27 - Sorot Jendela Hati

326 64 36
                                    

"Nggak bosen sama si agresif, Dis?"

Gadis berambut panjang itu lantas menoleh ke asal suara. Pemuda yang bersamanya juga menoleh dengan raut yang tiba-tiba menjadi tak suka.

"Eh, Bay, ngapain di sini?"

Tiba-tiba saja Ulfa merasa gugup. Udara dingin dari AC di mall tersebut tiba-tiba menyeruak masuk ke dalam kaos putih yang dikenakannya. Tidak biasanya dia gugup saat di depan Bayu, ada apa ini?

Bayu melirik toko arloji yang tadi didatanginya. Di depan sang penjual, Thalita masih berdiri di sana sambil memegang arloji berwarna keemasan. "Emm ... gue nemenin Tata beli jam buat bokapnya."

"Hei, kita ketemu lagi, ya? Mungkinkah kita berjodoh?" kata Anda yang terdengar sedikit sarkas. Bayu yang hendak melangkah kembali menuju asalnya, tak jadi bergerak. Ia membalas iris yang warnanya hampir sama seperti dia itu.

Dia mengarahkan matanya ke bawah. Dadanya seketika sesak saat melihat jemari Ulfa dan Anda bertautan begitu erat. Namun, Bayu kembali teringat perkataan dua pemuda yang menasehatinya soal cinta tadi siang. Belum saatnya untuk menyerah.

"Jodoh dalam artian apa, ya?" Bayu kembali menatap Anda. Membalas tatapan menusuk itu dengan dagu sedikit naik. "Gue sama Ulfa bakal jadian, gitu? Hmm ... kayaknya iya, deh."

Bayu tersenyum miring setelahnya. Apalagi wajah Anda yang kian berubah menjadi sangat kesal. Dalam penglihatannya, pemuda yang masih menggenggam tangan Ulfa itu mengeraskan rahangnya.

Ulfa merasa tangannya digenggam erat. Pikirannya malah tak bisa fokus karena dua pemuda di dekatnya ini membuatnya hampir gila. Hingga tak lama, gadis itu merasakan tangannya ditarik. Anda membawanya hendak pergi. Namun, sebelum itu terjadi, pekikan dari gadis lain membuat mereka tak jadi pergi dan malah terpaku di tempat.

"Eh, Ulfa! Di sini juga? Mau kemana lagi? Bareng aja, yuk."

Senyum cerah dari Thalita langsung menyambung sepasang muda-mudi itu begitu berbalik. Gadis itu tampak memandang Anda sekilas dengan raut bingung lalu kembali menatap Ulfa yang tersenyum tipis.

"Eh, ini siapa? Pacar lo, ya?"

Tiga orang yang berdiri di sana langsung menyorotkan netranya pada Thalita. Pertanyaan yang sangat sensitif di saat yang benar-benar tidak kondusif. Apalagi mengingat ketiga hati di sana tengah berharap lebih pada sesuatu.

"Enggak, kok. Ini sahabat kecil gue, namanya Anda." Ulfa tersenyum tipis lalu menatap Anda yang juga memandangnya. "Ini temen sekolah aku. Tata."

Anda dan Thalita saling melempar senyum sebelum akhirnya kembali menatap gandengan mereka. Bayu masih mematung di tempatnya karena merasa sesak karena kedekatan Ulfa dengan pemuda lain. Sedangkan Ulfa di seberang sana, malah terlihat tak ikhlas saat Thalita hendak menggandeng lengan Bayu.

"Ya, kita ke tempat makan, yuk. Aku laper, nih," ucap Anda pelan.

Thalita menoleh cepat saat itu juga. "Bareng aja, gimana? Gue juga lagi laper, nih." Gadis itu lantas mendongak, menatap Bayu yang terlihat tak berminat. "Lo ikut, ya, Bay? Ayo, dong."

Bayu menggeleng pelan. "Enggak, deh. Kalian aja, gue mau pulang."

Namun nyatanya, penolakan tersebut tidak digubris sama sekali. Thalita malah langsung menggandeng Bayu dan menyeretnya beriringan dengan langkah kedua pasangan yang ada di depan mereka. Anda tersenyum senang dan juga menggenggam erat tangan Ulfa.

Posisi mereka benar-benar dalam canggung besar. Bayu dan Ulfa berdiri berdampingan. Keduanya saling bertatap dengan sorot tak terbaca sebelum akhirnya memandang lurus. Melewati hiruk-pikuk keramaian yang nyatanya malah mengosongkan hati kedua remaja yang berada dalam situasi tak mendukung itu.

23.59 [ lengkap ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang