Capítulo 5

458 57 29
                                        

Lian cukup senang karena kedatangan dirinya untuk yang kali kedua disambut dengan cukup baik (seperti kedatangan yang sebelumnya) oleh para pelayan yang bekerja di rumah ayahnya. Mungkin karena memang dirinya yang selama ini tidak pernah terlihat ataupun pernah diakui sebagai keluarga, sehingga para pekerja memperlakukan dirinya dengan sangat sopan; layaknya tamu penting yang tengah berkunjung.

Kedatangan Lian malam ini semata-mata hanyalah untuk acara makan malam yang telah diselenggarakan oleh Seokjin. Sebenarnya Lian enggan sekali menginjakkan kembali kedua kakinya di rumah yang sepanjang hidupnya telah ia kutuk ini, tetapi karena Seokjin memaksa, jadinya ia terpaksa untuk datang. Mau tidak mau—sebelum Seokjin keesokan harinya kembali mengunjungi kantornya lalu berceloteh panjang lebar yang benar-benar sungguh ya—hanya mendengar suaranya saja Lian benar-benar ingin sekali mencabut gendang telinganya sendiri.

Suara Seokjin itu menyebalkan, terlebih lagi wajahnya. Pokoknya Lian benar-benar membenci semua yang ada dalam diri Seokjin, titik.

Kedua iris Lian sedari tadi tak berhenti memandangi sudut-sudut ruangan, meneliti apakah ada yang berbeda dari terakhir kali yang pernah dirinya lihat sebelum pergi, tetapi semuanya masih terlihat sama. Masih tidak ada foto dirinya. Sama sekali tidak ada, dan mungkin memang tidak akan pernah ada sampai kapanpun.

Lucu sekali, Lian diam-diam tertawa sendiri di dalam relung hatinya yang setiap saat bahkan terasa hampa. Apakah barusan saja dirinya sedang berharap meminta untuk diakui?

Cih! Berhentilah sebelum semesta kembali menertawai dirimu seperti dulu lagi, Kim Lian.

“Bagaimana tentang perusahaanmu, Lian?”

Setelah tadi sempat berbicara tentang Lian, kini Kim Junhyung berbicara tentang perusahaan yang telah dibangun oleh putrinya sendiri. Pria yang masih berwajah awet muda di usinya yang kini telah menginjak kepala lima itu rupanya sangat bangga dengan kerja keras yang telah dilakukan oleh sang anak.

Lian masih mengunyah lembut makanan yang ada di dalam rongga mulutnya. Melirik sejenak ke arah sang ayah sekaligus ibu yang saat ini tengah menanti jawaban yang akan ia berikan, sementara Seokjin terlihat acuh dan menikmati makanan buatannya sendiri.

“Perusahaanku baik.”

Singkat, padat, dan jelas. Entah Lian yang terlalu santai atau bagaimana, jawaban yang telah dia berikan barusan bukanlah jawaban yang diinginkan oleh sang ayah maupun ibunya.

“Bukan itu,” Junhyung menjeda untuk berpikir sejenak. “Apakah tidak ada kendala sama sekali selama kau membangunnya?” dia kembali melanjutkan dengan pertanyaan yang kali ini terdengar lebih jelas dari sebelumnya.

“Kata baik sebenarnya sudah cukup untuk menjelaskan bahwa selama ini perusahaanku tidak ada kendala sama sekali. Walaupun kenyataannya ada, aku hanya tidak ingin menceritakan bagian-bagian terpahit itu. Lagipula kenapa bertanya?”

Lian berikan lirikannya sekilas pada sang ayah maupun ibunya secara bergantian. Sementara di sisi lain Seokjin tengah mendengus jengah tak kentara—halus, tak terdengar oleh siapapun kecuali dirinya sendiri. Jika sudah menyangkut pembicaraan soal perusahaan, itu adalah hal yang sangat membosankan untuk didengar. Kenapa tidak berbicara tentang hal yang lainnya saja, sih? Bagaimana dengan membuat lelucon lalu hadirkan tawa bersama?

Bukankah itu sudah cukup untuk hangatkan semuanya?

“Hanya ingin menawari kerja sama. Perusahaanmu dengan perusahaan milik ayahmu. Bukankah itu terdengar cukup bagus, Lian-ah?”

Sepasang sumpit aluminium itu hanya berhenti di atas udara, sebab Lian yang berkeinginan untuk mengambil japchae buatan Seokjin yang benar-benar terasa enak itu mendadak hentikan semuanya tatkala kedua rungunya mendengar bagaimana wanita yang berperan sebagai sang ibu—Kang Gayoon—yang tadi apa katanya? Kerja sama?

Acatalepsy | PJMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang