Bagian 19

219 54 18
                                    

Udah hampir dua minggu berlalu, hubungan gue dengan Chanwoo dan Kino baik-baik aja. Enggak ada kendala, semuanya aman. Maksudnya, yah, di depan gue mereka enggak sehebring dulu. Kecuali kalo Kino ngajak jalan, terus Chanwoo ngamuk, begitu sebaliknya. Jadi gue harus bergantian atau jalan bertiga.

"Porsinya harus sama." itu kata Chanwoo dulu, biar bisa nunjukin perasaannya juga sama.

Kecuali kalo chatting, gue kasih tau, mereka jarang banget kayak gitu kecuali kalo emang penting banget.

"Jadi, Day. Gimana hati lo sekarang?"

Gue menatap Eunbi ragu. Ini orang juga berperan andil untuk memberi setitik warna di dunia percintaan gue yang hitam, tiap hari ditanyain terus diceramahin.

Eunbi menghela napas. "Gini, deh. Lo kan sekarang jadi bertiga mulu kayak ban becak, ada yang bikin lo beda ga?"

"Justru karena barengan, gue jadi enggak bisa ngebedain." gue menepuk paha agak kencang, mata gue terarah ke depan-tepat ke meja Chanwoo yang sekarang kosong karena lagi di ruang ekskul. "Mereka ngetreat gue sama, kalo Kino ngelakuin gini, pasti Chanwoo ikutan. Gitu aja terus enggak mau kalah."

"Lo enggak pernah ngajakin salah satunya jalan diem-diem?"

Gue menoleh ke kiri, menatap Eunbi bingung.

"Hari ini lo ajak jalan Kino, kemana kek. Terus besok atau selang beberapa hari, lo ajakin Chanwoo." Eunbi menopang pipinya. "Rasain bedanya. Lo lebih seneng sama siapa, kepikiran yang lain atau enggak."

Kebetulan banget, hari ini jadwal pembelajaran OSK dipisah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kebetulan banget, hari ini jadwal pembelajaran OSK dipisah. Karena ucapan Eunbi, gue udah berada di depan lab.

"Semoga pilihan gue tepat." gue berdiri menunduk, menatap kaki gue yang sedang menggambar pola enggak jelas di keramik berdebu.

"Apanya yang tepat?"

Gue berdiri tegak, setelah itu memundurkan kepala kaget karena wajah Kino beneran terpampang.

"Kaget, bego."

Kino tertawa, renyah banget di kuping gue kayak biskuit. Mukanya ditarik dari hadapan gue, lalu berdiri dengan benar. "Kenapa kesini?"

"Enggak boleh?"

Mendengar hal itu, kepala Kino sedikit mengintip keadaan di dalam lab. "Jajan mau?"

"Enggak belajar?"

"Kan udah pernah."

Gue menghela napas, emang enggak pernah bener kalo ngomong sama Kino.

Kino hendak menggapai lengan gue, tapi gue tahan. "Enggak pamit dulu?"

Lalu dibalas dengan gelengan. "Kalo enggak mau, enggak masalah."

"Dih, baperan."

"Iya, nih." Kino bersidekap, mukanya jadi songong. "Udah, ah buruan. Jangan lewat ruang ekskul, ya."

Paradoks | 98 Liners ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang