8. Hopeless

8.5K 1.3K 163
                                    

Tubuh lemas Lisa memilih bersandar pada dinding. Memejamkan mata erat melihat betapa menyakitkannya keadaaan sang kakak saat ini. Dokter itu terus meletakkan sebuah alat pacu jantung di dada Jisoo, dan beberapa perawat tampak memasukkan beberapa obat ke dalam selang infus Jisoo.

"Unnie... Jika kau benar-benar pergi dariku. Maka aku akan membencimu selama sisa hidupku." Lirih Lisa, dan beberapa detik berikutnya suara elektrokardiografi terdengar tak semengerikan tadi. Yang artinya mereka kembali mendapatkan detak jantung Jisoo.

"Nona," panggil seorang Dokter yang baru saja menangani Jisoo, membuat Lisa mau tak mau membuka matanya.

"Aku akan berkata jujur," dokter itu menghela napas. Membuat Lisa semakin dilanda ketakutan luar biasa.

"Kakakmu tidak akan bisa bangun lagi. Saat pertama kali sampai di rumah sakit, kami sempat menyatakan dia meninggal. Namun beberapa menit kemudian jantungnya kembali berdetak. Dan setelah operasi pun, kondisinya semakin menurun. Kau tau? Dia sudah tak bernyawa jika tanpa alat-alat itu. Kita hanya sedang menyiksanya. Dan alangkah lebih baik jika kau merelakannya."

Jiwa Lisa seakan benar-benar menghilang. Pandangannya berubah kosong, dan tak ada semangat setitik pun pada sorot matanya.
"Biarkan. Biarkan dia seperti itu, Walaupun sampai helaan napas terakhirnya."

.......

Tangis penyesalan itu tak bisa lagi di tahan setelah mendengar kabar buruk mengenai kondisi terkini Jisoo. Mereka merasa Tuhan tak memberi kesempatan untuk sekedar meminta maaf. Padahal, keduanya benar-benar ingin memperbaiki semuanya.

Jisoo benar-benar menghukum mereka dengan rasa sakit yang tak bisa ditandingi oleh apa pun. Membuat Yunho dan Chaerin terasa dicekik oleh rasa takut. Mereka sungguh tak ingin Jisoo hilang. Mereka ingin memeluk Jisoo. Tak akan menyakiti gadis itu lagi.

"Apa kau sangat membenci, Eomma? Hingga tak ingin kembali?" Chaerin berusap seraya mengusap kepala Jisoo. Memejamkan mata sejenak, merasakan ketakutan yang selalu menghampiri dikala dia sedang mengunjungi Jisoo di ICU.

Ini sudah berjalan dua minggu Jisoo terbaring koma. Dan sudah sekitar lima kali jantung gadis itu berhenti berdetak. Namun sekali lagi, Lisa benar-benar tak ingin melepaskan Jisoo. Jika jantung kakaknya masih kembali berdetak, itu artinya Jisoo masih ingin berada disisinya. Walau nanti, jantung itu akan menyerah. Selama masih ada kesempatan, Lisa tak akan menyia-nyiakannya. Dia selalu memaksa siapa pun untuk tak melepas alat-alat penunjang hidup Jisoo itu.

"Apa permintaan maaf Eomma sudah tak berarti lagi?" Chaerin kembali melayangkan pertanyaan. Yang tak akan dijawab oleh Jisoo.

Air mata Chaerin mulai menetes deras. Lalu wanita itu mulai menunduk. Mendekatkan bibirnya di samping telinga Jisoo.
"Eomma menyayangimu. Kau dengar kan?"

Andai saja Jisoo mendengarnya dengan keadaan yang baik, pasti gadis itu sangat senang. Sayang sekali, dia tak bisa mendengar kalimat manis itu terucap dari bibir sang ibu. Kalimat yang dia damba-dambakan sedari dulu.

.......

Angin sore itu menerpa wajah cantiknya. Bahkan membuat poni hitam itu tersingkap dan menampakkan dahi yang selalu dia tutupi selama hidup. Memejamkan mata, merasakan kehampaan yang mengelilingi selama dua minggu belakangan ini.

Mata Lisa mulai terbuka perlahan. Memandang berbagai aktifitas di bawah sana dari atap rumah sakit yang selalu di kunjunginya setiap hari. Karena di tempat inilah, Lisa mengeluarkan semua rasa sakitnya tanpa ada yang memandang seorang pun.

"Apa kau benar-benar tak ingin kembali, Unnie?" lirih Lisa sarat akan rasa sakit yang sangat menyesakkan dada.

Dia mulai mendongakkan kepala. Menatap langit cerah yang sebentar lagi akan menampakkan gradasi warna cantik akibat dari matahari yang tenggelam.
"Jika memang begitu. Bagaimana jika kita bertemu di langit saja?"

More Than Sister ✔  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang