20 - Toko Musik

365 69 39
                                    

Gadis cantik berkuncir tinggi itu berdiri melihat kanan kiri serta arlojinya yang terus berputar. Ulfa. Yap, ia tengah menunggu teman-temannya yang katanya mau jalan-jalan hari ini. Tapi apa? Ulfa malah sampai duluan di toko buku yang besar ini.

Ulfa menggeram kesal. Bila yang membuat janji, tapi mengapa dirinya itu tak timbul sekarang? Karena Ulfa habis kesabaran, ia langsung masuk ke dalam toko buku tanpa mau lagi menunggu lama-lama di luar.

Ulfa masuk dengan wajah datarnya. Penjaga toko buku yang senyum kepadanya pun tak digubris. Kesal ke satu orang, getahnya ke mana-mana.
Penjaga tokoh pun hanya bisa menelan ludah dan banyak bersabar atas sikap pengunjung yang satu ini.

Ulfa memilih-milih novel, beberapa novel ia baca sinopisnya. Sampai ia merasa rambutnya ditarik seseorang. Ia berbalik, mendapati Anggi dan Bila tengah tersenyum kikuk di sana.

Ulfa memutar matanya malas. "Gramedia nggak terima orang telat," ketusnya tanpa melihat mereka berdua. Bila yang disindir seperti itu hanya bisa cengar-cengir tak berdosa.

"Ye, telat 30 menit doang juga, Fa," kilah Anggi membuat Ulfa yang tadinya membaca novel yang ia pegang sekarang malah mendelik menatap Anggi.

"Doang? Doang lo bilang?" Anggi dan Bila mengangguk. "Gue berjamur anjir di depan. Kek orang gila disangka orang."

"Bukanya lo emang gila." Setelah mengucapkan itu, cepat-cepat Bila menutup mulutnya. Ulfa langsung menatap tajam Bila yang dibalas cengiran semata.

Ulfa lanjut mengelilingi rak yang berisi beberapa novel ternama. Diambilnya dua novel incarannya lalu ia bawa ke kasir. Serupa dengan Bila dan Anggi. Tapi mereka membeli komik yang menurut mereka lucu untuk di baca.

Mereka keluar dengan plastik kecil di tangan masing-masing. Ulfa menatap kedua temannya. "Nggak mungkin langsung balik, kan?"

Anggi dan Bila yang ditanya pun mengangguk. Ulfa menatap kanan kiri bak orang yang sedang berpikir.
Dimasukkannya plastik berisi buku tadi ke dalam tas.

"Ke toko musik aja, gimana? Gue pengen beli gitar baru soalnya," ucap Ulfa.

"Dih, sok iye. Beli gitar bukan kayak beli kacang rebus, Fa. Kagak-kagak. Ngada-ngada lu, Fa. Entar uangnya kurang malu, bego," omel Anggi yang takut jika Ulfa kekurangan uang jika membeli gitar.

Ulfa tertawa sebentar sebelum ia berbicara. "Nggak bakal kekurangan, kalo pun kurang bisa ngutang," ujar Ulfa seraya bermain alis.

"Ngutang mbahmu. Nggak mau gue!" tekan Anggi yang tetap tak mau pergi ke sana.

"Ya Allah. Heh! Takut banget lo pada. Itu tokonya punya om gue, percaya nggak?" tanya Ulfa yang dapat gelengan dari Anggi dan Bila.

"Sama gue juga nggak percaya." Setelah mengatakan itu Ulfa tertawa kencang dan membuat beberapa pasang mata melihat dirinya.

Bila memutar bola matanya malas. "Gini nih, kebanyakan bergaul sama si bulepotan itu. Jadi gesrek," sindir Bila yang membuat Ulfa terdiam sejenak.

Ah iya, dari tadi pagi Bayu belum ada mengabarinya. Eh, tunggu, tapi kenapa ia gulana karena tidak diberi kabar? Bayu siapa dirinya? Wah benar, otaknya sedang tidak benar.

"Ngaco! Udah, ayok!" Tanpa persetujuan lagi, Ulfa menarik tangan Anggi dan Bila secara bersamaan

📌📌📌

Dua orang pemuda yang berpakaian bebas tengah berdiri di sebuah toko musik terkenal. Yang satu berpenampilan seperti ingin ke pantai, yang satu seperti seorang fakboi, dengan kaos putih yang ditutupi dengan kemeja kotak-kotak berwarna hitam tanpa dikancing. Celana jeans hitam dan sepatu Nike kesayangannya itu. Siapa lagi kalau bukan Bayu. Dan yang memakai ala pantai adalah sang ketua kelas.

23.59 [ lengkap ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang