part 6

56 12 1
                                    

3 bulan telah berlalu...


Hubungan Elno dan Gladys selama tiga bulan kemarin baik dan romantis. Tapi, akhir-akhir ini berubah renggang karena Elno sibuk dengan urusannya sendiri.

Pagi ini, Gladys sudah siap dengan seragam sekolahnya. Rambutnya yang digerai menambah kesan cantik disana. Saat hendak keluar, ponsel Gladys tiba-tiba berbunyi.

“Assalamu'alaikum, Dys. Maaf aku gak bisa jemput Soalnya aku ada urusan, gak pa-pa 'kan?”

“Waalaikumsalam, gak pa-pa kok, Kak.”

Gladys menutup ponsel tanpa menunggu jawaban dari Elno.
Gladys pun berjalan ke halte bus. Ia menaiki bus yang sejalan dengan sekolahnya. Ia memasang earphone demi mengusir bosannya lalu menatap luar jendela.
Gadis itu lebih memilih untuk  diam dan mendengarkan lagu.
Gladys tersadar, ia menghapus air matanya yang tiba-tiba mengalir.

“Cengeng banget sih!” pekiknya pada diri sendiri.

Sesampainya di sekolah, Gladys menghampiri Arventa yang sedari tadi melambaikan tangan kepada dirinya.

“Kenapa lo nangis? ada masalah sama Elno?” tanya Arventa gemas karena ini sudah keterlaluan.

Elno selalu saja mementingkan urusannya, entah urusan apa itu ketimbang kekasihnya.

“Gak pa-pa. lagian Kak Elno punya dunianya sendiri, masa gue harus egois,” jawab Gladys tenang seraya tersenyum kecil.

Arventa memeluk Gladys dengan erat, Gladys semakin terisak.

“Gue gak kuat kalo gini terus, Ar. Gue tahu Kak Elno punya dunia dan urusan sendiri, gue gak mau terlalu ngekang dia dan buat dia gak nyaman,” suara Gladys sangat melirih.

Arventa mengelus punggung Gladys, “gue paham gimana posisi lo. Gue tahu apa yang lo rasain selama ini. Lo ikutin dulu gimana seterusnya. Kita liat seberapa sadarnya Elno akan lo,” ujar Arventa. “Kalo emang udah bener-bener capek, lo baru bisa mundur,” lanjutnya.

Gladys mengangguk,  “makasih banget, Ar. Yaudah yuk kita ke kelas!”

                               ***

Elno duduk di sofa basecamp.
Pria itu melepas jaketnya dan meletakkannya diatas meja yang tersedia disana. Elno sedang berpikir bahwa ia menutupi masalah penyakitnya ini pada Gladys.

“Weh, bengong aja! Ada masalah apa bos?” tanya Dimas kepada Elno yang terlihat murung.

“Salah gak kalau gue nutupin penyakit gue sama Gladys?” tanya Elno pada Dimas.

“Itu tergantung lo disini. Tapi, apa lo gak pernah mikir perasaan Gladys?”
tanya Dimas pada Elno.

“Gladys?”

Dimas mengangguk, “lo terlalu minder sama dia karena urusan pengobatan lo. Dan Gladys gak tau masalah penyakit lo. Cewek mana yang gak sakit hati kalau cowoknya kek gak percaya sama dia? Masa iya, masalah cowoknya sendiri gak tau.”

“Gue sayang dia. Gue cuma gak mau dia khawatir dan dia nganggep gue lemah sama kondisi gue sekarang. Gladys gak pernah bilang apapun sama gue, dia gak pernah ngeluh kalo gue lagi ada urusan dan sibuk,” kata Elno dengan nada datar.

Dimas menepuk pundak Elno, “hebat dia, No. Dia nutupin rasa sakitnya sendiri tanpa lo tahu. Emang Gladys gak bilang apa-apa ke lo, tapi apa lo tahu isi hatinya?” tanya Dimas, “gak kan?”

Dimas memberi jeda, “walau itu buat dia khawatir terhadap lo, tapi dia punya perasaan, dia harus tahu tentang penyakit lo.”

Dimas menghela napas, “apa lo bisa tahu apa yang Gladys rasain sekarang? Mungkin dia jengkel dan kesel karena lo gak pernah ada waktu buat dia. Tapi, dia tutupin dari lo biar gak jadi suatu konflik, ” ujar Dimas seraya menepuk berapa kali pundak Elno.

“Cewek pinter akting, Bos. Dia pinter nyembuyiin perasaannya,” ujar Dimas lagi.

Perkataan Dimas tadi ada benarnya.
Bahkan, Elno sendiri tidak  pernah tahu isi hati Gladys. Apa gadis itu sakit hati? Tidak ada yang tahu kecuali Gladys dan Tuhan.

Elno merasakan perasaan yang tidak mengenakkan dihatinya. Namun, Elno tetap bersikeras menutupi masalah penyakitnya ini dari Gladys.

                                ***

“Thanks ya, Ar. Mau mampir dulu?” kata Gladys.

“Gue langsung balik aja, Bunda udah nungguin buat minta dianterin pergi. Yaudah ya Dys, bye!”

“Bye, hati-hati!”

Gladys masuk ke kamarnya yang sedikit gelap. Ia membuka gordengnya yang ia pikir menghalangi cahaya matahari untuk masuk ke kamarnya.

Gladys melirik foto yang tertempel di dinding kamarnya lengkap dengan lampu-lampu lucu disana. Banyak sekali fotonya dengan Elno dari waktu awal pacaran  sampai saat ini yang mulai merenggang.

Gladys mengelus foto itu satu per satu.
Ada tulisan kecil juga difoto itu. Tak terasa matanya kini memanas. Air matanya jatuh begitu saja. Elno-nya kini berubah, tidak seperti dulu.

Gladys beringsut turun bersandar di dinding. Ia menangis dalam diam. Gadis itu mencoba menenangkan hatinya.

“Kamu berubah, Kak .... ”

                                 ***

Keesokan harinya, Gladys berangkat sekolah seperti biasa. Ia pergi sekolah bersama Elno. Gladys dengan rambut yang dikuncir kepang dua ini membuat Elno tidak mengedipkan matanya sama sekali.

“Kak, kenapa sih? Ayo nanti kita telat!” pekik Gladys seraya menggoyangkan tubuh Elno agar pria itu tersadar.

“Kamu lucu kalo di kuncir kepang gitu, siapa yang kepang?” tanya Elno.

“Bunda,” ujar Gladys seraya menaiki motor Elno dan berpegang pada bahu Elno setelah memakai helm

“Udah?”

“Udah Kak.”

“Meluncur!” Elno pun langsung melajukan motornya menuju sekolah.

Gladys bernyanyi sekencang-kencangnya. Elno terkekeh. Namun, akhirnya ikut bernyanyi.

Lagu yang mereka nyanyikan saat ini ialah lagu Devano Danendra dan Aisyah Aqilah-Teman cinta.

Gladys baru saja sampai di sekolah.

“Hati-hati, Dys. Belajar yang bener!”
ucap Elno lalu pergi menuju kelas masing-masing.

ElnoAlmnsyh_ :
Dys, pulang nanti gak bisa bareng. Aku harus pulang duluan soalnya, sorry Dys.

Gladys.athela :
Iya gak pa-pa, Kak.

ElnoAlmnsyh_ :
Makasih:)

****

Gladys kembali menatap foto-foto kecil yang tertempel di dinding ber-cat pink gradasi putih, puluhan foto yang dihiasi oleh lampu-lampu kecil lucu berwarna.

Gladys mengusap foto itu satu per satu lagi dan lagi. Sungguh, dirinya merindukan Elno-nya yang dulu. Ia melihat foto dirinya bersama Elno waktu di pasar malam sampai foto-fotonya waktu kini. Gladys tersenyum kecut, ia kehilangan Elno-nya, ia merindukan sosok Elno yang dulu.

Gladys menangis seraya tersenyum pedih.
Apakah Elno akan terus seperti ini padanya?

Gladys berhenti memeluk foto yang ada dibingkai. Lihatlah! Elno dulu sangat memerhatikannya. Gladys rindu masa itu.

BERSAMBUNG...

Kalo ada typo dalam penulis bisa comment aja ya😇

semoga kalian suka ya dengan karya kami ini.🥰

kira kira gimana ya lanjutan nya?

Jangan lupa VOMENT!

 SALAM MANIS DROIT DE SUIT❤🤗

OKTOBERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang