Setelah kepergian Bu Lasak dari kelas, cepat-cepat Bayu membereskan buku dan alat tulisnya. Bukan tanpa sebab ia begini, cacing di perutnya tak bisa diajak kompromi lagi. Di tengah acara menyusun itu, suara khas Bono menyeruak masuk ke dalam gendang telinganya.
"Bay, ada yang ngasih ini sama gue."
"Dari siapa?" Bayu menerimanya dengan kernyitan bingung. Meneliti sisinya sebentar lalu menatap Bono lagi.
"Cewek. Nggak tau siapa." Bono bergidik. "Dahlah, anggap aja itu dari pengagum rahasia lo. Siapa tau dia mau nembak, kan, kayak di pilem-pilem itu."
Bayu tak membalas, hanya raut sedatar lantai WC yang diterima oleh Bono. Si ketua kelas itu lantas pergi dari sana sambil tertawa kencang.
Bayu kembali melihat surat yang bersampul amplop berwarna pink dengan pertanda di depannya berhuruf, 'Th'. Lipatan kertas itu membuatnya penasaran. Pemuda itu lantas membukanya perlahan. Ada rangkaian kalimat panjang di sana.
Tak tahan rasanya berdiam menatapmu dari jauh
Menyalurkan senyum ini tanpa kau tau
Bahkan egois rasanya jika dirimu kutahan untuk tidak pergi dengan yang lainNote : Temuin gue di taman belakang, istirahat ini.
Bayu semakin bingung saja. Hingga akhirnya, kalimat perintah di akhir surat membuat dirinya mendongak dengan raut tak terbaca.
Tangan yang memegang kertas itu turun. Sedangkan tangan yang satunya lagi sibuk merapikan kembali lipatannya seperti semula. Dengan gerakan cepat, Bayu bangkit dari duduknya lalu beranjak keluar kelas. Ini genting dan ia penasaran. Dengan cara ini, mungkin ia akan tahu maksud di balik lipatan kertas putih itu.
Kini Bayu berdiri di bawah pohon dengan tangan yang dimasukkan ke dalam saku celana.
"Jadi, sebenarnya lo mau ngomong apa, sih?" tanya Bayu yang terdengar tak sabaran.
Seseorang yang ditanya seperti itu, masih menunduk dan memainkan kuku-kuku lentiknya. Sampai akhirnya ia mendongak dan menatap Bayu dengan lekat. "Emm ... sebenarnya ini udah lama banget. Gue ... suka sama lo, Bay. Gue harap lo bisa balas perasaan itu."
Thalita, gadis itu adalah Thalita. Bayu tertegun mendengar penuturan Thalita yang di luar nalarnya. Bayu berdehem sebelum ia berucap.
"Gue tahu soal itu, kok. Gue juga suka sama lo." Thalita yang tadi kembali menunduk kini langsung menatap Bayu dengan sumringah.
"Iya gue suka sama lo sebagai temen. Suka itu relatif, Ta. Bahkan sayang juga relatif. Tapi gue nggak cinta sama lo. Ada yang harus gue cintai, dan itu bukan lo."
Bayu menggantungkan kalimatnya ketika melihat Thalita menitikkan air matanya. Bayu memegang kedua bahu Thalita dengan lembut. "Maaf gue nggak bisa balas perasaan lo. Kita temenan aja, ya. Makasih lo udah letakin perasaan lo."
Sebelum Bayu pergi meninggalkan Thalita, tepukan pelan di atas kepalanya membuat Thalita terdiam. "Ada yang jauh lebih baik dari gue, yang lebih pantes dapetin hati lo. Gue sayang sama lo, sebagai teman."
Setelah itu Bayu pergi meninggalkan Thalita yang terdiam dengan air mata yang terus jatuh.
"Lo baik, tapi sayang .... " Thalita juga ikut pergi dari sana seraya menghapus air matanya. Kembali tersenyum ketika sudah mendapat tolakan dari Bayu.
***
Jalan pelan Ulfa berubah menjadi larian yang kencang. Beberapa bahu sudah ia tabrak. Setelah kejadian di depan matanya, sekarang banyak pertanyaan di kepalanya. Hanya meyakinkan yang ia butuhkan untuk keputusan setelah ini, mungkin.
KAMU SEDANG MEMBACA
23.59 [ lengkap ]
RomanceKita hanya perlu menunggu. Karena pada dasarnya, waktu tak pernah mengkhianati sebuah penantian. [¤] Rasa terpendam untuk teman kecilnya membuat Ulfa menutup hati. Kepribadiannya berubah drastis akibat rindu yang tak terbendung. Namun, kedatangan pe...