25. Tempramental

40 3 0
                                    

"Aman aman aja kan di kelas lo, Le?" tanya Aluna.

Mereka baru saja sampai ke rumah. Aluna sudah tidak sabar ingin rebahan di kasur king size-nya untuk melepas lelah, begitupun dengan Alena.

"Aman lah, Kak." Alena menjawab dengan antusias, sepertinya kesan pertama masuk sekolahnya tidak terlalu buruk.

"Kak?" ulang Aluna.

"Gue kan sekarang ade lo jadi gue harus manggil kakak," jelas Alena.

Aluna mengangguk-anggukkan kepala. "Boleh juga,"

"Mau kemana kalian?"

Baru saja Aluna memutar knop pintu kamarnya, teriakkan menggelegar terdengar dari arah belakang mereka.  Sontak Aluna dan Alena menoleh terkejut.

"Kepo amat dah kayak dora!" ketus Aluna.

"Oh berani kamu sama saya? Hah?" Emosi Dahlia terpancing oleh jawaban Aluna yang sedikit tidak sopan.

Aluna hanya mendengus kasar lalu masuk tanpa sepatah kata pun.

"Dasar anak kurang ajar!" geram Dahlia.

"Eh kamu! Kamu kan disini cuma numpang, sebaiknya kamu bersihkan rumah dan cuci piring biar ada gunanya."

Oke fix. Jika Aluna tak mempan, berbeda dengan Alena. Alena sangat sadar diri siapa dirinya di keluarga ini, ia hanya anak angkat yang tidak dapat berbuat semaunya seperti Aluna. Walaupun ia sangat lelah tapi tak apa lah, lagian saat masih tinggal bersama ibunya ia sering mengerjakan pekerjaan rumah.

"Iya, Ma."

"Ma? Kamu pikir saya Mama kamu! Jangan berharap deh, kamu hanya anak pungut!"

"Terus Ale harus manggil apa?"

"Nyonya! Kamu harus panggil saya nyonya!"

What the? Nyonya? Alena sepertinya harus muntah dulu. Cuma numpang saja gayanya sudah selangit, bagaimana kalau rumahnya sendiri. Astagfirullah Mak Lampir.

"Apa nyonya? Nyonya ya? Lo siapa disini mau dipanggil nyonya, hah?" Aluna tiba-tiba muncul dari balik pintu kamarnya.

"Kamu makin kurang ajar ya Aluna. Apakah Ibu kamu tidak mengajarkanmu caranya bersopan santun? Jika anaknya seperti ini, bagaimana dengan ibunya ya?"

Tangan Aluna terkepal, rahangnya mengeras. Ia tak suka, sangat tak suka jika ada seseorang yang membicarakan Melia apalagi menjelek-jelekkannya. Rasanya Aluna ingin merobek mulut ibu tirinya itu.

"Asal lo tau ya, sekali lagi lo jelek-jelekin Bunda, lo harus siap-siap jadi gembel!" peringat Aluna.

"Dan lo Ale, masuk kamar!" perintah Aluna.

"Kerjakan dulu perkejaan rumah Alena!" geram Dahlia.

"Elo disini sebagai ibu rumah tangga, kerjain dong biar ada guna bokap gue nikahin elo!" ucap Aluna lalu masuk kamar seraya menarik Alena.

"Kak, bagaimanapun sekarang dia ibu lo," nasihat Alena.

"Dalam sekali tatapan gue udah tahu dia nikah sama bokap gue bukan karena cinta, tapi demi harta dan dendam," jawab Aluna datar.

"Dendam? Maksud lo?"

"Jadi di--"

"Aluna!"

Terdengar kembali teriak menggelegar yang menyela ucapan Aluna. Membuat Aluna menghela napas panjang. Masalah apa lagi yang akan dia hadapi.

"Apa?" tanya Aluna yang kini sedang menuruni undakan tangga satu persatu.

"Maksud kamu apa mempermalukan Ara?" tanya Dahlia dengan muka garangnya.

AlunaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang