Part 8

70 9 0
                                    

Bel pulang berbunyi. Gladys celingukan ketika sudah sampai di gerbang. Apa dia harus jalan kaki? Tapi, lumayan jauh dan pasti membuatnya ngos-ngosan.

"Oy, kek orang hilang aja!" celetuk seseorang dibalik kaca jendela mobil, Fahri. "Mau bareng?"

Gladys tampak berpikir, "emang boleh?"

"Kalo gak boleh, ngapain gue nawarin?" ujar Fahri.

Gladys menyeringai lebar. Ia segera masuk ke mobil dan duduk di jok depan, bersisihan dengan Fahri.

Keduanya diam seribu bahasa dengan pikiran masing-masing. Gladys merasa sangat canggung dengan posisi seperti ini. Ia memilih menatap ke samping jendela mobil.

"Dingin ya?" sahut Fahri tiba-tiba.

Bagaimana mungkin cuaca sepanas ini dia merasakan dingin? Meriyang tuh anak.

"Apanya?" beo Gladys.

"Sikap lo."

"Hilih," Gladys memutar bola matanya jengah. Ia sudah kebal mendengar celoteh-celoteh semacam itu.

Fahri terkekeh, "kenapa? Lo emang dingin loh,"

"Kalo gue petakilan, orang-orang bakal ngira kalo gue gila," jawab Gladys seadanya. Fahri kembali terkekeh.

Gladys terlihat dingin memang
Tapi, dia bersikap demikian karena keadaan yang memaksanya. Keadaan yang tega merampas Elno hingga Gladys tidak tahu harus bagaimana.

Tapi, dengan Fahri ia merasa lebih bebas mengekspresikan perasaannya. Bawaan Fahri yang tenang itu membuat Gladys mudah mengira bahwa pria yang bersamanya kini adalah orang baik.

"Gue lebih suka cewek yang aktif tuh," celetuk Fahri.

"Eh? Maksudnya?"

"Enggak, udah sampai. Mau turun gak?" Fahri mengalihkan pembicaraan.

"Ah iya, makasih ya!" ujar Gladys seraya melambaikan tangan. Kemudian Fahri berlalu meninggalkan rumah Gladys.

Cinta pandangan pertama itu tidak pernah salah dan tidak pernah kenal waktu. Ia hadir begitu saja tanpa aba-aba. Bahkan, ia bisa sampai memorak-porandakan perasaan seketika itu juga.

Fahri merasakan hal yang berbeda saat matanya bertemu dengan iris cokelat milik Gladys. Pandangan yang teduh, bulu mata lentik, dan senyum yang jarang ia lihat di gadis lain.

Apa ini jatuh cinta?

Tapi, mana mungkin ia akan mencintai gadis milik sepupunya yang bahkan gadis itu juga mencintainya. Itu artinya, jika Fahri tiba-tiba hadir, ia akan menyakiti dua perasaan sekaligus.

"Ri, cuma lo yang bisa gue percaya buat jagain Gladys, gue yakin lo bisa bahagiain dia," ucap Elno saat ia sampai di rumah sakit.

"Tapi .... " jawab Fahri ragu.

Saat itu Elno seperti sudah sekarat. Namun, ia masih berharap untuk hidup lebih lama. Ia harus kuat menjalani kehidupan ini meski ia harus menanggung derita yang cukup berat.

"Gue yakin, Gladys akan aman saat lo ada disampingnya," ucap Elno lagi.

Fahri terdiam. Ia tidak tahu harus bagaimana.

"Gue cuma percaya sama lo," ucap Elno untuk terakhir kalinya pada Fahri sebelum ia masuk ruang UGD.

Fahri menghela napas pelan. Takdir mereka harus semenyakitkan itu. Di saat mencintai seseorang, Tuhan malah memisahkan keduanya untuk waktu yang lama. Tuhan memang pemilik takdir yang Maha Indah.

****

Gladys masuk ke kamar. Ia membanting tubuhnya diatas kasur. Nyaman sekali setelah seharian harus berada di sekolah.

Ia teringat dengan sosok lelaki yang baru saja hadir dalam hidupnya. Manis memang, mulai dari wajahnya hingga sikapnya. Meski sedikit menyebalkan.

Apa sesensitif ini perasaan perempuan? Ada yang berlaku manis sedikit, perasaan langsung berubah menyenangkan? Payah sekali jika setiap perempuan memiliki sensitifitas tinggi seperti itu.

"Gak, gak boleh baper!" tegas Gladys pada dirinya sendiri.

Perempuan memang memiliki perasaan yang jauh lebih luas daripada lelaki. Tapi, bukan berarti setiap perempuan harus menerima semua perlakuan lelaki itu dengan hati.

Gladys beranjak dari rebahannya. Ia menyambar handuk di kapstok lemarinya. Gerah sekali, ia harus menyegarkan badannya sejenak.

Lain dengan Gladys, Fahri masih membenamkan wajahnya didalam bantal dengan posisi tengkurap. Malas sekali rasanya untuk beranjak dari sana.

Plak!

"Auuuchh ... "

Satu tampolan berhasil mendarat di pantat Fahri. Perempuan paruh baya itu menatap sinis ke arah sulungnya yang masih menggeliat dan mengelus pantatnya.

"Udah sore bukannya mandi malah masih tidur! Udah berapa kali Mama bilang, tidur sore hari itu pamali," omel Mama Fahri. Sulungnya itu malah menguap tanpa merasa berdosa.

"Baru aja semenit, Ma."

"Cepat mandi!" suruh Mamanya tanpa mau mendengar alasan apapun.

Tanpa tenaga, Fahri melangkah ke kamar mandi untuk ritual sorenya.

Tidak ada lima belas menit, Fahri keluar dari kamar mandi kemudian keluar dari kamarnya. Ia berjalan menuju dapur karena mencium aroma masakan yang membuat perutnya langsung lapar.

"Masak apa, Ma?" ujar Fahri di depan meja pantry.

"Rendang," sahut Mamanya. Fahri hanya manggut-manggut.

"Papa kemana, Ma?"

Ishh ... Anak ini banyak tanya sekali. Tapi, memang bawaan Fahri seperti itu. Dia akan banyak tanya seperti anak TK ketika rasa penasarannya muncul. Bedanya, Fahri selalu menanyakan hal-hal kecil dan beruntun.

"Papa ke luar kota malam ini," jawab Mamanya tulus.

"Buat apa, Ma?"

"Kerja lah!" Mamanya mulai sensi.

"Te-"

"Berhenti bertanya, Ri! Duduk aja sana sambil nunggu Mama masak," sela Mamanya.

Fahri hanya mengikuti interuksi Sang Mama. Ia duduk di kursi yang melingkari meja. Ia merogoh ponselnya di saku celana.

Ia membuka galeri dan menampakkan wajah ayu seorang gadis yang ia temui pagi tadi, Gladys.

"Buat apa Si Elno ngirim foto ini segala?" umpat Fahri. Ia memberi jeda, "kalo gue malah jatuh cinta gimana?"

Fahri bertanya-tanya pada dirinya sendiri. Mamanya yang sudah beres menyiapkan makan malam menatap sulungnya heran.

"Kenapa muka kamu kusut begitu?" tanya Mama sembari mengambil nasi. Fahri cepat-cepat menutup ponselnya.

"Gak pa-pa," balas Fahri datar.

"Gimana sekolah barunya? Seneng?"

"Banget, Ma!"

Mamanya manggut-manggut. Mereka akhirnya tenggelam dalam heningnya makan malam. Suasana makan memang selalu sesenyap ini. Hanya ada denting sendok disana.

Fahri meneguk habis air yang sudah disediakan setelah menyelesaikan makannya.

"Udah ketemu sama pacarnya Elno?" tanya Mamanya membuat Fahri menghentikan langkahnya.
"Udah kok, Ma."

Untuk ke sekian kalinya Mama Fahri manggut-manggut. Keluarga banyak tanya memang. Tapi, ketika sudah dijawab, hanya beberapa kata yang menjadi respon baliknya. Bahkan, hanya sebuah anggukan.
****

Holaaaa gaes gaesaaahhh. Balik lagi sama kitee

Jangan lupa vote and comment ya, kalo perlu share and sukrebnya

Babay..

OKTOBERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang