Pukul empat sore, Jisoo kembali datang ke sekolah Lisa untuk menjemput adiknya itu. Tak perlu lama menunggu. Beberapa menit setelah dia sampai, Lisa keluar dari gedung itu dan langsung memasuki mobilnya.
"Kita jadi pergi ke cafe Jiwon Oppa?" tanya Lisa setelah menutup pintu mobil milik Jisoo.
"Hm. Bukannya Unnie sudah berjanji?" Jisoo mengusap kepala Lisa sebentar. Lalu mulai menjalankan mobil mewah itu keluar dari area sekolah elite Lisa. Membelah jalanan yang sore ini tampak ramai karena berbarengan dengan jam pulang kantor.
Mobil Jisoo kembali berhenti ketika terjebak pada lampu lalu lintas yang menampakkan warna merah. Sembari menunggu, Jisoo hendak mengobrol bersama Lisa. Namun kalimat yang sudah sampai di ujung lidah harus dia telan kembali saat tak sengala melihat sebuah memar di punggung tangan Lisa.
Dengan rasa khawatir yang sudah mencapai ubun-ubun, Jisoo menarik kasar tangan kanan adiknya itu. Memperhatikan memar Lisa lebih dekat lagi.
"Bukankah Unnie sudah bilang untuk tidak terluka?" sentak Jisoo yang membuat Lisa terkejut.
Merasa tak nyaman dengan respon berlebihan Jisoo, Lisa menarik kembali tangannya.
"Aku tidak sengaja terbentur ujung meja tadi. Tak usah berlebihan, Unnie."Jisoo menghela napas gusar. Mulai menginjak pedal gas mobilnya ketika lampu lalu lintas berubah menjadi warna hijau. Beralih menatap lurus ke depan dengan mata memerah.
"Kita akan langsung pulang ke rumah." Ujar Jisoo datar, membuat Lisa menoleh tak setuju.
"Tapi Unnie---"
"Jangan membantah, Lisa."
Merasa jika kakaknya sudah tak bisa dibujuk lagi, Lisa memilih mengalihkan pandangannya ke jendela mobil. Memandang jajaran rapih gedung Seoul yang cukup indah. Hal itu dia lakukan sampai mobil Jisoo mulai memasuki area rumah megah milik Yunho.
Lisa keluar terlebih dahulu dari mobil sang kakak karena merasa masih kesal dengan bentakan Jisoo. Namum sial baginya, dia harus bertemu Chaerin yang hendak menyambut kedatangannya.
Mungkin jika di lain waktu, Lisa akan senang. Tapi saat ini Lisa sungguh ingin menghindari ibunya yang kini mulai merubah pandangannya, dari lembut menjadi menahan amarah.
"Kau mendapatkan memar itu dari mana, Lisa-ya?" tanya Chaerin tajam. Seraya mengangkat tangan kanan Lisa yang terdapat satu memar sangat jelas disana.
"Kau! Pasti kau yang membuat anakku terluka kan?"
Lisa memejamkan matanya erat saat Chaerin membentak Jisoo yang baru saja memasuki rumah. Tentu dengan kalimat pedas seperti biasanya.
"Ini karena kecerobohanku sendiri, Eomma. Tidak ada sangkut pautnya dengan Jisoo Unnie." Ujar Lisa yang berusaha membuat ibunya mengerti jika luka yang dia dapat bukanlah kesalan Jisoo.
"Berhenti untuk membelanya, Lisa. Anak ini memang tak tahu diri." Chaerin mulai melayangkan tangannya hendak menampar wajah Jisoo, tentu membuat gadis berambut hitam itu memejamkan matanya erat.
Plak~
Jisoo menahan napasnya. Ini aneh, dia tak merasa sakit sama sekali padahal telinganya dengan sangat jelas menangkap suara tamparan itu. Membuat Jisoo cepat-cepat membuka mata dan terkejut melihat apa yang baru saja terjadi.
Di depannya, Lisa berdiri dengan kokoh. Mengorbankan wajahnya sendiri untuk menjadi sasaran sang ibu. Berusaha melindungi kakak tersayangnya dari pukulan Chaerin yang kesekian kalinya.
"Li-Lisa," tangan kanan Chaerin mendadak gemetaran, terlebih melihat pipi Lisa yang kini berangsur memerah kebiruan.
"Tidak bisakah kau menghargai Jisoo Unnie sedikit saja?" lirih Lisa dengan air mata yang menyeruak keluar.
KAMU SEDANG MEMBACA
More Than Sister ✔
FanfictionDia selalu menjaganya. Rela mengorbankan segala hal untuk adik tercinta. Walaupun kenyataannya mereka tak memiliki hubungan darah, namun kasih mereka melebihi seorang saudara. Jung Lisa selamanya akan menjadi adik kesayangan Jung Jisoo. Begitupun se...