Bagian 9 (b)

413 88 18
                                    

Disinilah gue berada sekarang, kantin. Mengaduk jus alpukat dan menyedotnya dikit.

"Eh, gue tanya, loh, Day. Kenapa si Chanwoo jadi kayak begitu? Kok enggak dijawab?"

Iya, gue ke kantin tuh karena ditarik Eunbi. Dia bilang bosen dengerin Chanwoo sama Kino ngegombalin gue pake kata-kata yang enggak kita pahami, Eunbi juga ngomelin Kino karena mau ikut kita. Agak bersyukur, sih, sama Eunbi.

"Enggak tau juga gue, Bi. Kesurupan kali."

Eunbi cuma mengangguk doang. "Sejak kapan?"

Gue mendecak. "Sejak kemaren!"

"Serius?" gue mengangguk, Eunbi mendekatkan badannya penasaran. "Pas kita ngerjain Kimia itu?"

"Iya."

"Pas gue udah balik, kalian berdua ngapain emang? Enggak wik-wik, kan?"

Gue sedikit menganga mendengar ucapan Eunbi, enggak ada korelasinya anjir gue sama Chanwoo begituan.

"Gue balik, lo ada dikamarnya Chanwoo, kan? Ayo, cerita sama gue. Gue janji nyimpen rahasia ini kok, lagian dah banyak anak SMA yang begitu."

Gue menghela napas, memutar bola mata juga. Eunbi, tuh, polos agak condong ke bego, mau ngatain rasanya. "Enggak ada, gila. Cuma..."

Gue diam sebentar, agak ragu buat curhat, tapi lagi pengen dikeluarin.

"Cuma apa?"

"Chanwoo masih nyimpen foto kita berdua pas SMP di kamarnya, gue kira kan kita–"

Eunbi mengangguk, lalu menegakkan badannya. "Kalo dia masih nyimpen foto kalian berdua, terus kenapa dia jauhin lo? I mean, buat apa gitu?"

Gue mengambil sedotan, memainkannya dulu abis itu menyedotnya. Gue juga enggak bisa nebak sikap Chanwoo, terlalu abstrak.

"Dia bilang sih buat nakutin kecoa yang ada di kamarnya."

"HILIH, ALASAN APAAN ITU, HAH?!"

Meringis mendengar Eunbi yang teriak dan malu karena atensi anak-anak di kantin jadi ke kita. Tiba-tiba gue inget. "Ah, semalem Kino juga ke rumah gue." mata Eunbi jelas melotot. "Ada Chanwoo juga."

"Mereka ngegombal juga?"

Menekuk muka, gue menjawab. "Enggak. Kino datang buat minta maaf, kita berdua sempet ribut, ternyata Chanwoo nguping dari pintu. Terus mereka ngomongin Valentino Rossi."

Eunbi menopang dagunya, mengangguk-angguk. "Rossi? Perasaan semalem enggak ada Moto GP, deh, Day."

Gue diam, enggak mau bereaksi. Biar aja Eunbi yang mikir karena otak gue enggak mampu buat mencerna beginian.

"Day, mereka berdua, kan, slek mulu, gimana bisa mereka ngomongin Moto GP gitu? Satu hobi, ya?"

Agak sadar kalo Eunbi juga bego, gue menghela napas. "Kino bilang kalo Chanwoo mau nyalip kayak Rossi, terus Chanwoo enggak terima dan akhirnya bilang mau ikutan nyalip juga."

Eunbi diam, gue juga ikutan diam sembari melihat-lihat isi kantin yang ternyata ada tempat makan baru.

"Day," gue menengok, menatap Eunbi yang lagi natap gue. "Kino suka sama lo?"

Gue menautkan alis. "Apaan, sih?"

"Gue serius!" Eunbi mencondongkan badannya, mendekat ke arah gue. "Lo direbutin Kino sama Chanwoo!"

"Jus alpukatnya ada alkoholnya, Bi?"

Gila, kenapa omongan Eunbi sama kayak Lucas?

"Sekarang begonya lo singkirin dulu, deh." gue auto-roll eyed, dong. "Gue mau tau gimana bisa lo deket sama Kino."

Paradoks | 98 Liners ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang