10 - Aksi Balas Dendam Ulfa

431 81 18
                                    

"Rumah ini ...," batin Bayu sedikit bingung.

Dua orang remaja kini sudah berada di depan rumah yang sederhana, tak besar dan tak kecil. Dengan menenteng dua kresek yang berisi hewan amfibi, Ulfa dan Bayu memasuki rumah tersebut.

Pemuda itu melihat ke sekeliling rumah. Ia sama sekali tak dijanjikan ke sini. Bukan ke rumahnya, melainkan ke tempat penampungan hujan. Matanya bahkan telah lelah melirik kesana kemari.

"Woi, Judis!"

Ulfa yang tengah meletakan sepatunya di rak lantas melirik Bayu yang tengah berdiri bersandar pada tembok.

"Paan?"

"Lo bilang mau bersihin baju deket penampungan air hujan, ini kenapa malah ke rumah lo? Wah, parah!"

Ulfa mengernyit. "Ya, emang."

"Emang gigi lu nungging! Udah capek mata gue lirik sana-sini, tapi tetap nggak ada air hujannya," gerutu Bayu. Ulfa malah sudah tertawa.

"Lo, kan, pindahan inggris?" Gadis berambut panjang yang juga masih berseragam kotor itu tersenyum miring.

"Coba pikir, emang ada air hujan nampung sendiri? Atau ada nggak di pinggiran jalan? Nggak ada, kan? Yang ada itu, yang punya rumah yang nampung air hujan itu. Termasuk gue. Ternyata lo bego, ya!" Ulfa tertawa kembali.

Bayu yang mendengar itu melongo tak percaya. Dirinya sudah tertipu.

"Suek! Ya udah, mana?"

Ulfa berhenti tertawa dan mulai mengambil sebelah tangan Bayu. "Di belakang. Yuk!"

Terasa tersetrum. Gerakan yang tiba-tiba itu membuat refleks yang aneh pada tubuhnya. Bayu ingin menolak, tetapi genggaman itu ternyata menyamankan dirinya. Sebuah kehangatan.

"Ck, ayok!" Gadis itu berdecak karena walau sudah ditarik, Bayu tak kunjung bergerak. Si pemuda lantas buru-buru melangkah. Mengekori Ulfa yang masuk ke semakin dalam ke rumah.

Mereka sampai di belakang rumah Ulfa. Suasana sejuk langsung menyambut kedatangan mereka. Mata Bayu mulai kembali mencari. Melirik sana-sana sini kemudian mendapati sesuatu

"Itu bukan?" tunjuk Bayu melihat drum besar di sudut dinding dengan tumbuhan merambat.

Ulfa mengangguk. Dengan cepat pemuda itu ke sana dan mulai membersihkan celananya yang penuh lumpur. Menjijikan!

Ini akan menjadi yang pertama kali dan terakhir kalinya ia berurusan dengan lumpur. Tidak lagi dan tidak akan pernah.

Ulfa yang masih setia berdiri tak jauh dari si pemuda terkekeh geli. Seseorang juga pernah takut melihat lumpur hanya karena ia pernah mengerjai sahabatnya dulu.

"Ay, ini apa, ih? Jorok. Lembek-lembek. Aaa! Anda mau pulang, Aya!" teriak bocah laki-laki umur 11 tahun. Dia Anda. Aya tertawa terbahak-bahak.

Dua bocah itu tengah berada di got depan rumah Aya. Tugas sekolah membuat Anda menjadi kesusahan. Mencari kecebong dan harus mengambil dari tempatnya secara langsung.

Lagipula, dimana lagi bisa menemukan kecebong jika bukan di got? Euh ....

"Ay, jangan ketawa, ih! Liat, nih, baju, celana Anda bau banget!" adu Anda lagi yang masih setia berdiri di got sedangkan Aya di atas menenteng tempat kecil.

"Anda! Semangat! Demi tugas, biar nilai kita bagus, lho!" ucap Aya masih dengan tertawa girang.

"Hish! Ya, udah, bentar, ya." Bocak kecil itu kembali mengambil ikan-ikan kecil, lebih tepatnya kecebong. 

23.59 [ lengkap ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang