11. Honesty

8.3K 1.2K 123
                                    

Sulit untuk dipercaya. Lisa merasa keajaiban itu memang ada. Padahal, Dokter sudah meyakinkan keluarganya jika Jisoo tak akan pernah bangun lagi. Tapi nyatanya, Tuhan memiliki jalan lain. Kakaknya itu, masih ada di dekatnya. Memberikan kasih sayang seperti sebelumnya. Yang tentu sangat Lisa rindukan.

Senyum itu tak henti-hentinya tampil di bibir Lisa. Memandang teduh Jisoo yang berada di samping ranjangnya. Duduk di atas kursi roda sembari terus mengelus punggung tangan Lisa. Dan sesekali mengecupnya hangat.

"Boleh Unnie bertanya, Lisa-ya?" tanya Jisoo yang tentu langsung diangguki oleh Lisa.

"Apa sebelum kau pingsan, kau pernah terbentur?" mendengar pertanyaan Jisoo untuk Lisa, kedua orang tua mereka yang semula sedang mengerjakan berkas di sofa seketika menoleh.

Hal itulah yang saat ini masih cukup membingungkan untuk mereka. Dokter mengatakan Lisa sempat terbentur. Padahal sebelumnya gadis itu tampak baik-baik saja. Lisa juga tak mengeluh akan sakit ketika hendak menemui kakaknya saat itu di ruang ICU.

"I-Igeo. Aku... Tak sengaja terpeleset di kamar mandi dan jatuh." Lisa meringis mengingat kejadian saat dirinya jatuh di dalam kamar mandi. Sebelum tubuhnya terjatuh, kepala Lisa terlebih dahulu membentur dinding dengan keras.

Kala itu, Lisa merasa dunianya berputar. Bahkan dia hampir kehilangan kesadaran. Namun Lisa bisa mengendalikan dirinya untuk kembali bangkit. Dan rasa sakit itu, perlahan menghilang dengan sendirinya. Sebelum kembali muncul saat Lisa menemui Jisoo.

"Kenapa tidak langsung memberitahu Eomma? Kau tahu akibatnya akan fatal, jika terlambat ditangani?" Chaerin tiba-tiba bangkit. Memarahi Lisa yang mendadak bingung.

"Memangnya... Aku kenapa?"

Semuanya serentak menghela napas berat. Sepertinya apa yang Dokter Jeon bilang benar, Lisa akan mulai sulit untuk berpikir. Bahkan gadis itu tak sadar dengan bekas operasi di kepalanya.

"Kau tak sadar sudah melakukan operasi pada kepalamu?" tanya Jisoo yang seketika membuat kedua mata Lisa membulat.

Dia hanya jatuh di kamar mandi. Kenapa harus melakukan operasi pada kepalanya? Seketika membayangkan jika kepalanya sudah dibedah, Lisa menelan salivanya susah payah. Dia tak pernah berpikir jika akan mengalami hal yang cukup mengerikan seperti itu.

Pantas saja, tubuhnya sangat sulit untuk digerakkan sekarang. Bahkan bicara pun Lisa harus berusaha sangat keras untuk terdengar normal. Juga, dia mendadak menjadi bodoh. Tak bisa berpikir mengenai hal-hal yang berat.

"Sudah. Jangan dipikirkan terlalu dalam. Semuanya akan kembali normal, eoh? Unnie akan menemanimu,"

Lisa tersenyum kecil. Bahkan, jika diminta untuk hidup di tengah padang pasir Lisa akan menyanggupinya. Asal ada Jisoo bersamanya. Dan semua akan terasa mudah.

.......

Dia tidak pernah membayangkan, jika akan tinggal selama satu bulan di dalam rumah sakit akibat kondisinya. Dia pikir, setelah sadar saat itu dia bisa kembali ke rumah. Tapi nyatanya, dia harus tinggal cukup lama.

Lisa benar-benar tak nyaman dengan kondisinya yang sangat tampak jika dia tidak berdaya sama sekali. Walau dia memiliki penyakit sedari lahir, tapi tak pernah sekali pun Lisa merasa buruk seperti saat ini. Ah tidak. Tepatnya selama satu bulan ini.

"Lisa-ya, kau tidak mendengarkan Unnie? Jangan biarkan tanganmu menekuk." Suara Jisoo terdengar setelah pintu ruang rawat terbuka. Dia hanya meninggalkan Lisa sebentar untuk membeli diapers. Namun saat kembali, adiknya itu tak menuruti perintahnya sebelum meninggalkan ruangan.

More Than Sister ✔  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang