✦ THIRTEEN ✦

735 135 5
                                    

Mengontrol kembali nafasnya, (Name) mengusap sebelah matanya lalu melanjutkan ceritanya pada Akashi. Bebannya terasa ringan setelah dia ceritakan pada sang emperor. 

"Aku tahu kalau otou-san melakukan semua ini untukku. Tapi, aku tidak bisa diam seperti ini terus jika otou-san berjuang sendiri. Aku juga sama menyayanginya."

Akashi mengambil kaleng minuman dingin dari belanjaannya tadi dan membukanya lalu memberikannya pada (Name). Tangan (Name) menerima pemberian dari Akashi itu lalu meminumnya perlahan dengan kedua tangannya yang memegang pada kaleng tersebut.

"Tenangkan dirimu terlebih dahulu dan kau bisa bicarakan ini pelan dengan ayahmu, (Name)," ucap Akashi.

(Name) mengangguk pelan tapi pandangannya tetap kosong, ini pertama kalinya dia dimarahi ayahnya dan pertama kalinya juga dia menceritakan kesedihannya pada orang lain. Bahkan Leo sekalipun.

"Akashi-kun.."

"Hm?"

"Kenapa kau tidak menjauhiku?"

(Name) masih ingat jelas mengenai pertemuan mereka yang berujung Akashi berusaha melarikam dari (Name) yang meminta nomor ponselnya. Alasan dia mendekati Akashi adalah hanya rasa kagum namun semua perasaan itu malah membuka pandangan baru (Name) pada Akashi. Jadi, (Name) ingin tahu, apakah Akashi merasakan hal yang sama dengannya?

"Bagaimana bisa aku menjauhimu? Kau duluan yang mendekatiku."

"Aku tahu soal itu, Akashi-kun." (Name) mendecakkan lidahnya. "Maksudku, bukannya Akashi-kun bisa emm.. menganggap diriku ini tidak pernah ada dan pertemuan kita ini hanya angin saja?"

Akashi tidak mengerti apa yang ingin diucapkan (Name). Apa (Name) benar-benar ingin dia menjauhinya?

"Sebenarnya kau ini ingin bilang apa? Katakan saja."

(Name) menurunkan kaleng yang dia pegang di pangkuannya. Pandangannya ke bawah ingin menyembunyikan wajahnya yang berganti warna. Ini memalukan bagi (Name). Seharusnya Akashi sedikit tahu kode apa yang (Name) berikan agar terlihat lebih dramatis seperti cerita yang dia baca.

"Lupakan. Ngomong-ngomong terima kasih sudah mau mendengarkanku, Akashi-kun," ucap (Name) yang kini mengangkat kepalanya lagi menunjukkan senyuman kecil pada Akashi.

Merasa gadis di depannya tidak ingin membicarakan lagi, Akashi tidak bertanya soal topik pembicaraan mereka. "Sama-sama. Aku tidak bisa membiarkanmu sedih sendirian."

"Kenapa? Akashi-kun takut aku terluka~?" goda (Name) yang kini sedikit mendekatkan wajahnya ke Akashi.

Manik Akashi bertatapan dengan iris (eye color) itu dan wajahnya masih datar seperti biasanya. "Tidak, aku pernah merasakannya."

(Name) terkejut mendengar respon Akashi. Nada Akashi memang datar dan tidak ada rasa sedih sama sekali. Tapi, jika di dengar lagi sebenarnya banyak masa-masa yang sepertinya dia lalui sendiri.

"Baiklah. Mari kita ganti topiknya. Aku juga ingin berhenti bersedih seperti ini. Ugh.. mataku terlihat jelek."

(Name) beranjak dari tempat tidurnya lalu mendekati cerminnya dan mengecek dirinya yang terlihat kacau itu. Dia belum mengganti seragamnya, rambutnya tidak tertata rapi dan mata bengkak karen menangis.

Akashi melihat (Name) yang masih mengecek dirinya di cermin. Menurut pandangan Akashi, (Name) tidak terlalu buruk, ini tampilan normal jika orang setelah menangis berjam-jam. Melihat jam yang ada di kamar (Name). Rasanya dia harus segera pulang lalu bisa menyelesaikan beberapa tugas yang sudah menunggunya.

Berdiri dari ranjang (Name). Akashi kembali memakai jaket sekolahnya yang untungnya dia bawa. Lalu merapihkan kembali pakaiannya. "Aku harus segera pulang. Istirahatlah, dan jangan terlalu mencemaskan hal-hal kecil. Sekali lagi, ayahmu hanya ingin yang terbaik untukmu. Aku mengerti kenapa dia bilang seperti itu padamu."

(Name) menatap Akashi lalu tersenyum padanya. Dia harus berpikir lebih jernih mengenai perkataan ayahnya pagi ini. Beruntungnya ada Akashi di sisinya yang berusaha membuka jalan untuk masalahnya.

"Ya, ya. Akashi-kun juga harus istirahat yang cukup! Jangan paksakan diri!" (Name) memberikan tepukan pada bahu Akashi dengan nada ceria.

Akashi yang melihatnya sedikit menyuyingkan bibirnya, namun (Name) tidak melihat senyuman Akashi itu karena dia sedang mengantar Akashi ke pintu rumahnya.

"Aku akan mengundangmu ke festival (Name)."

"Hah? Bukannya aku sedang diskors?" tanya (Name) yang menatap Akashi bingung.

Akashi berbalik dan jarak mereka hingga ujung sepatu bersentuhan. Jantung (Name) berdegup kencang melihatnya, pipinya juga merona karena perasaan yang ada di dalam dirinya malah terlihat seperti gadis pemalu.

"Kita bisa melakukannya diam-diam dan aku ingin kau menjawab pertanyaanku nanti," bisik Akashi lalu mengusap lembut rambut (Name) lalu pergi tanpa berkata apa-apa padanya lagi. (Name) masih melamun di pintu rumahnya.

"Dia bilang apa tadi?" tanya (Name) pada dirinya sendiri.

« • ❁ • »

つづく

« • ❁ • »


















hika liat kayaknya tamat di chap 15. untuk chapter ini dikit karena alasan itu ( ・ิω・ิ)

𝐃𝐞𝐥𝐢𝐧𝐪𝐮𝐞𝐧𝐭 | A. SEIJUUROTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang