"Selain songong, lo lancang, ya. Ganggu privasi orang!"
Setelah berhasil mengambil kembali bukunya, Ulfa langsung menduduk diri di bangkunya. Bayu yang tanpa bersalah hanya mengangkat bahu acuh.
Selang berapa menit, masuk seorang guru berkaca mata bulat, dengan tubuh yang gempal berambut kriting. Bu Lasak. Guru Biologi yang mengajar di kelas mereka. Dengan sebuah buku yang selalu ia bawa ke mana-mana.
"Selamat pagi!" sapa Bu Lasak seraya membenarkan kaca matanya.
"Pagi, Bu!"
"Ya sudah, nggak banyak bicara lagi. Materi kali ini tentang salah satu cabang ilmu biologi, yaitu organologi. Kita akan membuat praktek. Jadi, dari hasil praktek itu tadi, buat penelitian tentang hewan yang kalian cari, misalnya sistem taksonominya. Organ apa saja yang ada dalam tubuhnya, apa saja organ respirasi dan ekskresinya. Dan untuk menunjukan itu, kalian dekomentasi dengan menggunakan video dan hewan itu dibelah!"
Setelah menjelaskan itu, hampir seluruh penghuni kelas memekik jijik. Yang benar saja, hewan yang tak bersalah harus dibelah, dipamerkan ini itunya. Sungguh malang si hewan.
"Yakali, Bu. Hewan kita belah terus divideoin. Ih, ibu, mah. Hewan punya malu, Bu. Ibu mau emang ditontonin," cetus Labin yang langsung mengundang gelak tawa.
Seketika mata Bu Lasak menajam. "Hewan nggak punya malu, Labin! Nggak punya akal juga. Kenapa kamu sama-samain sama saya?"
"Soalnya ibu kadang ngasi tugas kayak nggak punya akal, banyak banget, hehe," cetus Labin lagi.
"LABIN!!! KELUAR!!" murka Bu Lasak.
Tanpa bersalah Labin berdiri. "Dengan senang hati ibu. Maap, bu," ucap Labin kemudian keluar dari kelas.
"Sudah diam! Kita pakai kelompok. Satu meja satu kelompok. Hitungan perbaris. Jadi empat hewan. Baris pertama dimulai dari sebelah kanan. Baris pertama katak, kedua cacing, ketiga cicak, dan yang terakhir burung.
"Dikumpul minggu depan," lanjut wanita itu kemudian.
"Gue sekelompok sama lo, dong, berarti, Dis," ucap Bayu mencolek lengan Ulfa. Ulfa melirik dan mengangguk malas.
Setelah menjelaskan, Bu Lasak langsung memulai pelajaran seperti biasa, menjelaskan dan mencatat. Begitu seterusnya sampai jam istirahat terdengar dari telinga mereka.
Setelah Bu Lasak keluar kelas, murid yang lain menyusul. Seperti Anggi, Bila dan Ulfa. Mereka kini beriringan menuju kantin.
Baru saja ingin melangkahkan kakinya di depan pintu kantin, kepalanya saja langsung pusing. Bagaimana tidak, kantin sudah padat saja dengan puluhan siswa yang tengah kelaparan.
Karena sudah sampai di kantin juga, mau tak mau mereka bertiga masuk dengan kepala yang terus ke kanan, ke kiri, samping dan belakang mencari tempat duduk yang kosong. Tapi nihil. Semua sudah ditempati.
"Yah, kosong, Fa," ucap Anggi menatap Ulfa dan Bila dengan bergantian.
"Gimana, dong? Gue laper lagi," sambung Anggi lagi.
Plak!
"Otak lo makanan mulu, njir," sergah Bila seraya menepuk pelan kepala Anggi.
"Kek lu enggak aja!" cibir Anggi.
"Woii! Judis, sini!" teriak seseorang yang kemudian membuat seisi kantin tiba-tiba menghentikan kegiatannya. Berubah menjadi menatap pria yang memekik. Lantas beralih kepada seseorang yang pemuda itu panggil.
Rasanya malu sekali. Ulfa yang kini menjadi sorot perhatian. Yang memanggilnya adalah Bayu yang tengah memekik seraya sedikit terkekeh. Pemuda itu kembali mengibarkan bendera perang kepadanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
23.59 [ lengkap ]
RomansaKita hanya perlu menunggu. Karena pada dasarnya, waktu tak pernah mengkhianati sebuah penantian. [¤] Rasa terpendam untuk teman kecilnya membuat Ulfa menutup hati. Kepribadiannya berubah drastis akibat rindu yang tak terbendung. Namun, kedatangan pe...