Teammate

1.7K 208 7
                                    

Disclaimer: Kishimoto

.
.
.

Mengalun tapi terasa sunyi. Seperti jenis musik ambient, favorit Hinata ketika otaknya sedang diperas untuk memecahkan soal. Hiburan tersendiri yang mungkin orang lain tak akan mampu memahaminya.

Kini dia sudah duduk di bangku kelas 2 SMA. Kali ini berhasil mencapai kelas unggulan. Bukan apa-apa, Hinata cukup menikmati persaingan ketat. Salah satu motivator untuk meraih cita-citanya menjadi... entahlah, belum terpikirkan saat ini.

Berusaha terbaik terlebih dahulu, masalah dia akan menjadi apapun itu, pikir belakang. Paling jauh menekuni pekerjaan yang tidak terlalu berinteraksi dengan banyak orang, pikirnya. Sedang menikmati masa-masa SMA tanpa dihantui bayangan-bayangan masa depan seperti apa.

Memang seperti itu orangnya. Yang penting jalani dulu masa kini dengan baik.

Apatonya terasa sepi, Naruto sudah tak tinggal di sana. Tak cukup banyak barang yang ditinggalkan, mengingat tak banyak barang pula yang Naruto miliki. Paling hanya beberapa buku, komik, dan beberapa helai pakaian.

Kamar mereka masih disekat, untuk berjaga-jaga jika sewaktu-waktu Naruto berkunjung.

Hinata tak memiliki kekhawatiran dalam biaya sehari-hari. Dari awal ia menerima beasiswa cukup besar untuk biaya hidup satu tahun. Terima kasih kepada perusahaan milik keluarga Haruno, salah satu donatur yang menyokong hal-hal berbau beasiswa dan pendidikan di sana. Sejenis CSR. Cukup berguna untuk siswa berprestasi dari kalangan menengah ke bawah untuk menikmati fasilitas pendidikan yang bisa dibilang spektakuler.

Naruto.

Lagi-lagi kecerdasannya juga mengantarkan ia untuk dapat sekolah gratis. Lagi. Kali ini di semacam akademi kepolisian negara. Jauh, di desa Tsuna. Beruntung karena segala kebutuhan pendidikan sudah ditanggung negara. Tinggal di asrama, makan dan kebutuhan dasar dicukupi. Uang saku pas-pasan, jadi wajar bila ia tidak bisa membantu Hinata patungan sewa. Tapi itu tidak menjadi masalah.

.
.
.

Pagi itu Hinata berangkat ke sekolah cukup awal. Tak mau menyia-nyiakan hari pertamanya merasakan atmosfer kelas unggulan di pagi hari. Apakah teman-teman di kelasnya berangkat awal juga?

Lebih tepatnya, ia ingin mengamati suasana kelas untuk mencari teman baru. Juga untuk mengira-ira bagaimana ia akan bersikap nanti. Mungkin datang lebih awal dapat membantunya untuk mengamati anak-anak yang baru masuk ke kelas satu persatu. Beda ceritanya kalau dia datang agak siang. Kerumunan di kelas akan semakin membentuk sifat pemalunya menjadi kentara. Tak berani melihat banyak orang, maka tak dapat mengamati mereka pula. Tingkat percaya dirinya akan tergerus. Itu, resiko yang dipertimbangkan jika datang siang.

Sesuai dugaan. Hinata yang datang paling awal. Senyum simpul terukir di bibir manisnya. Ini pertanda baik!

Duduk di mana? Datang ke sekolah lebih awal seakan mendapat privilege karena ia dapat memilih tempat duduk dengan bebas di hari pertama.

Seperti biasa, duduknya di meja paling belakang. Jika dari samping maka selisih satu meja dari jendela. Posisi yang pas. Bisa memperhatikan keadaan sekitar, jarak pandang pas menurut Hinata untuk memperhatikan guru dan papan tulis.

Ia duduk dengan nyaman. Merapikan tas dan buku-buku, siap untuk memulai hari pertamanya di kelas ini.

"Ini tempat dudukku."

Sebuah suara yang tak asing bagi Hinata.

"Eh...?"

Hinata tak menyadari ada seseorang memasuki kelas ketika ia sedang sibuk merapikan buku dan alat tulis.

HislerimTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang