Jam pelajaran sudah dimulai sejak tiga puluh menit yang lalu. Tapi, Gladys dan Arventa belum juga masuk ke kelas, hal ini dapat menimbulkan pertanyaan bagi Fahri.
"Gladys kemana ya? Perasaan tadi dia disekitar sini aja deh," gumam Fahri yang mencoba untuk berfikir dimana Gladys berada saat ini.
***
"Ya udah, apaan yang mau lo tanya nih?"
"Lo ... Suka ya sama Fahri?"
Diam
Gladys tercengangan mendengar pertanyaan yang keluar dari mulut Arventa, mendengar itu pun Gladys langsung menelan salivanya dengan berat.
"Ah ... Maksud gue, lo kok bisa deket sih sama Fahri?" sergah Arventa meluruskan, karena Arventa melihat dengan jelas mimik wajah Gladys saat Arventa bertanya.
Gladys masih diam tidak bersuara, dirinya masih didalam fase yang bingung, bahkan saat Arventa melurus pertanyaannya, Gladys sama sekali tidak mendengarnya.
Melihat Gladys masih diam, Arventa langsung menyenggol lengan Gladys, sontak Gladys langsung tersentak.
"Lo kok malah bengong sih?" tanya Arventa.
"Hm ... Aa gue ... Apa yang lo tanya tadi? Gue suka sama Fahri?" tanya Gladys balik.
"Ya ampun Gladys, lo kemana aja sih dari tadi? Maksud gue itu, kenapa lo bisa deket sama si Fahri?" ucap Arventa memperjelas.
"Bukannya lo ta—" Belum sudah Gladys menyelesaikan ucapannya, Arventa langsung saja membekap mulut Gladys dengan tangannya.
"Kan udah gue bilang, kalo gue salah tanya, lo gimana sih?" gerutu Arventa yang sedari tadi sudah lelah melihat Gladys yang saat ini sedang lemot.
"Gue juga nggak tau. Iya juga ya, kok gue bisa deket ya sama Fahri? Gue juga nggak tau, gimana dong?" ucap Gladys santai.
Arventa mengambil napas, lalu membuangnya kasar. "Terserah lo deh, lo lemot banget." Setelah mengatakan itu, lalu Arventa pergi begitu saja meninggalkan Gladys.
"Woi Ar! Tungguin gue!" sorak Gladys sambil berlari mensejajarkan langkahnya dengan Arventa.
***
"Kemana sih tu anak? Udah hampir dua jam dia nggak masuk kelas nih," batin Fahri sambil melihat kearah pintu.
Lama melamun memikirkan kemana perginya Gladys, tanpa sadar ternyata Fahri sudah dari tadi mendapatkan tatapan tajam dari guru mata pelajaran yang saat ini mengajar dikelasnya.
Guru mata pelajaran itu bertepuk tangan, dengan maksud agar Fahri sadar dari lamunannya. Tapi, itu tidak dapat membuyarkan lamunan Fahri, tanpa berlama lagi guru itu langsung memukul meja dengan rol panjangnya dan hasilnya Fahri langsung terpelonjak.
"Astagfirullah bu!"
"Apa? Kenapa kamu melamun?"
"A-anu bu,"
"Anu, anu, jadi dari tadi kamu tidak mendengarkan saya saat menjelaskan pelajaran? Bagus kamu ya." Dengan cepat guru itu pun langsung menjewer telinga Fahri sambil membawa Fahri ke depan kelas.
"Ampun bu, saya tadi cuma—"
"Cuma apa hah? Kamu sudah berani dengan saya Fahri?"
"Nggak bu, saya cuma—"
"Menjawab juga kamu!"
Ketika Fahri mendapat hukuman dari guru tersebut, tiba-tiba pintu terbuka dengan pelan, dengan cepat Fahri langsung melihat siapa yang masuk ke kelasnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
OKTOBER
General FictionElno Almansyah Pratama. Dia adalah lelaki yang paling beruntung dan juga lelaki paling brengsek. Lelaki yang dengan kasarnya membuang berlian demi remahan rengginang. Lelaki yang merusak kisah cintanya sendiri. Gladys Athela. Dia seorang gadis canti...