9

3K 555 422
                                    

Aku menghilang cukup lama karena UAS :') tapi kembali dengan chapter panjang~ Siapa yang kangen jodoh Wen Junhui alias aku? /plak/


Happy reading!^^



~°~°~



Malam itu aku sempurna tidak bisa tidur. Mataku teramat segar. Aku sampai bertanya-tanya sejak kapan kantuk menjadi sombong dan tidak mau mengunjungiku.

Ini pasti gara-gara Vernon!

Hadiah bunga itu seolah menjadi ucapan selamat tinggal sementara. Seperti, "Duh, aku sibuk sekali nih. Simpan ini saja ya? Kalau perlu cari aku dengan ini. Caranya? Ohh, kau harus mencari tahu sendiri. Haha! Kasihan deh tidak tahu apa-apa."

Baiklah, sepertinya aku melebih-lebihkan. Tapi aku sungguhan kesal pada pria sok misterius itu.

Aku mengembuskan napas kemudian memutuskan untuk beringsut turun dari ranjang. Aku meraih mantel yang tergantung di dekat lemari dan mengenakannya untuk melindungi tubuhku dari udara dingin. Setelah siap, aku melangkahkan kaki keluar dari kamar.

Aku menutup pintu dengan hati-hati. Berusaha tidak menimbulkan banyak suara karena hari sudah larut. Aku tidak ingin membangunkan kakak-kakakku yang pasti terlelap karena kelelahan.

Aku tidak punya tujuan pasti. Hanya membiarkan kakiku melangkah ke mana pun yang ia inginkan. Tugasku memasang mata agar terhindar dari sesuatu yang tidak diinginkan seperti tersungkur atau tenggelam lagi.

Hih ... membayangkannya saja sudah merinding!

"Apa kau sudah gila?!"

Aku sontak menghentikan langkah ketika suara itu terdengar. Menggema di sepanjang koridor yang sepi senyap.

"Bukankah semuanya sudah jelas?!"

Ada suara lain yang menyahut. Suaranya lebih pelan namun tegas.

"Kalian berdua, bisakah berhenti?!"

Scoups, Josh, dan Lizy ....

Aku membulatkan mata. Jantungku sontak berdegup kencang. Secara otomatis aku melepas high heels yang kukenakan dan menjinjingnya. Kakiku berderap dengan hati-hati ke arah sumber suara yang ternyata berasal dari aula.

"Kakak, aku mengerti ini. Tapi aku merasa sekarang bukanlah waktu yang tepat."

Aku berdiri di depan pintu dan mengintip melalui celah. Di dalam sana, semua keturunan raja berkumpul kecuali aku. Scoups dan Josh berdiri saling menghadap. Lizy merentangkan tangannya untuk menahan mereka.

"Kalau bukan sekarang, kapan lagi?" tanya Josh. "Apakah kau tidak lihat perubahan drastis ini? Lizy, kau adalah orang yang paling menjunjung kebenaran di tempat ini. Harusnya kau bisa melihat itu."

"Ohh ... kau takut menghadapiku sendiri, jadi berusaha membawa Lizy ke pihakmu?" tanya Scoups berang. "Kau seharusnya bijaksana, Favian. Ini adalah hal paling tidak bijaksana yang pernah kau lakukan. Aku tidak percaya kau bisa melakukan ini."

"Sebegitu inginnya kau pada takhta sampai kau menudingku seperti itu? Kau takut kusaingi?" tanya Josh tak terima.

Scoups tiba-tiba tertawa. "Wah, lihat, siapa yang baru saja mengaku? Aku tidak menudingmu soal takhta."

"Kalian harus berhenti sebelum salju turun kembali," Xu berusaha menengahi. "Kita tidak bisa membiarkan rakyat resah."

"Kau tahu ini adalah hal yang perlu dibahas," sahut Josh. "Aku hanya mengangkat kebenaran."

Royal Blood (Heir of The Throne) [Seventeen Imagine Series]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang