Tubuh Lisa menegang, tatkala Jisoo memeluknya dengan erat. Melindunginya dari timah panas yang meluncur ke arahnya. Gadis berponi itu tak bisa berpikir jernih, hingga dimana tubuh Jisoo mulai meluruh. Disitulah air mata Lisa turun sangat deras.
Lisa ikut meluruh. Lalu mendekap tubuh Jisoo yang kini sudah melemas. Sampai tangisnya semakin menjadi ketika tangannya tak sengaja menempel pada punggung sang kakak. Dimana darah mengalir deras disana.
"N-Neo... Gw-Gwenchana?" sembari menahan rasa sakit di tubuhnya, Jisoo bertanya pada sang adik. Walau kini jantungnya seraya ditikam, tapi Jisoo merasa cukup lega telah melindungi Lisa. Dia tak bisa membayangkan jika Lisa terkena peluru itu.
"Pabbo! Neo pabboya!" Lisa tak sanggup lagi mengeluarkan kalimat selain kata umpatan itu. Dia benar-benar marah pada Jisoo yang sekali lagi mengorbankan dirinya untuk Lisa. Selalu saja seperti itu. Sedari dulu, Jisoo memang tak pernah memikirkan dirinya sendiri. Dan kini, Lisa tak habis pikir dengan jalan pikiran kakaknya. Yang dengan gampang menyerahkan nyawanya untuk melindungi Lisa.
"Ji-Jisoo, maafkan Appa." Jaejoong jatuh berlutut di samping tubuh Jisoo. Ingin menyentuh, namun secepat kilat tangan Lisa menepisnya.
"Kau... Kau akan mendapat balasannya, Paman." Geram Lisa menahan amarah, lalu memilih merogoh saku jaket kakaknya dengan gemetar. Mengeluarkan sebuah ponsel dan menghubungi ambulance untuk menyelamatkan sang kakak.
Setelah selesai, dia kembali menatap wajah sang kakak yang sudah memucat. Rasa takut di dalam hati Lisa semakin menjadi, mendapati napas Jisoo tiba-tiba tersendat. Dan kedua mata gadis berambut hitam itu hendak menutup.
"Unnie, kau dengar aku kan? Kau mau bertahan untukku kan? Tolong dengarkan aku, Unnie." Lisa mengusap kasar wajah Jisoo, membuatnya dengan keras berusaha untuk mempertahankan kesadarannya.
"Aku janji tidak akan meminta apa pun darimu. Aku hanya ingin kau, Unnie. Ku mohon, kau harus kuat. Aku tidak bisa hidup tanpamu," Hati Lisa sesak. Membayangkan hal-hal buruk yang akan terjadi, membuatnya benar-benar frustasi.
Jisoo tahu, keadaannya saat ini membuat Lisa sangat sedih. Dia ingin sekali mengucapkan jika dia masih baik-baik saja. Namun keadaan sesungguhnya berbanding terbalik. Bibirnya tak sanggup bicara. Bahkan bernapas pun rasanya sulit. Di dalam tubuh itu, seakan sudah terkoyak. Sangat sakit.
Sampai ketika rasa dingin menjalar dari ujung kakinya. Dan disusul rasa sakit yang menguasai dada gadis itu. Juga seakan ada yang mencekiknya sangat kuat, membuat Jisoo sama sekali tak bisa bernapas.
Lisa semakin dipeluk oleh rasa panik. Melihat dada kakaknya tampak menarik napas dengan berat. Dan berakhir dengan helaan napas sekali. Lalu hilang. Tak ada pergerakan apa pun yang menandakan Jisoo masih bernapas. Termasuk matanya yang kini sudah menutup sempurna.
Sang adik berteriak sekencang mungkin memanggil namanya. Bersamaan dengan suara sirine mobil ambulance yang terdengar. Lisa hancur. Bak kaca yang dipecahkan dan tak bisa kembali seperti semula.
.......
Detik, menit, jam berlalu. Namun rasa takut itu tak bisa hilang di dalam lubuk hati Lisa. Dia duduk dengan lemas, sembari memandangi darah yang mulai mengering di kedua tangannya.
Saat ini Jisoo sedang berada di ruang operasi. Sudah terhitung sejak dua jam lalu, namun Dokter belum juga menyelesaikannya. Entah apa yang terjadi di dalam sana, Lisa selalu merapalkan doa untuk keselamatan sang kakak.
Setelah sampai di rumah sakit tadi, polisi menjemput Jaejoong dan meminta beberapa keterangan dari Lisa sebagai saksi atas penembakan yang melukai Jisoo. Gadis berponi itu memohon pada pihak polisi untuk memberi hukuman Jaejoong seberat mungkin. Dia tak ikhlas, jika sang kakak harus terluka karena lelaki itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
More Than Sister ✔
FanfictionDia selalu menjaganya. Rela mengorbankan segala hal untuk adik tercinta. Walaupun kenyataannya mereka tak memiliki hubungan darah, namun kasih mereka melebihi seorang saudara. Jung Lisa selamanya akan menjadi adik kesayangan Jung Jisoo. Begitupun se...