Bagian 2 (a)

1.1K 118 9
                                    

Gue muter bola mata jengah. Gue ditarik ke ruang BK, it's okay, udah sering kok. Tapi, ya, ini masalahnya aneh banget.

Ya, kali gue pacaran di rooftop bareng cowok yang enggak gue kenal? Sinting kali, ya.

"Ngaku aja, kalian mau bolos jam pelajaran, kan?"

Gue menatap cowok ngerokok tadi yang cuma diam ngeliatin Pak Jiyoung. Sumpah, dari mukanya aja gue pengen nampol.

"Pak, sebandel-bandelnya Saya, enggak berani buat bolos." gue mencoba menjelaskan untuk yang ke sekian kalinya. "Lagian ini masih jam istirahat, jam masuk itu lima menit lagi. Ngapain nyeret Saya?!"

Gue bandel di sekolah juga tau diri, nilai gue udah kecil masa mau nambah jeblok gara-gara bolos? Gue bandel sosialita, ya. Sorry.

"Enggak usah ngelak kamu, Kim Dahyun. Kamu dapat tiga pelanggaran."

Gue membulatkan mata. Ini rekor tergajelas dihidup gue.

"Pertama, kamu bolos. Kedua, kamu pacaran. Ketiga, kalian merokok."

"Bapak! Seriusan! Okelah kalo bolos, itu kenapa Saya disangkutpautin sama ngerokok juga?!" gue sepenuhnya menghadap cowok cupu tadi. "Heh! Ngomong dong, bisu lo, ya?!"

Cuma dilirik sebentar, bikin gue tambah naik pitam.

"Gini, Pak." gue mendengus setelah mendengar dia angkat bicara. "Dia bukan pacar Saya."

Iya, lah. Gue kan pacarnya Jung Chanwoo. Ngapain juga pacaran sama orang yang nggak sayang diri sendiri? Bikin kesal aja.

"Tapi calon pacar Saya."

Otomatis gue tersedak. Apa-apaan?! Calon?! Gue injek kaki dia. "Sinting! Gue kenal lo aja enggak!"

Cowok tadi ketawa. "Nama lo Kim Dahyun, kan?"

Apa, sih? Jelas dia tau nama gue, orang Pak Jiyoung tadi nyebut.

"Nama gue Kino."

Kino? Permen maksudnya? Gue natap dia sambil angkat alis.

"Kenapa pedekate disini, hah?! Udah sana kalian cabutin rumput di taman."

Gue kembali menatap Pak Jiyoung. "Idih, Pak! Saya tuh sukanya cuma sama Jung Chanwoo, ngapain pedekate sama orang ini!" sekarang gantian dia yang ngerutin alis. "Dan ini salah dia, harusnya dia yang nyabutin rumput. Sekian, terima kasih. Saya pamit undur diri."

Gue berdiri. Mereka berdua masih ngeliatin gue yang dengan gobloknya malah bungkuk sembilan puluh derajat terus pergi dengan mengibaskan rambut pas kena muka Kino-permen. Wangi kan, ya? Iya, dong!

"KIM DAHYUN! PELAJARAN TEARKAHIR SAYA BAKAL KE KELAS KAMU!"

Gue enggak peduli. Liat jam, udah telat hampir dua puluh menit. Gue jadi males masuk kelas, tapi ya, udahlah masuk aja. Sayang, kalo misal ada ulangan mendadak kan jadi enggak bisa nyontek.

Daerah kelas gue liat udah sepi, pas di depan pintu ternyata emang udah ada guru Sejarah yang diktatornya sama kayak Hittler.

"Dari mana kamu, Dahyun?"

Gue duduk tepat di belakang Chanwoo, selama gue jalan itu orang ngeliatin terus. Kenapa? Udah mulai naksir? Bagus, lah.

"Biasa."

"Ruang BK?" gue mengangguk, menyetujui. "Kali ini kenapa?"

Gue menghela napas. "Dikira pacaran di rooftop." mengambil buku Sejarah di tas dan memainkan pulpen malas.

"Udah beralih dari Chanwoo, ya?" gue mendengus mendengar tutur katanya.

"Bapak guru Sejarah, kan?" Pak Daesung cuma ngangguk walaupun rada bingung. "Makasih, Pak. Karena Bapak, Saya jadi enggak pernah bisa melupakan masa lalu."

Paradoks | 98 Liners ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang