada di tangan Jimin. Membukanya lembar demi lembar, kemudian mencari bagian yang harus ditanda-tangani.

Salah satu alis Jimin terangkat naik ke atas, menatap Lian dengan raut penuh keheranan. Kendati tingkah laku Lian cukup terbilang manis dengan versinya sendiri dan itu semua membuat sudut bibir Jimin samar-samar mengukir segaris senyum tipis, tetapi apakah ada yang salah dengan dirinya (lagi) saat mengatakan bahwa gadis tersebut sedang datang bulan?

Kenapa Lian seperti sangat tidak suka jika dikatai seperti itu? Padahal niat hati dirinya hanyalah bertanya.

"Aku hanya bertanya apakah kau sedang datang bulan atau tidak. Kenapa responmu seperti itu? Apakah ada yang salah dengan pertanyaanku?"

Lian membuang napas kecil, sudut matanya melirik wajah Jimin sekilas yang tengah memperhatikan dirinya. "Memangnya kenapa jika aku sedang datang bulan? Kau ingin memperkosaku saat ini juga?"

Jimin sontak terkekeh yang mana membuat kedua obsidiannya hilang begitu saja dan tergantikan dengan lipatan matanya yang menyipit sempurna layaknya bulan sabit.

"Astaga, aku tidak bilang seperti itu, lho."

"Tidak bilang seperti itu tapi kemarin-kemarin kau mengatakannya dengan sangat bernapsu seolah-olah ingin sekali memperkosaku di detik itu juga. Apa aku benar, hm?" Lian berikan beberapa dokumen tersebut pada Jimin setelah barusan saja ia tanda-tangani.

Acatalepsy | PJMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang