LISTEN
@hapsyahnurfalah
☘️☘️☘️Jam istirahat akhirnya berbunyi saat mata pelajaran matematika berakhir pukul 12.00. vino dengan mudahnya membalas sapaan siswi perempuan yang menyapanya di jalan, begitu ia melangkahkan kaki keluar dari ruang kelas. Maklum, Vino dengan wajahnya yang cukup tampan juga sifatnya yang ramah dan mudah bergaul menjadikan dirinya digandrungi siswi perempuan. Dua anak perempuan mendekat ke arahnya dan memberikan Vino sebatang cokelat. Keduanya tampak malu-malu saat Vino menerimanya tanpa menolak.
Vino kembali melanjutkan langkahnya menuju ruang kelas sahabatnya, Cinta. Saat mereka berpisah koridor tadi, Cinta sudah mengiyakan ajakan Vino yang memintanya makan siang bersama di kantin.
"Cinta!"
Sang empunya nama mengangkat pandangannya dari buku dan menatap Vino yang sudah duduk di kursi kosong di depan mejanya. Vino mengembangkan senyumnya dengan cerah. Bisa Cinta lihat jelas, jika mood Vino saat ini sedang sangat baik.
"Jangan senyum sendirian terus, nanti dibilang orang gila," kata Cinta dengan bahasa isyarat yang dengan mudahnya dimengerti oleh Vino.
Vino mendesis sambil tersenyum geli. "Aku senyum sama kamu, kamunya yang nggak balas senyum aku."
Cinta memeletkan lidahnya sebagai balasan.
"Aku bawain kamu cokelat," ujar Vino dengan mengeluarkan 2 cokelat batang yang ia berikan langsung pada Cinta.
"Kenapa 2?" tanya Cinta.
"Karena kamu suka. Aku kasih itu buat kamu."
"Aku kan nggak lagi ulang tahun. Buat apa kamu kasih cokelat?"
"Bukannya katanya cokelat itu tanda sayang, ya? Jadi anggap aja cokelat itu sebagai bukti kalau aku sayang kamu. Lagian kamu mirip cokelat, kok."
"Kenapa mirip aku?"
"Sama-sama manis."
Cinta sontak mendelik geli mendengar bagaimana nada bicara Vino yang dibuat berubah. Gadis itu juga tertawa geli, begitu pula dengan Vino yang senang melihat sahabatnya tertawa dengan lebar.
"Hai, Vin!"
Vino giliran memutar kepalanya saat mendengar sapaan itu. Ajeng ternyata baru saja kembali dari toilet dan menarik kursi lalu duduk di antara Vino dan Cinta.
"Oh, Hai, Ajeng." Vino balas tersenyum. Matanya tak sengaja melihat sebuah benda berwarna hitam yang menjepit poni pendek milik Ajeng. Gadis itu terlihat lebih manis saat ini.
"Lo mau ajak makan siang Cinta?"
Vino segera mengerjapkan matanya dan kembali menatap Cinta. "Iya, sahabat gue ini udah selalu buat gue khawatir saat ke kantin nggak bareng gue. Jadi kalau ada gue, biar langsung gue hajar satu-satu orang yang berani macam-macam sama Cinta." Vino mengulurkan tangannya dan mengacak puncak kepala Cinta. Membuat Cinta mendengus sebal tapi tersenyum saat melihat ekspresi Vino yang lucu.
"Ya udah kalau gitu, gih sana ke kantin. Ntar keburu makin rame, lo nggak dapet meja kosong."
"Eh, lo ikut kita berdua aja," kata Vino yang seolah khawatir jika Ajeng memilih makan di kelas. "Nggak papa, kan, Ta, kalau ajak Ajeng makan bareng kita?"
Cinta langsung mengangguk mengiyakan. Ia justru senang jika Ajeng makan bersamanya. Ketiganya langsung berdiri dan berjalan bersama menuju kantin. Vino sesekali memainkan rambut kuncir kuda milik Cinta yang membuat gadis itu kesal karena diganggu.
☘️☘️☘️
Dewa melepaskan iPhone baru di tangannya secara malas ke atas meja. Jam istirahat sudah berbunyi sejak tadi, tapi ia seolah malas keluar dari kelas. Dewa menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi dan mengembuskan napas kasar. Ia malas dan merasa tidak mood untuk melakukan apa pun. Padahal sejak tadi Rendra dan Tama sudah menghubunginya berkali-kali, tapi Dewa mengabaikannya. Entahlah, ia hanya masih merasa kesal karena keributan semalam yang kembali terjadi di rumahnya sejak Bastian tinggal di rumahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
LISTEN | ✅
Teen Fiction® | Teen Fiction _HANYA CERITA FIKSI_ Jika mengatakan dan mengungkapkan menjadi sulit, apakah cukup untuk membaca lewat mata dan mendengarkan lewat hati?